Latest News

Thursday, May 30, 2013

Kutipan Paus Roma Terhadap Dogma EENS

Berikut adalah kutipan beberapa Paus Roma terhadap Dogma EENS (Extra Ecclesiam Nulla Sallus). Beberapa artikel tentang Dogma EENS bisa dibaca disini (silahkan klik)
Pope Pelagius II (A.D. 578 - 590): "Consider the fact that whoever has not been in the peace and unity of the Church cannot have the Lord. ...Although given over to flames and fires, they burn, or, thrown to wild beasts, they lay down their lives, there will not be (for them) that crown of faith but the punishment of faithlessness. ...Such a one can be slain, he cannot be crowned. ...[If] slain outside the Church, he cannot attain the rewards of the Church." (Denzinger 246-247) "Mempertimbangkan fakta bahwa siapapun yang tidak berada dalam damai dan kesatuan dengan Gereja tidak bisa mendapatkan Tuhan... Meskipun dilemparkan dalam api membara yang membakar mereka, atau dilemparkan ke binatang buas, mereka menyerahkan nyawa [pada binatang buas tersebut], tidak akan ada mahkota Iman (bagi mereka ini), tapi hanya ada penghukuman atas ke-tak-ber-iman-an... Begitu pula seseorang bisa terbantai tapi dia tidak bisa mendapatkan mahkota ... [Bila] dia dibantai diluar Gereja, dia tidak dapat mendapatkan hadiah dari Gereja.  


Pope Saint Gregory the Great (A.D. 590 - 604): "Now the holy Church universal proclaims that God cannot be truly worshipped saving within herself, asserting that all they that are without her shall never be saved." (Moralia) "Sekarang Gereja Kudus universal menyatakan bahwa Allah tidak bisa disembah dengan layak tanpa berada dalam dirinya (nya = Gereja), bahwa mereka yang berada tanpa dia (dia = Gereja) tidak akan pernah selamat  

Pope Innocent III (A.D. 1198 - 1216): "With our hearts we believe and with our lips we confess but one Church, not that of the heretics, but the Holy Roman Catholic and Apostolic Church, outside which we believe that no one is saved." (Denzinger 423) "Dengan hati kita, kita percaya dan dengan bibir kita, kita mengaku akan satu Gereja bukan yang berasal dari penganut ajaran sesat, tapi Gereja Katolik Roma yang Kudus dan Apostolik, yang diluarnya (nya = Gereja) kita percaya bahwa tidak ada satupun yang selamat"  

Pope Innocent III and Lateran Council IV (A.D. 1215): "One indeed is the universal Church of the faithful outside which no one at all is saved..." "Inilah satu-satunya Gereja universal dari semua umat, yang diluarnya tidak ada satupun yang selamat..."  

Pope Boniface VIII in his Papal Bull Unam Sanctam(A.D. 1302): "We declare, say, define, and pronounce that it is absolutely necessary for the salvation of every human creature to be subject to the Roman Pontiff." "Kami mendeklarasikan, mengatakan, mendefinisikan dan mengumumkan bahwa sangatlah perlu sekali bagi keselamatan seluruh umat manusia untuk menjadi subyek dari Paus Roma."  

Pope Eugene IV and the Council of Florence (A.D. 1438 - 1445): "[The Holy Roman Church] firmly believes, professes, and proclaims that those not living within the Catholic Church, not only pagans, but also Jews and heretics and schismatics cannot become participants in eternal life, but will depart `into everlasting fire which was prepared for the devil and his angels' (Matt. 25:41), unless before the end of life the same have been added to the flock; and that the unity of the ecclesiastical body is so strong that only to those remaining in it are the sacraments of the Church of benefit for salvation, and do fastings, almsgiving, and other functions of piety and exercises of Christian service produce eternal reward, and that no one, whatever almsgiving he has practiced, even if he has shed blood for the name of Christ, can be saved, unless he has remained in the bosom and unity of the Catholic Church." "Gereja Roma yang Kudus benar-benar mempercayai, meyakini dan menyatakan bahwa mereka yang tidak hidup dalam Gereja Katolik, tidak hanya Kafir, tapi juga penganut Yudaisme, bidat dan skismatik tidak bisa menjadi pengikut serta dalam kehidupan kekal, tapi akan pergi 'ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya' (Mat 25:41), kecuali sebelum akhir hidupnya mereka ditambahkan ke kumpulan domba; dan kesatuan dari tubuh Gereja begitu kuatnya sehingga hanya kepada mereka yang berada didalam kesatuan tersebut sakramen Gereja berdaya untuk keselamatan. Dan [hanya didalam Gerejalah] puasa, kemurahan dan fungsi kebaikan kristen lain bisa memberikan hadiah, dan bahwa tidak seorangpun, apapun kemurahan yang dia lakukan, bahkan bila dia telah menumpahkan darah untuk nama Kristus, bisa diselamatkan, kecuali dia berada didalam pelukan dan kesatuan dari Gereja Katolik."  

Pope Leo XII (A.D. 1823 - 1829): "We profess that there is no salvation outside the Church. ...For the Church is the pillar and ground of the truth. With reference to those words Augustine says: `If any man be outside the Church he will be excluded from the number of sons, and will not have God for Father since he has not the Church for mother.'" (Encyclical, Ubi Primum) "Kita meyakini bahwa tidak ada keselamatan diluar Gereja. ... Karena Gereja adalah tiang penopang dan dasar kebenaran. Dengan merujuk ke kata-kata tersebut Agustinus berkata: 'Jika seorang berada diluar Gereja dia akan dikucilkan dari para putra, dan tidak akan mempunyai Allah sebagai Bapa karena dia tidak mempunyai Gereja sebagai ibu  

Pope Gregory XVI (A.D. 1831 - 1846): "It is not possible to worship God truly except in Her; all who are outside Her will not be saved." (Encyclical, Summo Jugiter) "Tidaklah mungkin untuk menyembah Tuhan secara benar kecuali didalamnya (nya = Gereja); semua yang berada di luarnya (nya = Gereja) tidak akan selamat."  

Pope Pius IX (A.D. 1846 - 1878): "It must be held by faith that outside the Apostolic Roman Church, no one can be saved; that this is the only ark of salvation; that he who shall not have entered therein will perish in the flood." (Denzinger 1647) "Ini haruslah diyakini sebagi Iman bahwa diluar Gereja Roma yang Apostolik, tidak ada yang bisa selamat; [Gereja] ini adalah satu-satunya bahtera keselamatan; dia yang tidak masuk didalamnya (nya = bahtera = gereja) akan musnah dalam banjir."  

Pope Leo XIII (A.D. 1878 - 1903): "This is our last lesson to you; receive it, engrave it in your minds, all of you: by God's commandment salvation is to be found nowhere but in the Church." (Encyclical, Annum Ingressi Sumus) "Ini adalah ajaran terakhir kami bagi kamu; terimalah, torehkanlah di pikiran kamu, kamu semuanya; Berdasarkan perintah Allah, keselamatan tidak bisa ditemukan dimanapun kecuali didalam Gereja."  

Pope Saint Pius X (A.D. 1903 - 1914): "It is our duty to recall to everyone great and small, as the Holy Pontiff Gregory did in ages past, the absolute necessity which is ours, to have recourse to this Church to effect our eternal salvation." (Encyclical, Jucunda Sane) "Adalah tugas kita untuk mengingatkan pada semua orang, besar dan kecil, seperti yang dilakukan Paus suci Gregory di jaman terdahulu, kepentingan absolut yang ada pada kita, untuk memasrahkan pada Gereja ini, keselamatan abadi kita."  

Pope Benedict XV (A.D. 1914 - 1922): "Such is the nature of the Catholic faith that it does not admit of more or less, but must be held as a whole, or as a whole rejected: This is the Catholic faith, which unless a man believe faithfully and firmly, he cannot be saved." (Encyclical, Ad Beatissimi Apostolorum) "Begitulah sifat dari iman Katolik bahwa [iman ini] tidak hanya mengakui lebih atau kurang, tapi harus diyakini secara penuh atau secara penuh ditolak: Ini adalah iman Katolik, yang kalau seseorang tidak mempercayai dengan iman dan tegas, dia tidak bisa diselamatkan."  

Pope Pius XI (A.D. 1922 - 1939): "The Catholic Church alone is keeping the true worship. This is the font of truth, this is the house of faith, this is the temple of God; if any man enter not here, or if any man go forth from it, he is a stranger to the hope of life and salvation. ...Furthermore, in this one Church of Christ, no man can be or remain who does not accept, recognize and obey the authority and supremacy of Peter and his legitimate successors." (Encyclical, Mortalium Animos) "Hanya Gereja Katoliklah yang mempunyai penyembahan yang sejati. Inilah wadah kebenaran, inilah rumah iman, inilah kuil Allah; Bila ada orang yang masuk tidak disini, atau bila ada orang yang keluar darinya, dia akan menjadi asing terhadap hidup dan keselamatan. ... Lebih lanjut, didalam satu-satunya Gereja Kristus ini, tidak ada orang yang bisa berada didalamnya tanpa menerima, mengakui dan mematuhi otoritas dan supremasi dari Petrus dan penerusnya yang sah."  

Pope Pius XII (A.D. 1939 - 1958): "By divine mandate the interpreter and guardian of the Scriptures, and the depository of Sacred Tradition living within her, the Church alone is the entrance to salvation: She alone, by herself, and under the protection and guidance of the Holy Spirit, is the source of truth." (Allocution to the Gregorian, October 17, 1953) "Atas mandat Ilahi penafsir dan penjaga Kitab Suci, dan penyimpan Tradisi Suci yang hidup didalamnya (nya = Gereja), hanya Gerejalah pintu masuk keselamatan: Hanya dialah (dia = Gereja), oleh dirinya (nya = Gereja) sendiri, dan dibawah perlindungan dan tuntunan Roh Kudus, adalah sumber kebenaran."  

Pope John XXIII (A.D. 1958 - 1963) "How beautiful is the Church of Christ, the 'fold of the sheep!' Into this fold of Jesus Christ no man may enter unless he be led by the Sovereign Pontiff, and only if they be united to him can men be saved." "Sebagaimana indahnyakah Gereja Kristus, 'sarang para domba!' Kedalam sarang dari Yesus Kristus ini tidak seorangpun bisa masuk kecuali kalau dia dipimpin oleh Paus Utama, dan hanya jika mereka disatukan dengan dia (Gereja) manusia bisa diselamatkan." "Outside the true Catholic Faith no one can be saved, so help me God!" "Diluar Iman Katolik yang sejati tidak ada seorangpun yang bisa selamat, tolonglah aku tuhan!" 



Pope Paul VI (A.D. 1963 - 1978) [color=darkred]"The means of salvation and sanctification are known by all men, and are necessary to everyone who wishes to be saved." "Alat untuk keselamatan dan pengudusan sudah diketahui oleh manusia, dan sangat penting bagi mereka yang ingin selamat."  

Pope John Paul I (A.D. 1978) St Paul asked: "Who are you, Lord?" �"I am that Jesus whom you are persecuting". A light, a flash, crossed his mind. I do not persecute Jesus, I don't even know him: I persecute the Christians. It is clear that Jesus and the Christians, Jesus and the Church are the same thing: indissoluble, inseparable. Read St Paul: "Corpus Christi quod est Ecclesia". Christ and the Church are only one thing. Christ is the Head, we, the Church, are his limbs. It is not possible to have faith and to say, "I believe in Jesus, I accept Jesus but I do not accept the Church." We must accept the Church, as she is. (General Audience, September 13,1978) St. Paulus bertanya: "Siapakah engkau Tuhan?" � "Aku adalah Yesus yang kau aniaya". Sebuah kilasan, sebercik sinar, menerjang pikirannya. Aku tidak menganiaya Yesus, aku bahkan tidak kenal dia: Aku menganiaya umat Kristen. Jelaslah disini bahwa Yesus dan umat Kristen, Yesus dan Gereja adalah satu hal yang sama: tidak terberaikan, tidak terpisahkan. Baca St. Paulus: "Corpus Christi quod est Ecclesia". Kristus dan Gereja adalah satu. Kristus adalah Kepala, kita, Gereja, adalah organ-organnya. Tidaklah mungkin untuk mempunyai iman dan berkata, "Aku mempercayai Yesus, aku menerima Yesus tapi aku tidak menerima Gereja." Kita harus menerima Gereja sebagai apa adanya. "The ship of the Church is guided by Christ and by His Vicar... It alone carries the disciples and receives Christ. Yes, it is tossed on the sea, but outside one would perish immediately. Salvation is only in the Church; outside it one perishes." (First Allocution, August 27, 1978, L'Osservatore Romano, August 28,29, 1978.) "Perahu Gereja dituntun oleh Kristus dan wakilNya... Hanya inilah yang membawa para murid dan menerima Kristus. Betul bahwa perahu ini dilemparkan ke laut, tapi diluarnya seseorang akan lenyap dengan seketika. Keselamatan hanya ada di Gereja; diluarnya siapapun lenyap."  


Pope John Paul II (A.D. 1978 - 2005) "The mystery of salvation is revealed to us and is continued and accomplished in the Church, and from this genuine and single source, like 'humble, useful, precious and chaste' water it reaches the whole world. Dear young people and members of the Faithful, like Brother Francis we have to be conscious of and absorb this fundamental and revealed truth contained in the phrase consecrated by tradition: there is no salvation outside the Church. From Her alone there flows surely and fully the life giving force destined in Christ and in His Spirit, to renew the whole of humanity, and therefore directing every human being to become a part of the Mystical Body of Christ." (Pope John Paul II, Radio Message for Franciscan Vigil in St. Peter's and Assisi, October 3, 1981, L'Osservatore Romano, October 12, 1981.) "Misteri keselamatan dinyatakan kepada kita dan diteruskan dan tercapai didalam Gereja, dan dari sumber yang asli dan satu-satunya ini, bagaikan air yang 'rendah hati, berguna, berharga, dan murni' misteri ini mencapai dunia. Para muda dan umat tercinta, seperti Brother Francis kita harus sadar akan dan menyerap kebenaran fundamental yang diwahyukan ini, yang terkandung didalam kata-kata yang di sucikan oleh tradisi: Tidak ada keselamatan diluar Gereja. Hanya dari dia-lah (Gereja) kuasa hidup menuju Kristus dan RohNya mengalir secara pasti dan secara penuh, untuk memperbaharui seluruh kemanusiaan, dan karenanya mengarahkan setiap manusia untuk menjadi bagian dari Tubuh Mistik Kristus." "We are the guardians of something given, and given to the Church universal, something which is not the result of reflection, however competent, on cultural and social questions of the day, and is not merely the best path among many, but the one and only path to salvation." (John Paul II, "I Confirm You to Truth," Address to Joint Assembly of the U. S. Archbishops and the Department Heads of the Roman Curia, March 11, 1989, The Pope Speaks, 34 (September/October, 1989), pp. 254-55.) "Kita adalah penjaga dari sesuatu yang diserahkan, dan diserahkan ke Gereja universal; sesuatu yang bukan dihasilkan dari refleksi, bagaimanapun kompetennya, atas pertanyaan kultural dan sosial akhir-akhir ini, dan bukan hanya jalan terbaik diantara banyak jalan, tapi satu-satunya jalan keselamatan."
ekaristi.org 

Sunday, May 26, 2013

Gereja Katolik Timur Maronit

Lebanon adalah sebuah kota dengan warisan biblis yang begitu kaya. Kayu cedar dari Lebanon adalah sumber kayu untuk Kuil Salomo (1 Raja-raja 5:5-7) dan kayu cedas sendiri, begitu sering disebutkan didalam Kitab Perjanjian Lama. 

Lebanon digambarkan sebagai asal muasal Kekristenan, karena Yesus Kristus mengunjungi Tirus bersama BundaNya, Maria, dan membuat sebuah mukjizat kepada Puteri wanita Siro-Fenisia, seperti yang tercatat dalam Matius 15:21-28 dan Markus 7:24-30. Lebanon adalah rumah Gereja Katolik Maronit. Salah satu dari enam Kepatriarkan didalam Gereja Katolik Timur.

Santo Maron
Maron, seorang sahabat St. Yohanes Krisostomus, adalah seorang biarawan dari abad keempat yang meninggalkan Antiokhia menuju Sungai Orontes untuk memasuki kehidupan asketik, yang mengikuti tradisi (pola hidup) St. Antonius dari Gurun dan St. Pachomius dari Mesir. Dikemudian hari, Ia memiliki banyak pengikut yang mengadopsi kehidupan monastiknya. Setelah kematian St. Maron pada tahun 410, murid-muridnya mendirikan sebuah biara yang didedikasikan untuk mengenangnya dan membentuk nukleus dari Gereja Maronit.

Gereja Maronit segera menerima ajaran Iman dari Konsili Kalsedon pada tahun 451. Saat itu 350 biarawan dibunuh oleh Kaum Monofisit Antiokia, umat Gereja Maronit segera mengungsi ke pegunungan di Lebanon. Saling surat menyurat pun menjadi sebuah sebuah perantara bagi mengenai peristiwa ini, yang membawa hasil pada pengakuan Kepausan terhadap Maronit oleh Paus Santo Hormidas pada 10 Februari  518.

Kematian Patriark Antiokhia sebagai martir pada tahun 602 meninggalkan Maronit tanpa seorang pemimpin, dan peristiwa ini menuntun mereka untuk memilih Patriark Maronit pertama mereka, St. Yohanes Maron pada tahun 685.

Sedikit informasi terdengar dari Maronit selama 400 tahun, karena mereka diam-diam melarikan diri dari Invasi Islam ke pegunungan di Lebanon, hingga pada masa Perang Salib ketika Raymond dari Toulouse menemukan Maronit di pegunungan dekat Tripoli, Lebanon dialam perjalanannya untuk menaklukan kota Yerusalem. Gereja Maronit sekali lagi mengkonfirmasi kesetiaan mereka kepada Paus pada tahun 1181. Patriark Maronit, Yeremia, menghadiri Konsili Lateran IV pada tahun 1215, diresmikannya Universitas Maronit di Roma pada tahun 1584 oleh Paus Gregorius XIII. Gereja Maronit selalu setia kepada Roma.  

Gereja Maronit, berdasarkan asal-usul kehidupan monastik mereka, berhasil bertahan terhadap tekanan dan bahkan penganiayaan dalam usaha mereka, untuk tetap teguh melestarikan Gereja mereka. Lebanon adalah satu-satunya negara di Asia yang menganut budaya Kristen, terutama karena Gereja Maronit. Perayaan Liturgi Ilahi atau Misa Kudus juga diucapkan dalam bahasa asli, yaitu bahasa Arab di Lebanon. Dan sedangkan pada saat Konsekrasi didalam Perayaan Ekaristi, juga dirayakan dalam Bahasa Aram, Bahasa Tuhan kita Yesus Kristus.

Gereja Maronit di Lebanon hingga saat ini mengizinkan pria berkeluarga menjadi Imam. Mereka menerima karunia seksualitas manusia dari Allah, yang berkata, �Tidaklah baik jika manusia itu sendiri� (Kejadian 2:18). Alkitab dalam bahasa Ibrani pun mencatat orang-orang Lewi yang merupakan Imam Israel juga diizinkan untuk menikah (Imamat 21:7-13; Yehezkiel 44:22). Santo Petrus sendiri, Paus pertama kita, adalah seorang yang berkeluarga, seperti yang kita ketahui dari penyembuhan mertuanya pada Injil (Matius 8:14-15, Markus 1:29-31, Lukas 4:38-39). 

Santo Paulus juga menegaskan kembali dalam tradisi: Tidakkah kami mempunyai hak untuk membawa seorang isteri Kristen, dalam perjalanan kami, seperti yang dilakukan rasul-rasul lain dan saudara-saudara Tuhan dan Kefas� (1 Kor 9:5). Imam yang memilih untuk selibat diberikan sebuah kehormatan besar didalam Gereja-gereja Timur dan banyak Imam memilih hal tersebut demi Kerajaan Allah (Matius 19:12). Praktek selibat dipraktekkan oleh Uskup dan para imam yang masih lajang pada penahbisan atau telah menjadi duda. Paus terakhir yang merupakan pria berkeluarga adalah Paus Adrianus II (atau yang dikenal Hadrianus II) yang menjabat sebagai Paus dari tahun 867 M hingga 872 M.   

Gereja Katolik Maronit tumbuh subur terutama sejak Konsili Vatikan II, dan sekarang menjadi Gereja Katolik Timur terbesar ketiga. Gereja Katolik Maronit memiliki 3.300.000 umat di Lebanon dan seluruh dunia, termasuk paroki-paroki di Argentina, Australia, Brazil, Kanada, Siprus, Meksiko, dan Amerika Serikat. Kita sungguh terberkati karena boleh memiliki Seminari Maronit, Ratu Kita dari Libanon di Washington D.C., yang didirikan pada tahun 1961. 

Kepala Gereja Katolik Maronit sekarang adalah Patriark Antiokia untuk Maronit, Patriarkh Kardinal Bechara Pierre Rai.

Interior Altar Gereja Katolik Maronit
Dominus illuminatio mea!
Diterjemahkan oleh Katolisitas Indonesia dari Maryourmother.

Saturday, May 25, 2013

Renungan Hari Raya Tritunggal Maha Kudus

Roh Kebenaran memimpin kamu kepada Kebenaran
Pada hari ini kita merayakan Hari Raya Tritunggal Mahakudus. Tritunggal dari bahasa Latin Trinitas. Allah yang kita imani itu Esa atau satu tetapi dalam tiga pribadi yang berbeda yakni Bapa, Putra dan Roh Kudus. Pribadi-pribadi Ilahi yang kita sapa sebagai Bapa, Putra dan Roh Kudus selalu kita sebut ketika membuat tanda salib sebagai tanda kemenangan kita. 


Ziarah hidup kita selalu menuju kepada Bapa, mengikuti jejak Yesus PutraNya dan jiwai oleh RohNya yang kudus. Ketika merayakan Ekaristi, kita juga menyapa Allah Tritunggal Mahakudus melalui tanda salib dan doa kemuliaan serta Aku Percaya.

Ada seorang muda yang datang kepadaku dan mengatakan bahwa Ia belum mengerti ajaran Tritunggal Mahakudus. Baginya, ajaran Tritunggal Mahakudus itu sulit sehingga dia belum mengerti. Saya bertanya kepadanya apakah dia percaya dan ia mengatakan percaya kepada Allah Tritunggal mahakudus, tetapi dia sendiri belum mengerti.  Saya teringat pada perkataan St. Anselmus: �credo ut intelligam� artinya aku percaya supaya aku mengerti.  Banyak kali kita menuntut untuk untuk mengerti lebih dahulu baru percaya. Ternyata Tuhan menghendaki supaya kita mengimani dan percaya supaya dapat mengerti rahasia Allah. Tuhan Allah Tritunggal masuk dalam misteri iman kita.

Allah Tritunggal Mahakudus: Bapa, Putra dan Roh Kudus. Allah disebut Bapa karena Ia adalah pencipta, dan peduli dengan penuh kasih kepada ciptaanNya. Yesus sang Putra telah mengajarkan kepada kita untuk memanggil BapaNya sebagai Bapa kita dan menyebutnya juga sebagai �Bapa kita�. Sebelum umat katolik menyebut Yang Ilahi sebagai Bapa, ungkapan  Allah sebagai Bapa sudah ada dalam Kitab Perjanjian Lama (Ul 32:6; Mal 2:10). Tuhan juga dirasakan seperti seorang ibu (Yes 66:13). Yesus sendiri berkata:�Barangsiapa telah melihat Aku,ia telah melihat Bapa" (Yoh 14:9).

Roh Kudus adalah pribadi Tritunggal Mahakudus dan memiliki keilahian yang sama dengan Bapa dan Putra. Ketika kita menemukan kenyataan bahwa Allah ada di dalam kita, Roh Kudus ada dan menguatkan kita. Allah mengutus Roh PutraNya ke dalam hati kita (Gal 4:6). Roh Kudus yang diterima bukan Roh perbudakan yang membuat kita takut melainkan Roh yang menjadikan kita anak-anak Allah (Rom 8:15). Yesus dari Nazareth adalah Putra, Sang Pribadi ilahi yang kedua. Pertanyaan yang tetap laku sepanjang masa adalah bagaimana kita dapat memahami Tritunggal Mahakudus?

Alkisah pada suatu kesempatan St. Agustinus sedang berjalan di pinggir pantai. Ia berjumpa dengan seorang anak kecil yang sedang bermain-main. Anak itu menggali sebuah lubang kecil seperti sumur di atas pasir. Lalu ia berulang kali mengambil air laut dengan gelas kecil itu dan memasukannya ke dalam lubang itu. Setiap saat lubang itu diisi langsung menjadi kering karena dasarnya adalah pasir. Agustinus bertanya kepadanya: untuk apa ia melakukan  semuanya itu. Ia menjawab hendak memindahkan seluruh air laut ke dalam lubang kecil tersebut. Agustinus mengatakan kepadanya bahwa usahanya itu hanya sia-sia saja. Tidaklah mungkin memindahkan seluruh air laut ke dalam lubang tersebut.

Anak itu kemudian bertanya kepada Agustinus apa yang sedang dipikirkannya. Agustinus menjawab bahwa ia sedang memikirkan misteri Tritunggal Mahakudus. Anak itu tertawa terbahak-bahak sambil mengatakan bahwa otakmu itu kecil seperti lubang buatan saya ini sedangkan Tritunggal Mahakudus jauh lebih luas dari samudra raya. Agustinus menjadi sadar bahwa ternyata akal budi itu tidak mampu memahami seluruh rahasia Tuhan. Ia kemudian berkesimpulan: �Di mana ada cinta kasih, di situ ada AllahTritunggal: pencinta, yang dicinta, dan sumber cinta kasih".

Penginjil Yohanes hari ini menjelaskan tentang persekutuan Tritunggal Mahakudus. Dalam amanat perpisahanNya, Yesus menjanjikan Roh Kudus sebagai penghibur. Roh Kudus itu berasal dari Bapa dan dicurahkan dalam nama Yesus Putra. Yesus sendiri menekankan persekutuanNya dengan Bapa: �Aku dan Bapa adalah satu saja� maka apa yang Bapa punya, Aku punya. Tugas Roh Penghibur adalah membimbing kepada seluruh Kebenaran (Yesus sendiri). Roh Kudus juga akan mengatakan kepada kita tentang segala sesuatu yang sudah diajarkan Yesus dan juga tentang hal-hal yang akan datang.

Penyertaan Roh Kudus di dalam Gereja amat dirasakan oleh Paulus dalam pewartaannya. Kepada jemaat di Roma, Paulus menegaskan bahwa kita dibenarkan karena iman. Kita hidup dalam damai sejahtera karena Yesus Kristus. Karena iman kepada Kristus, kita juga menjadi anak-anak Allah. Kita akan hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Kristus dalam kasih yang dicurahkan oleh Roh Kudus. Lihatlah pemahaman Paulus tentang Tritunggal, kelihatan sederhana tetapi nyata dalam hidup.

Kita dapat berdamai dengan Allah karena Yesus dalam kasih yang tercurah oleh Roh Kudus. Tuhan sendiri adalah kebijaksanaan sebagaimana dilukiskan di dalam bacaan pertama dari Kitab Amsal. Bagi Amsal, sebelum bumi diciptakan  sudah ada Kebijaksanaan.

Sambil kita merayakan Hari Raya Tritunggal Mahakudus, permenungan kita semakin dalam  untuk dua hal berikut ini. Pertama, kita menyembah Allah yang tidak sendirian melainkan seorang Allah yang penuh dengan persekutuan kasih dan saling berbagi. Allah Tritunggal Mahakudus, Bapa, Putra dan Roh Kudus adalah satu komunitas, satu kesatuan. Ini haruslah menjadi dasar bagi persekutuan setiap orang yang percaya, bukan hanya sekedar model saja. Kedua, Allah Tritunggal Mahakudus adalah kasih yang sempurna.  Tidak ada kasih lain yang sempurna seperti kasih Tuhan Allah Tritunggal Mahakudus.

Doa: Tuhan Allah Tritunggal Mahakudus, semoga kami selalu berusaha untuk menjadi tanda dan pembawa cinta kasih kepada sesama yang lain. Amen

Renungan oleh Pater John. SDB

Katekese Liturgi Minggu Kedua Bulan Mei Dengan Topik LITURGI SABDA

Umum:
Bapak/Ibu/Saudara/i yg terkasih dalam Yesus Kristus, bulan Mei adalah Bulan Liturgi Nasional (disingkat BULINAS). Tahun 2013 ini, selama bulan Mei, setiap kali misa mingguan, 10-15 menit sebelumnya, akan diadakan katekese liturgi, khususnya tentang Tata Perayaan Ekaristi, sehingga seluruh umat dapat mengikuti perayaan Ekaristi dengan sadar, aktif dan berpartisipasi sesuai dengan fungsi dan peranannya.

Bulan Mei terdiri dari 4 minggu. Ada 4 topik yang akan dibahas, yakni: Pembukaan, Liturgi Sabda, Liturgi Ekaristi dan Penutupan.

Khusus:
Pada minggu kedua ini, topik katekese tentang LITURGI SABDA akan membahas Bacaan-Bacaan dalam perayaan Ekaristi sampai dengan Doa Umat sebagai tanggapannya.
� Perlu dimengerti bahwa menurut Konstitusi Liturgi artikel 7, Kristus hadir dalam perayaan Ekaristi melalui 4 cara, yakni:
1. Hadir dalam diri Umat yang berkumpul (Mat 18:20: dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu, disitulah Aku berada di antara mereka).
2. Hadir dalam diri pribadi Imam yang memimpin Misa atau perayaan sakramental (in persona Christi).
3. Hadir dalam rupa Ekaristi (roti dan anggur adalah tubuh dan darahNya).
4. Hadir dalam SabdaNya, sebab Ia sendiri bersabda ketika Kitab Suci dibacakan dalam gereja.

� Maka sikap yang tepat ketika Kitab Suci dibacakan adalah: DUDUK mendengarkan dengan khidmat. Kita bersikap seperti Maria yang duduk dengan tekun mendengarkan perkataan Yesus (Luk 10:39), bukan seperti Marta yang sibuk sendiri. Umat dianjurkan membaca Kitab Suci sebelum atau sesudah Misa, pada saat doa pribadi; sehingga pada saat Lektor/Imam membacakan Kitab Suci, kita menyimak dengan khidmat, tidak asyik membaca sendiri atau membolak-balik teks Kitab Suci.

� Pada saat Mazmur Tanggapan dinyanyikan, itu adalah ungkapan umat yang menanggapi Sabda Tuhan dalam bacaan pertama. Bait-baitnya dinyanyikan oleh solis dengan artikulasi dan ekspresi yang jelas, kemudian disambung dengan refrein yang dinyanyikan umat bersama-sama.

� Halleluia atau bait pengantar Injil adalah ungkapan kebersamaan umat yang menyiapkan diri menerima sabda Tuhan dalam Injil, yang akan dibacakan oleh Imam. Maka umat menyanyikannya sambil BERDIRI, sebagai sikap hormat yang tertinggi menyambut Kristus dalam pembacaan Injil. �Halleluia� artinya marilah kita memuji (hallelu) Allah (ya/yahwe), pada masa Adven & Puasa tidak diucapkan, karena untuk menciptakan suasana prihatin, sampai memuncak pada kemeriahan perayaan Natal atau Paskah.

� Injil (buku Evangeliarium) dibacakan secara istimewa oleh Imam/Diakon dengan menunjukkannya kepada umat. �Inilah Injil Yesus Kristus karangan...�, dijawab oleh umat �Dimuliakanlah Tuhan� dengan mantab. Kemudian umat membuat tanda salib kecil di dahi, di mulut dan di dada; sambil berdoa �SabdaMu kumasukkan ke dalam pikiranku, kuwartakan dengan mulutku, dan kuresapkan dalam hatiku�. Di akhir pembacaan Injil, imam/Diakon mengangkat Evangeliarium dan meneriakkan �Demikianlah Injil Tuhan�. Umat menjawab �Terpujilah Kristus�. Aklamasi sesudah Injil ini ada beberapa alternatif, bisa dipakai kapan saja.

� Homili adalah penjelasan ketiga bacaan yang sudah dibacakan, untuk memahami karya penyelamatan Allah yang terjadi sejak jaman perjanjian lama sampai perjanjian baru dan terpenuhi dalam diri Yesus Kristus. Homili juga dimaksudkan untuk membantu umat menghayati sabda Allah dan menemukan kaitan penyelamatan Allah yang terjadi sampai saat ini. Oleh karena itu sikap yang tepat selama Homili adalah DUDUK mendengarkan dengan khidmat dan mencoba menerapkannya dalam hidup sehari-hari. Umat tidak dibenarkan untuk mengobrol, sibuk sendiri, main game/SMS, atau bahkan tertidur. Selama homili ini diyakini bahwa Imam bertindak �in persona Christi�, di balik Imam ada Kristus sendiri.

� Sesudah merenungkan Homili, umat BERDIRI untuk mengungkapkan iman kepercayaannya kepada Allah Tritunggal dan Gereja katolik universal, dengan rumus Syahadat Singkat (Para Rasul) atau Syahadat Panjang (Nicea-Konstantinopel). Pada saat diucapkan rumusan �dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh perawan Maria�, seluruh umat MEMBUNGKUK (Sikap hormat ini sebagai tanda keyakinan iman, bahwa Yesus itu benar-benar Allah yang Kudus, yang lahir ke dunia melalui rahim bunda Maria yang tetap perawan). Khusus pada misa Hari Raya Natal, rumusan ini diucapkan sambil BERLUTUT, untuk lebih menunjukkan keyakinan iman terhadap Yesus yang lahir di malam Natal itu.

� Doa Umat dilambungkan oleh petugas dan dijawab secara aklamasi oleh seluruh umat. Sikap selama doa umat ini adalah BERDIRI, untuk menunjukkan seruan kebersamaan seluruh Umat kepada Allah Bapa, penyelenggara kehidupan dan penguasa alam semesta. Pada hari besar, Doa Umat bisa dinyanyikan dan Umat menjawabnya dengan nyanyian pula �Marilah kita mohon�, dijawab �Kabulkanlah doa kami ya Tuhan�. Bila ada rumusan jawaban yang berbeda, akan dilatihkan terlebih dulu sebelum menyebutkan doa umat. Cara menyanyikan doa Umat ini ada berbagai alternatif, terdapat dalam buku TPE-2005 hal.37-41. Paduan suara dan Umat dianjurkan melatih semuanya. Doa Umat dilanjutkan dengan doa spontan dalam hati, dan ditutup kembali oleh Imam.

Sumber:
Bahan Katekese Liturgi di Paroki St. Herkulanus Depok.

Sunday, May 19, 2013

Kerendahan Hati

O Yesusku, tidak ada suatu pun yang lebih baik jiwa daripada kerendahan hati. Dalam kerendahan hatilah terletak rahasia kebahagiaan, yakni ketika jiwa mengetahui bahwa dirinya sendiri, ia hanyalah kepapaan dan kehampaan, dan bahwa apa pun juga harta yang ia miliki semua itu adalah anugerah dari Allah.

Ketika suatu jiwa menyadari bahwa segala sesuatu diberikan kepadanya secara cuma-cuma dan bahwa satu-satunya hal yang ia miliki adalah kepapaannya sendiri, pada saat itulah ia diteguhkan dalam sembah sujud lestari yang ia lakukan dengan rendah hati dihadapan keagungan Allah. Dan melihat jiwa dalam sikap yang seperti itu Allah semakin melimpahinya dengan rahmat-Nya.

Ketika jiwa terus-menerus membenamkan diri semakin dalam didalam jurang kehampaan dan kepapaanya, Allah menggunakan kemahakuasaan-Nya untuk meninggikannya. Kalau ada jiwa yang sungguh-sungguh berbahagia di dunia ini maka ini hanyalah mungkin kalau jiwa itu sungguh rendah hati. Mula-mula, cinta diri akan sangat menderita, tetapi sesudah jiwanya berjuang dengan gigih, Allah akan memberikannya banyak terang, dan dengan terang itu dapat melihat betapa segala sesuatu itu tak bernilai dan penuh dengan tipu daya. Hanya Allah yang ada didalam hati.

Suatu jiwa yang rendah hati tidak akan mengandalkan dirinya sendiri, tetapi menaruh seluruh harapannya pada Allah. Allah membela jiwa yang rendah hati dan berkenan masuk ke dalam relung hatinya, dan jiwa itu akan menikmati kebahagiaan yang tiada taranya, yang tida dapat dipahami oleh seorang pun. [Buku Harian Santa Faustina, No. 593]

"Beati pauperes spiritu"--"Berbahagialah mereka yang rendah hati."

Tuesday, May 14, 2013

Kesaksian Katolik - Dari Islam Ke Katolik


Kisah Daniel Ali - mewartakan Kristus yang tersalib

Pada tahun 1959 saya dilahirkan dalam sebuah keluarga Muslim di Kurdistan di Irak utara. Saya adalah anak kelima dari sebuah keluarga besar. Budaya Arab dan agama Islam adalah pengaruh yang amat dominan, yang menaungi tiga negara di Irak, namun negara yang terbesar adalah Kurdistan. Saya memulai belajar secara formal bahasa Arab pada saat usia saya menginjak dua belas tahun. Seiring berjalannya waktu, pada saat saya berusia enam belas tahun, saya menulis puisi dalam bahasa Arab, yang beberapa di antaranya telah diterbitkan pada awal tahun 1976.

Kegiatan politik saya, di oposisi Kurdistan untuk melawan Saddam Hussein, sebagian besar terjadi di Irak. Saddam Hussein, dari salah satu begitu banyaknya invasi kepada masyarakat Kurdi, adalah memindah secara paksa masyarakat dari kampung halaman mereka, mengusir mereka ke negara bagian lain, dan untuk merampas sekaligus dan mengamankan kekuasaannya atas ladang minyak di Kurdi. Sehingga mulai tahun 1975, upaya aktif saya adalah untuk membebaskan orang-orang Kurdi dengan menyatukan mereka secara politis.

Dan untuk ini, saya telah mengalami begitu banyak penderitaan di penjara dan juga telah disiksa beberapa kali oleh Saddam. Dengan menutup pertemuan saya dengan ��kematian�, hal ini bisa dipandang sebagai  sebuah �keberuntungan" karena pada saat itu beberapa tentara telah menyerang Kurdistan dan menghabisi nyawa beberapa rekan saya. Telah berkali-kali Tuhan menyelamatkan hidup saya, dari kematian yang tampaknya datang begitu dekat melalui keputusan hakim, pada sebuah bom kimia yang jatuh seperti hujan di Kurdistan. Namun, saya tetap tidak menyadari bahwa itu adalah pertolongan dari tangan Tuhan.

Di kemudian hari, saya terus menerus memperjuangkan hak kebebasan di negara saya, saya sering menghabiskan beberapa bulan di pegunungan, dengan didampingi hawa dingin, rasa lapar, ketakutan yang begitu mendera, dan beberapa kolega saya yang merasa telah ditinggalkan oleh bangsa-bangsa di dunia. Lalu pada tahun 1988, saya melihat didepan mata saya, teman-teman yang begitu saya cintai mati menggenaskan dalam serangan bom kimia di kota Halabja. Saya mulai memahami kelemahan dari setiap orang karena dosa-dosanya dengan keputusasaan hidup tanpa naungan Tuhan.

Ketertarikan awal saya pada Iman Kristiani
Sejak awal hidup saya, hati saya begitu tertarik pada cara hidup orang Kristen, terutama dari kenangan saya yang paling awal dari tetangga Kristen saya, banyak hal dari mereka yang telah memberikan sebuah contoh yang indah dari kasih Kristus. Mengingat mereka, telah meninggalkan saya, maka saya sadar sebuah relasi nyata bahwa Allah telah memanggil saya, bahkan sejak masa kecil saya.

Suatu hari, seorang Katolik Armenia memberikan kepada saya sebuah buku tentang para martir dari Gereja awal. Saya membacanya dan terinspirasi untuk membela secara hidup dan mati kebebasan teman-teman saya di Kurdistan. Saya mempunyai kebiasaan senang membaca, selama masa mudaku dengan membaca secara luas ilmu teologi, filsafat, dan sejarah. Karena hal tersebut, saya telah menjadi seorang yang fasih dalam berbahasa Inggris yang juga dipengaruhi dengan membaca karangan Voltaire, Hegel, dan Dickens, dan beberapa nama terkenal lainnya.

Akhirnya saya melanjutkan studi saya pada iman Kristen kepada Santo Thomas Aquinas. Dengan investigasi yang konsisten dan perbandingan teologi antara Islam dan Kristen, saya mulai mengenali kebenaran agama Kristen pada awal tahun 1982. Tapi hal ini hanya pengakuan secara intelektual saja. Saya hanya mengakui bahwa Yesus adalah seorang Mesias, namun saya tidak mengenal Ia secara pribadi.

Beberapa saat setelah Perang Teluk Persia, saya menikah dengan Sara, seorang Kristen dari Amerika, lalu saya mengatakan kepada istri saya, bahwa saya percaya Yesus adalah Mesias. Namun dia sama sekali tidak mempunyai niat apapun untuk mengubah saya menjadi seorang Kristen. Saya melakukan hal ini dengan fakta bahwa saya mengakui dan percaya sepenuhnya bahwa Yesus adalah seorang Mesias.

Muslim memahami istilah-istilah ini dengan perbedaan yang signifikan dari cara Kristen memahami mereka. Istri saya tahu bahwa hal ini adalah kesepakatan serius dan tidak main-main, kami telah bertahan selama dua tahun kedepan, dari semua badai yang menggeluti hubungan pernikahan kami yang berbeda budaya dan agama. Melalui banyak argumen dan ketidaksepakatan yang pahit, saya perlahan-lahan mulai melihat bahwa Sara terus memaafkanku, mencintai saya, dan ingin saya menjadi diri saya sendiri.

Lalu tanpa sepengetahuan istri saya, saya mulai menyadari bahwa istri saya adalah kesaksian hidup nyata dari Pribadi Kristus dalam perjuangan pernikahan kita. Pada akhirnya, saya mulai bangun pada malam hari untuk membaca Kitab Perjanjian Baru secara diam-diam. Hal ini semakin mendekatkan kepada Tuhan, karena saya telah bertemu dengan-Nya didalam SabdaNya yang kudus, Alkitab.

Di kemudian hari, kami berangkat ke Amerika Serikat pada awal tahun 1993 untuk melanjutkan usaha kecil Sara, yang telah berjalan pada saat itu. Dan saat itu juga, saya telah menyisihkan sebagian besar hidup saya untuk mempelajari Teologi Islam dan Kekristenan. Observasi ini membawa saya pada sebuah perjalanan, yang akhirnya telah membawa saya kepada Yesus Kristus, yang saya akui secara intelektual sebagai seorang Mesias. Namun pada saat itu, bagaimanapun juga saya belum membuat komitmen untuk segera di Baptis.

Baptisan, Konversi, dan Gereja Katolik
Suatu hari saya didekati oleh dokter gigi saya, Doktor Blevins, yang berdoa bersama dengan saya yang pada akhirnya membawa iman saya kepada Kristus selama musim panas tahun 1995. Saya kemudian dibaptis didalam Kristus pada tanggal 17 September 1995. Dan mulai hari itu semua yang ada didalam hidup saya berubah.

Saya segera memberitahu teman-teman Muslim saya, dengan menceritakan mengapa saya menjadi seorang Kristen dan ini merupakan sebuah upaya besar untuk menginjili mereka. Saya mempelajari Alkitab dan saya sudah mulai bisa mengutip beberapa bab dan ayat, dan mulai bersaksi kepada semua orang yang mau mendengarkan. Banyak memang yang mendengarkan, dan benar, beberapa orang mulai tertarik kepada Kristus dan Alkitab.

Saya sadar, bahwa saya saat ini saya telah memiliki apa yang diperlukan oleh bangsa saya, dan juga kepada orang Muslim seluruh dunia. Saya punya Injil, dan tidak ada seorang pun yang bisa mencegah saya untuk mewartakan Firman Tuhan.

Beberapa tahun ke depan atau lebih, saya telah membaca selama berjam-jam setiap hari, menyaksikan ratusan orang yang datang ke tempat kerja saya, yang menemukan saya bahwa saya memiliki karunia untuk membawa orang kepada iman didalam Kristus dan untuk menguatkan kembali Iman mereka. Dalam pekerjaan kecil saya ini, di lingkungan saya, di antara orang asing dan teman-teman saya, saya tidak menemukan apa-apa lagi selain Yesus Kristus.

Sekarang, pertobatan saya telah menginjak umur 8 tahun. Dalam rentang waktu tersebut, Tuhan telah menggunakan saya sebagai saksiNya untuk membawa banyak orang kepada-Nya, beberapa dari mereka Muslim, beberapa dari mereka ada orang murtad, adapula seorang dari mereka yang Atheis. "Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus." (Markus 8:38)

Segera setelah pembaptisan saya, Sara dan saya memulai studi Alkitab dalam ruang lingkup lingkungan, dan setiap orang dari berbagai denominasi bisa datang. Suatu saat, pada saat kami sedang studi Alkitab, datanglah seorang bocah (tetangga saya) berumur sembilan tahun, namanya adalah Joe Sobran, yang membacakan kepada kami, pertanyaan dan jawaban dari Katekismus Baltimore. Sara dan saya sempat terkejut, pada beberapa pertanyaan unik yang juga disambut dengan sebuah jawaban sederhana dan begitu mendalam darisetiap bab.

Si Joe kecil pun tidak menyerah, ia bertanya kepada kami, mengapa tidak menjadi seorang Katolik saja. Dia berjanji akan menanam setiap benih, setiap kali ia berbicara kepada kami berkaitan dengan iman Katolik.

Suatu malam, Sara dan saya sedang menonton televisi,  dan saa itu ada siaran Misa disebuah stasius televisi yang bernama EWTN, dan tepat sekali, pada momen saat itu yaitu konsekrasi. Ketika Immam itu mengangkat Hosti. Kami terkejut karena hormat yang begitu indah dari umat kepada Yesus. Dan kemudian imam mengangkat piala, yang juga merupakan sebuah keindahan bagi kami. Keindahan dari jubah Imam, menunjukkan kepada saya sebuah arti, bahwa hanya yang terbaiklah yang bisa kita berikan kepada Allah. Sara dan saya tiba-tiba mengerti bahwa keindahan dalam Gereja Katolik berada di sana karena itu benar-benar Rumah Tuhan.

Pada tahun 1996, Sara dan saya diperkenalkan dengan teolog Katolik bernama Pastor William G. Most, yang juga mengajarkan kami berdua, teologi Katolik. Dia dengan murah hati memberikan waktu setiap hari Minggu selama satu tahun setengah, untuk membawa kami berdua kedalam Gereja Katolik. Kami diterima ke dalam Gereja Katolik pada tanggal 13 Juli 1998 dengan sebuah Misa khusus.

Pastor William kemudian meninggal pada bulan Januari tahun 1999. Hal itu bagi saya adalah sebuah berkat kekal, dimana dengan duduk di kakinya dan belajar iman Katolik, mendorong saya untuk berbuat sesuatu di mana Kristen dan Muslim bisa berdialog.

Setelah kematiannya, saya terus melanjutkan misi hidup saya untuk mencapai Muslim. Dan misi ini berbuah kesuksesan namun dengan urgensi yang baru, setelah peristiwa mengerikan pada tanggal 11 September 2001. Ini jelas menjadi menjadi sebuah pilihan bagi banyak orang, bahwa Muslim dengan begitu agresif akan "menginjili" Barat melalui berbagai bentuk jihad mereka, atau kita yang akan menginjili mereka dengan Kabar Baik Yesus Kristus.

Saya telah meminta untuk berbicara beberapa kali sejak tragedi itu. Pembicaraan ini berbicara tentang realitas Islam, strategi mereka untuk mengubah kita menjadi Islam, dan apa yang bisa kita lakukan untuk mendengar dan menerima mereka dalam pangkuan Gereja.

Di masa lalu, orang-orang Kristen telah tergantung pada Alkitab untuk menginjili umat Islam. Namun strategi ini telah diketahui secara pasti oleh kaum Muslim. Karena mereka percaya bahwa orang Kristen dan Yahudi telah merusak Alkitab. Namun sebaliknya! Kita harus mengembangkan bukan sebuah metode untuk menjangkau umat Islam dengan menggunakan sumber mereka, seperti Al-Qur'an dan berbagai tradisi tentang Muhammad. Namun semua dari kita di Barat harus belajar sekarang, untuk belajar bagaimana, melibatkan agama dan budaya yang sama sekali asing bagi budaya Yahudi-Kristen.

Peristiwa ini menyerukan kepada kita sebuah strategi baru. Semoga Tuhan membimbing dan memberdayakan kita untuk tugas ini dengan kuasa Roh Kudus dan kasih karunia Putra-Nya, Tuhan kita Yesus Kristus.

Tambahan: Berikut sebuah kesaksian hidup pertobatan seorang Islam menjadi Katolik, disini kita belajar bahwa rahmat Allah tidak hanya ada terus menerus didalam Gereja Katolik, namun rahmat Allah ada didalam hati nurani setiap orang, sehingga memampukan setiap orang untuk menemukan Allah benar didalam Yesus Kristus dan juga Gereja para Rasul, Gereja Katolik. Sehingga kini kita diajak mengerti bahwa kita harus membedakan antara rahmat dan keselamatan, Gereja Katolik mengakui bahwa di luar Gereja Katolik ada rahmat Allah yang bila ditanggapi �ya� oleh manusia akan membawa mereka ke dalam Gereja Katolik sehingga beroleh keselamatan.

Dogma Di Luar Gereja Tidak Ada Keselamatan (Extra Ecclesiam Nulla Salus) sama sekali tidak menyangkal adanya rahmat Allah di luar Gereja. Kalau tidak ada rahmat di luar Gereja; tidak mungkin Scott Hahn (eks Protestan), Kardinal Manning (eks Anglikan) dan Daniel Ali (Islam) mau pulang ke pangkuan Bunda Gereja yang kudus ini. Sekian dari kesaksian ini, semoga bermanfaat.

Dominus illuminatio mea!

Monday, May 13, 2013

Kisah Heroik 813 Martir Otranto

Pada hari Minggu 12 Mei Paus Fransiskus memimpin Misa untuk kanonisasi 813 Martir Otranto; Beata Laura di Santa Caterina da Siena, perawan dan pendiri Kongregasi Misionaris Maria Imakulata, Beata Maria Guadalupe Garcia Zavala, pendiri Kongregasi Abdi St Margaret Mary (Alacoque). Pengumuman kanonisasi itu dibuat pada konsistori pada tanggal 11 Februari - konsistori bersejarah karena di saat bersamaan ada pengumuman dari Benediktus XVI bahwa ia akan mengundurkan diri dari Tahkta Kepausan.




Gambar diatas adalah Katedral Keuskupan Agung Otranto di wilayah Puglia, Italia. Nama Katedral ini adalah Katedral Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga. Di belakang altar dan tabernakel, nampak tengkorak dan tulang belulang sebagian dari 813 Martir Otranto, yang disusun sedemikian rupa di balik jendela kaca tembus pandang. Lalu bagaimana kisah heroik 813 Martir Otranto ini? Berikut kisahnya yang dapat pula diakses di blog ICCT 

Awal kisah, kita telah melihat bagaimana Islam sebagai kekuatan agama, politik dan militer telah menduduki 2/3 wilayah Kristen dan menundukkan 3/5 Patriarchate. Pada tanggal 29 Mei 1453, Constantinople jatuh ke tangan mereka. Sekarang hanya tinggal satu Patriarchate, Roma, Sang Kepala Kekristenan. Dan tentu itu menjadi tujuan mereka.

Penaklukkan Constantinople dilakukan oleh Sultan Mehmet II El-Fatih (The Conqueror). Setelah kejatuhan kota Kristen yang megah ini, Eropa terbuka lebar bagi tentara Turki Islam. Mereka meringsek ke jantung Eropa. Meski berhasil dihalau dari Belgrade oleh Hungaria, tentara Turki Islam ini mendapatkan Serbia. Beberapa perang di semenanjung Balkan terjadi. Sultan Mehmet dikalahkan oleh Raja Moldavia Stephen The Great pada Pertempuran Vaslui, 1475. Tetapi sang sultan berhasil menang atas tentara Moldavia setahun kemudian pada Pertempuran Valea Alba. Sekarang target sultan adalah Wallachia. Ambisi ini ditahan oleh Pangeran Wallachia yang terkenal, Vlad III Tepes, atau Vlad the Impaler, atau mungkin lebih terkenal dengan Vlad Dracula. Sultan ini berhenti sejenak dan memikirkan taktik lain.

Sultan Mehmet yang sedang memimpin pengepungan kota Konstantinopel
Sultan Mehmet II, selain menggunakan gelar El-Fatih, menggunakan gelar Kayser-i Rum (Caesar of Rome) dengan alasan telah menduduki Constantinople (New Rome) dan dirinya sendiri adalah keturunan Theodora Kantakouzenos (adik Kaisar John VI Kantakouzenos) yang dinikahkan dengan Sultan Orhan I (1326-59). Sultan Mehmet kini ingin menguasai Roma sendiri.

Target kali ini adalah kota pelabuhan Brindisi, di Puglia (Apulia). Komandan tentara Turki, Pasha Ahmed berencana menguasai Brindisi lalu langsung menyerang Roma sementara bala bantuan Turki akan datang dan mengamankan laju ekspansi mereka. Rencana ini bagus karena Venesia tidak menghalani karena sedang terikat perjanjian damai dengan Sultan Mehmet II sejak 1479. Namun rupanya angin Laut Adriatik tidak mendukung. Mereka harus mendarat di Roca, dekat kota Otranto. Di sinilah kisah heroik kita yang tidak dikira akan dimulai.

Otranto adalah kota di pesisir timur Semenanjung Salento, �tumit� dari �sepatu boot� Italia. Pada zaman itu, sekitar 1480, Otranto diperintah oleh Naples/Aragon. Bagi mereka yang faham sejarah akan mengetahui bahwa Aragon akan berkaitan dengan Spanyol dan memang benar, bahkan Otranto akan menyumbang andil terhadap Inkuisisi Spanyol. Saya akan membahasnya terpisah. Sebuah fakta sejarah yang menarik adalah Katedral Otranto adalah tempat pemberkatan 12.000 Tentara Salib Pertama (1095-9) yang dipimpin oleh Bohemond of Taranto. Kota ini rupanya sudah akrab dengan Perang Salib. Tak lama lagi mereka akan bertemu dengan Salib mereka.

Pada 29 Juli 1480, armada Turki tampak di kaki langit. Dengan kekuatan 18.000 pasukan, 90 galley, 15 kapal galleas bersenjata berat, dan 48 galliot, Turki beringsut menuju Otranto, yang hanya dijaga oleh 400 pasukan di bawah pimpinan Count Francesco Largo. Otranto tidak dilengkapi dengan meriam. Count Largo mengirim utusan ke Utara untuk memperingati bahaya Turki ini. Penduduk Otranto teringat akan kisah Penjarahan Constantinople 1453 di mana ketika kota berhasil ditembus, tentara Turki masuk dan mendapati penduduk sedang berkumpul berdoa di Hagia Sophia, Gereja Orthodox terbesar. Para imam, bayi dan manula dibunuh. Wanita diambil oleh tentara. Sisanya dijual sebagai budak. Untuk Otranto, Pasha Ahmed menawarkan sebuah kemurahan: Bila menyerah, penduduk Otranto akan dilepaskan. 

Jawaban Otranto melambangkan keteguhan hati. Kepada utusan Turki pertama, Count menolak menyerah. Utusan kedua menemui panah ketika berusaha menuju kota. Bahkan sang Count memanjat tembok kota dan melempar kunci gerbang kota ke laut. Rupanya tekat penduduk telah bulat. Orang Kristen tidak akan menyerah kepada orang Islam.

Tekad prajurit penjaga kota rupanya berbeda dengan tekat penduduk. Prajurit melarikan diri dengan memanjat tembok kota. Dari 400 prajurit, kini tersisa 50 orang saja. Penduduk Otranto dikhianati oleh penjaga mereka sendiri. Untungnya, kunci kota telah dibuang ke laut sehingga pilihan menyerah telah dicoret. Dengan begini, penduduk Otranto akan menerima hadiah yang lebih besar.

Tentara Turki menyerang dengan meriam dan serdadu sementara penduduk berusaha menahan mereka dengan menumpahkan minyak panas, air mendidih, batu, patung, dan perabot rumah tangga dari atas tembok. Usaha mereka bertahan 2 minggu sampai pada tanggal 12 Agustus 1480, tembok kota Otranto bobol. Tentara Turki dengan mudahnya menguasai kota yang hanya dipertahankan oleh 50 tentara Neapolitan ditambah dengan penduduk yag tidak terlatih dan kelelahan. Tentara Turki bergerak menuju ke Katedral Otranto dan menukan pemandangan lazim seperti di Hagia Sophia.

Seluruh penduduk Otranto telah berkumpul di Katedral. Di antara mereka ada Uskup Agung Stefano Agricola, Uskup Stephen Pendinelli dan Count Largo. Tentara Turki menuntut Uskup Agung untuk melempar salibnya, menolak iman Kristen dan memeluk Islam. Sang Uskup Agung lebih takut terhadap Tuhannya. Dia lalu dipenggal. Uskup Pendinelli dan Count Laro juga menolak. Mereka digergaji hingga wafat. Semua imam dibunuh. Semua penduduk berumur di atas 50 tahun dibantai. Wanita dan anak berumur di bawah 15 tahun dikirim sebagai budak di Albania. Sisanya akan menunggu putusan Pasha Ahmed. Semua ornamen Kristen dilepas dan Katedral yang indah diubah menjadi istal.

Pasha Ahmed mengumpulkan penduduk yang tersisa, sekitar 813 orang. Kepada mereka, dia menawarkan pilihan mati atau memeluk Islam. Bahkan lewat seorang pastor yang murtad, Giovanni, Pasha Ahmed menawarkan imbalan bagi mereka yang memilih masuk Islam. Ada satu orang dari 813 orang itu yang berdiri. Dia adalah seorang penjahit bernama Antonio Primaldi (atau Antonio Pezzulla). Dia berkata:

Saudara-saudaraku, hingga hari ini kita telah bertarung mempertahankan negri kita, untuk menyelamatkan nyawa kita dan demi tuan-tuan kita. Sekarang saatnya kita bertarung untuk menyelamatkan jiwa kita demi Tuhan kita, yang telah wafat di Salib demi kita. Adalah hal yang baik, bila kita juga mati demi Ia, berdiri dengan teguh dan mantap dalam iman, serta dengan kematian di dunia ini, kita akan memenagkan kehidupan kekal dan kemuliaan para martir
Seluruh penduduk yang tersisa menetapkan keputusaan mereka: mati demi Kristus. Keesokan harinya 14 Agustus 1480, ke-813 orang ini dibawa ke Bukit Minerva. Primaldi merupakan orang pertama yang dipenggal. Tubuhnya sementara tidak berkepala tegap berdiri dan tidak dapat digeser selama eksekusi berlangsung. Terkejut dengan mukjizat ini, salah satu penjagal bertobat dan dibunuh di tempat. Nama orang beruntung ini adalah Berlabei. Demikianlah 813 penduduk Otranto menemui kejayaan mereka sebagai martir. Nampaknya oleh dunia mereka diabaikan karena menemui nasib tragis, namun kisah mereka akan terus diingat sebagai tanda cinta kepada Tuhan Yesus dan mereka akan menerima kemuliaan Surgawi yang jauh lebih baik dari pada pilihan Giovanni. 

Tubuh Santo Antonio Primaldo yang masih tetap berdiri, meski kepalanya sudah dipenggal
Mari kita lihat apa yang terjadi setelah penjagalan Otranto dan betapa pilihan heroik mereka telah menyelamatkan seluruh Gereja. Paus Sixtus IV mendapatkan peringatan dari utusan yang dikirm dari Otranto. Dengan segera dia mengumpulkan pasukan dari Hungaria, Prancis dan beberapa bagian Italia. Venesia menolak karena masih terikat dengan perjanjian damai. Sekarang dengan waktu 2 minggu yang dibeli dengan nyawa 813 orang, Italia membangun pertahanan yang memadai untuk menahan gempuran Turki. Pada musim semi 1481, Pasha Ahmed mundur dari Semenanjung Italia, meninggalkan benteng Otranto yang dikawal oleh tentara Turki. Otranto sendiri berhasil direbut lagi pada September 1481.

Sesuatu yang besar terjadi di Gebze, pusat komando Turki. Sultan Mehmet II meninggal tiba-tiba di umur 49 tahun pada 3 Mei 1481. Kemungkinan dia diracuni oleh Venesia. Sekarang terjadi perebutan kekuasaan oleh Bayezid II dengan Cam. Pasha Ahmed tidak disukai oleh Bayezid, dipanggil ke Constantinople dan dipenjara. Sang jendral kemudian dihukum mati pada 18 November 1482 di Adrianople. Impian Turki menguasai Italia sirna bersama Pasha Ahmed.

Kisah heroik Otranto tidak terlupakan. Tulang-tulang mereka digali ketika kota itu direbut kembali. Tulang-tulang ini disimpan sebagai relik di Katedral baru yang dibangun di atas reruntuhan Katedral lama. Beberapa tulang dikirim ke Gereja Santa Caterina in Formello di Naples. Pada 5 Oktober 1980, Paus Yohanes Paulus II mengunjungi Otranto dan mempersembahkan Misa menghormati para martir ini. Pada Juli 2006, Paus Benediktus XVI menerbitkan pernyataan resmi bahwa 813 orang Otranto dibunuh karena kebencian atas iman Kristen (hatred for The Faith, in odium fidei) dan mengakui dengan resmi bahwa mereka adalah martir. Paus Yohanes Paulus II tersentuh dengan kisah 813 martir ini dan teringat akan nasib sengsara orang Kristen yang hidup di tanah Islam. Marilah kita dengan berani dan gembira memanggul Salib kita. Hidup Kristus Raja.