Latest News

Wednesday, January 29, 2014

Gelar Patriark Barat-Paus Roma


Dalam membahas gelar �Patriarkh Barat�, perlu ditelaah kembali beberapa latar belakang historis yang berhubungan dengan primasi dan supremasi yang ada didalam diri seorang Paus, sebagai suksesor rasul Petrus. Sehubungan dengan otoritas Paus yang dipandang lebih tinggi daripada seluruh Uskup, meski Paus juga seorang Uskup Agung dari Keuskupan Agung Roma. Namun, tetaplah Paus memiliki otoritas yang unik dan tidak dimiliki oleh Uskup lainnya. Paus dalam segala tetek bengeknya memiliki beberapa gelar: Uskup Roma, Wakil Yesus Kristus, Suksesor Santo Petrus-Sang Pangeran para Rasul, Imam Agung Gereja Universal, Patriarkh Barat, Primat Italia, Uskup Agung Metropolit Provinsi Roma, Pemegang kedaulatan Negara Vatikan, Hamba dari Hamba Allah.

Gelar Patriarkh Barat ini muncul dalam dokumen-dokumen sepanjang sejarah. Gelar ini memberikan fakta bahwa Gereja perdana mengakui suatu kepemimpinan tertentu di antara para Uskup dari lima kota paling bergengsi di wilayah mediterania kuno; Roma, Antiokhia, Alexandria, Konstantinopel (salah satu kota dengan para Uskup Byzantine yang berusaha setengah mati untuk merebut urutan nomor dua setelah Roma) dan Yerusalem. Gelar ini diresmikan oleh Paus Theodorus I (642-649) saat Kekaisaran Romawi terbagi menjadi dua yaitu Roma di barat dan Konstantinopel di timur. Namun kisah dari gelar ini pupus saat Paus Benediktus XVI menanggalkannya pada bulan Februari 2006. Tindakan sri Paus dalam menanggalkan gelar ini memunculkan reaksi panas dari kalangan umat, kebingungan bahkan kekhawatiran.

Annuario Pontificio, buku tahunan resmi Vatikan, pada edisi terbarunya tahun 2006 silam, tidak lagi menyebutkan gelar Patriarkh Barat kepada Paus Benediktus XVI yang kala itu baru saja menjabat sebagai seorang Paus. Tindakan yang terbilang ekstrim ini dilakukan oleh Paus Benediktus bukanlah tanpa alasan, Paus Benediktus XVI yang kabarnya membuat keputusan sendiri untuk melepas gelar ini, berharap untuk menghilangkan konsep pemikiran bahwa Takhta Suci yang menggambarkan kemuliaan Gereja Barat maka seolah-olah terpisah dari Gereja Timur entah dalam tradisi ataupun hal lainnya. Gelar yang muncul secara tradisional sebelum �Primat Italia� yang jarang sekali digunakan setelah Skisma Besar 1054, ketika Gereja-gereja Orthodoks memisahkan diri dari Takhta Suci, ini sempat menghadapi beberapa rintangan. Beberapa teolog Katolik seperti Kardinal Yves Congar�berpendapat bahwa istilah �Patriarkh Barat� tidak memiliki dasar sejarah dan teologi yang jelas. Ini diperkenalkan kepada Nomenklatur Kepausan pada 1870 tepat pada saat Konsili Vatikan I.  "Menurut saya, Paus ingin menghilangkan sejenis komparasi dan sikapnya tersebut untuk merangsang lancarnya perjalanan ekumenis , " tandas Kardinal Silvestrini.

Paus Benediktus memilih untuk menghapus gelar ini pada saat diskusi ekumenis dengan Gereja-gereja Ortodoks untuk menekankan pelayanan Uskup Roma kepada seluruh komunitas Kristen, sebagai fokus persatuan dalam Gereja universal. Gelar-gelar yang ada melekat pada Paus ini telah berkembang selama berabad-abad, sebutan yang berbeda ini mencerminkan kuasa Paus dan otoritas Apostolik. Istilah "Paus" pada awalnya tidak selalu digunakan secara eksklusif untuk Uskup Roma. Hal ini diterapkan bagi uskup lain sampai abad ke-11, hingga Paus Gregorius VII mengeluarkan perintah bahwa gelar �Paus� hanya dikenakan oleh penerus Santo Petrus.

Gelar pertama untuk Paus ialah, " Uskup Roma" yang merupakan tampilan asli seorang Paus, yang dipilih oleh para Kardinal. Selanjutnya yaitu gelar "Wakil Yesus Kristus" dan �Suksesor Santo Petrus-Sang Pangeran Para Rasul� yang secara eksplisit dan implisit menyatakan peran Petrus sebagai pemegang kunci Kerajaan Surga yang telah ditunjuk oleh Kristus sendiri untuk menggembalakan Gereja-Nya. Gelar ini mulai digunakan pada abad ke-5 dan ke-6.

Dimulai pada abad ke-12, Paus menyatakan diri memiliki kewenangan yang lebih besar atas para uskup lainnya. Gelar �Imam Agung Gereja Universal� diresmikan. Kedudukan Petrus sebagai �Primus Inter Pares�, yang pertama dari antara yang lain, bukanlah suatu yang asing dari pewartaan Perjanjian Baru. Dia adalah pribadi yang mewakili Gereja menyatakan iman akan Yesus sebagai Putra Allah sehingga kemudian Petrus ditetapkan sebagai batu karang Gereja (bdk. Mat 16:13-20). Pilihan akan Petrus bukanlah karya manusia, melainkan buah rahmat ilahi, yang akannya manusia bisa taat. (Paus Benediktus XVI)

Gelar "Primat Italia�, " Uskup Agung Metropolit Provinsi Roma" dan "Pemegang Kedaulatan Negara Vatikan" adalah referensi otoritas hukum dan kanonik Paus seperti yang didefinisikan oleh hukum Gereja dan Perjanjian Lateran tahun 1929. Gelar terakhir yaitu, "Hamba dari Hamba Allah" menjadi penutup dari keseluruhan gelar Paus yang sangat jelas memberikan realitas bahwa Paus adalah seorang hamba. Sama seperti manusia biasa dengan segala sifat baik dan jahat, nafsu seksual dan dosa.


Dengan demikian, yang perlu digarisbawahi ialah, dengan melepas gelar Patriarkh Barat, Paus Benediktus XVI bukan seolah-olah takut bahwa gereja-gereja yang berada diluar Gereja Katolik tidak akan kembali ke rumah mereka, persatuan gereja-gereja itu pasti terjadi sesuai dengan doa Yesus sendiri, �Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, didalam Aku dan Aku didalam Engkau, agar mereka juga didalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.� (Yoh 17:21). Sehingga, setiap orang Katolik terpanggil untuk membawa mereka semua pulang ke pangkuan Bunda Gereja melalui doa, dengan menjadi saudara mereka--bersaudara sebagai murid-murid Kristus.

Dominus illuminatio mea!
Vivit Dominus in cuius conspectu sto.

Monday, January 27, 2014

Lectionarium dan Tahun Liturgi, Bagaimana Katolik Membaca Kitab Suci

Mengapakah seorang Katolik yang ingin memperdalam pemahamannya akan Kitab Suci mengambil bahan bacaan dari tahun liturgi? Jawabnya sederhana: tahun liturgi tidak hanya semata-mata mengenai warna busana liturgi, abu dan palma, poinsettia Natal dan lili Paskah. Tahun liturgi adalah �konteks resmi� di mana umat Katolik mendengarkan Kitab Suci yang diwartakan, dan kontkes ini penting bagi pemahaman kita akan Kitab Suci. Sebagian besar benua mengalami empat macam musim: musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. Saya menyukai variasi musim-musim itu. Kelimpahan dan keanekaragaman alam yang mengagumkan memenuhi saya dengan ketakjuban akan keindahan dan keelokan alam sang Pencipta.

Tahun liturgi juga mempunyai masa-masanya: Masa Adven / Natal (termasuk Adven, Hari Raya Natal dan pesta-pesta sepanjang Masa Natal hingga Pesta Pembaptisan Tuhan) dan Masa Prapaskah / Paskah (Masa Prapaskah, Hari Raya Paskah dan kelimapuluh hari hingga Hari Raya Pentakosta). Sepanjang masa-masa ini, kita membaca bacaan-bacaan yang dipilih dari Kitab Suci sehubungan dengan misteri-misteri agung iman kita.

Misteri Kristus begitu kaya dan beragam hingga satu gambaran atau satu pandangan saja tidak akan cukup. Sewaktu saya belajar liturgi di Perancis sepanjang tahun-tahun sesudah Konsili Vatican Kedua, saya mendapati banyak arca yang begitu indah. Saya terkenang akan bagaimana saya frustrasi dalam usaha menyampaikan keindahan karya seni tersebut kepada ibu saya di Kansas hanya dengan mengiriminya selembar kartu pos atau selembar foto. Tidaklah mungkin sebuah gambar datar dapat menangkap keindahan dari karya seni tiga dimensi. Seringkali hal terbaik yang dapat saya lakukan adalah mengitari patung dan mengambil gambarnya dari berbagai sudut pandang dan perspektif dan dengan cara demikian berusaha menangkap setidak-tidaknya sesuatu dari kekayaan pengalaman tersebut.

Masa-masa liturgi mempunyai tujuan yang sama dalam memperlihatkan kepenuhan misteri Kristus. Sepanjang rangkaian masa satu tahun, kita mengalami misteri ini dari berbagai sudut pandang dan dalam situasi-situasi yang berbeda. Dalam kata-kata Konsili Vatican Kedua: �Selama kurun waktu setahun, Gereja memaparkan seluruh misteri Kristus, dari Penjelmaan serta Kelahiran-Nya hingga Kenaikan-Nya, sampai hari Pentakosta dan sampai penantian kedatangan Tuhan yang bahagia dan penuh harapan� (Konstitusi tentang Liturgi Suci, #102).

Bacaan dari �.

Mendengarkan Kitab Suci pada waktu Misa merupakan suatu bentuk pengalaman yang lain dari mendalami Kitab Suci secara pribadi di rumah atau bersama kelompok. Ketika Kitab Suci diwartakan dalam liturgi, Kristus Sendiri hadir dengan suatu cara yang istimewa. Konstitusi tentang Liturgi Suci dari Konsili Vatican Kedua memaklumkan: �Ia hadir dalam Sabda-Nya, sebab Ia Sendiri bersabda bila Kitab Suci dibacakan dalam Gereja� (#7).

Para uskup Konsili Vatican Kedua tahu bahwa apabila mereka bermaksud memenuhi kerinduan mereka untuk �makin meningkatkan kehidupan Kristiani di antara umat beriman� (Konstitusi tentang Liturgi Suci, #1), mereka harus mengembalikan Kitab Suci ke tempat pusatnya dalam liturgi dan dalam kehidupan umat Katolik. Apabila kita hendak mengikuti Kristus, kita harus mengenal Kristus; agar mengenal Kristus, kita wajib mengenal Kitab Suci. Sepeti yang pernah dikatakan St Hieronimus, �Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus.�

Konsili mendekritkan: �Agar santapan Sabda Allah dihidangkan secara lebih melimpah kepada umat beriman, hendaklah khazanah harta Kitab Suci dibuka lebih lebar [dalam Ekaristi]� (Konstitusi tentang Liturgi Suci, #51). �Rancangan� untuk mencapai maksud ini tercantum dalam sebuah buku yang disebut lectionarium. Karena hari Minggu adalah �pangkal segala hari pesta� serta �dasar dan inti segenap tahun liturgi�(Konstitusi tentang Liturgi Suci, #106), maka ayat-ayat paling penting dari Kitab Suci disajikan dalam lectionarium hari Minggu. Lectionarium pada hari-hari lainnya melengkapi lectionarium hari Minggu.

Dalam kurun waktu satu tahun, bacaan-bacaan Kitab Suci untuk Misa dipilih dengan satu dari dua macam cara. Sepanjang masa-masa utama tahun liturgi (Masa Prapaskah / Masa Paskah dan Masa Adven / Masa Natal), ayat-ayat dipilih berdasarkan �tema�, yakni, hubungannya dengan suatu misteri tertentu iman kita. Pada hari-hari Minggu sisanya sepanjang tahun, yang disebut sebagai �Masa Biasa�, berbagai kitab-kitab dari Kitab Suci dibacakan kurang lebih dari awal hingga akhir selama beberapa minggu.

Konsili Vatican Kedua menetapkan bahwa lectionarium hendaknya disusun begitu rupa �sehingga dalam kurun waktu beberapa tahun bagian-bagian penting Kitab Suci dibacakan kepada umat.� Lectionarium hari Minggu mempergunakan lingkaran tiga tahun berdasarkan tiga Injil sinoptik (Matius, Markus dan Lukas menyajikan suatu �pandangan serupa�, syn-opsis dalam bahasa Yunani). Setiap tahun kita memfokuskan diri pada salah satu dari ketiga Injil ini: Matius dalam Tahun A, Markus dalam Tahun B, Lukas dalam Tahun C. Injil Yohanes dihadirkan teristimewa sepanjang masa-masa utama atau untuk menggarisbawahi doktrin-doktrin utama seperti Ekaristi.

Selain bacaan Injil, dalam setiap perayaan Ekaristi hari Minggu dibacakan dua bacaan lain. Bacaan pertama biasanya diambil dari Perjanjian Lama dan dipilih dalam terang tema Injil yang dibacakan pada hari Minggu itu. Bacaan Kedua diambil dari surat-surat Paulus atau salah satu dari tulisan-tulisan lain Perjanjian Baru. Seperti Injil, kitab-kitab ini dibacakan semi-berkesinambungan dan dipilih agar dalam kurun waktu satu lingkaran tiga tahun kita telah menikmati masing-masing dari kitab-kitab Perjanjian Baru. Sebagai misal, sepanjang hari-hari Minggu pada Masa Biasa dalam Tahun A kita membaca dari Korintus I (selama 7 hari Minggu berturut-turut), Roma (16 hari Minggu berikutnya), Filipi (4 hari Minggu) dan Tesalonika I (5 hari Minggu).

Merayakan Kristus di Tengah Kita

Natal adalah sekaligus awal dan akhir tahun Gereja. Pada Masa Natal kita merayakan Kristus yang datang di tengah-tengah kita dalam rupa manusia di Betlehem dan kita mengarahkan perhatian kita pada kedatangan Kristus dalam kemuliaan pada akhir zaman. Pada Masa Adven, empat minggu masa sukacita dan pengharapan rohani yang mendahului Natal, bacaan-bacaan dari Kitab Suci dipilih dalam terang tema ganda ini. Bacaan-bacaan Minggu Adven I mengenai kedatangan Kristus yang kedua kalinya pada akhir zaman. Pada Hari Minggu Adven II dan III, kita membaca kisah Yohanes Pembaptis. Pada hari-hari akhir Adven kita membaca mengenai peristiwa-peristiwa yang secara langsung berhubungan dengan persiapan kelahiran Tuhan (bab-bab pertama dari Injil Matius dan Injil Lukas).

Pada masa ini, bacaan-bacaan Perjanjian Lama adalah nubuat mengenai Mesias dan jaman mesianik, teristimewa ayat-ayat yang mengagumkan dan penuh pengharapan dari Kitab Yesaya: �bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang...� (2:4b); �Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama, dan seorang anak kecil akan menggiringnya�� (11:6b).

Hari Minggu adalah perayaan Kristiani paling awal dan paling tua. Komunitas-komunitas Kristiani perdana mulai merayakan hari Minggu yang paling berdekatan dengan Paskah Yahudi dengan kekhidmadan yang khusuk. �Paskah Kristiani� ini menjadi apa yang sekarang kita sebut Paskah. Seperti Paskah merayakan perjalanan Kristus dari mati kepada hidup, perayaan ini segera saja menjadi masa istimewa bagi komunitas untuk merayakan Sakramen Baptis, yakni perjalanan umat Kristiani dari mati kepada hidup dalam Kristus.

Dalam abad keempat dan kelima, Gereja mengembangkan suatu sistem ritus guna menemani perjalanan iman mereka yang rindu untuk menjadi umat Kristiani. Sekarang, ritus ini telah dihidupkan kembali sebagai Ritus Inisiasi Kristiani untuk Orang Dewasa. Empatpuluh hari terakhir dari perjalanan ini menjadi apa yang sekarang kita sebut sebagai Masa Prapaskah.

Pembaptisan adalah kunci untuk memahami pemilihan ayat-ayat Kitab Suci yang dibacakan sepanjang Masa Prapaskah. Sebagai misal, Injil untuk Hari Minggu Prapaskah I adalah kisah pencobaan Yesus di padang gurun. Masa Prapaskah adalah masa retret sebelum pembaptisan. Dalam Injil, Yesus undur diri ke padang gurun untuk berdoa. Simbol utama Pembaptisan adalah air; padang gurun menyebabkan kita dahaga akan air. Dalam keempat Injil, kisah pembaptisan Yesus segera diikuti dengan kisah pencobaan di padang gurun.

Pada Hari Minggu Prapaskah II kita mendengar kisah transfigurasi dan kita melihat Yesus dalam pakaian Paskah-Nya. Kita dapat membayangkan mereka yang dipilih untuk pembaptisan menerima pakaian putih mereka seolah mereka keluar dari kolam pembaptisan pada hari Paskah.

Bacaan-bacaan Tahun A mengungkapkan tema pembaptisan teristimewa dengan amat baik dan dapat dipergunakan setiap tahun pada Hari Minggu Prapaskah III, IV dan V. Pada Hari Minggu Prapaslah III dalam Tahun A, misalnya, kita mendapati Yesus di tepi sebuah sumur di Samaria di mana seorang perempuan meminta air hidup. Tidak dapat tidak kita berpikir tentang air hidup pembaptisan kita.

Pada Hari Minggu Prapaskah IV kita membaca kisah seorang laki-laki yang terlahir buta. Sementara Yesus menyuruhnya, �Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam (Siloam artinya: �Yang diutus�)� (Yohanes 9:7) kita mengenangkan bagaimana kita pergi dan membasuh diri dalam Kristus, �Dia yang diutus ke dalam dunia� demi keselamatan kita. Kita keluar dari kolam dengan terang dan dapat melihat dengan cara pandang yang baru.

Pada Hari Minggu Prapaskah V, ketika kita mendengarkan kisah Lazarus yang keluar dari makam, pikiran kita tertuju kepada mereka yang baru dibaptis keluar dari makam pembaptisan dan dibebaskan dari belenggu dosa.

Perubahan radikal kita dengan dibaptis ke dalam wafat dan kebangkitan Kristus adalah fokus dari perayaan Paskah. Kebangkitan adalah misteri inti iman kita. Paskah begitu penting hingga kita bahkan tak dapat merayakannya secara cukup dalam satu hari saja - melainkan selama satu minggu, Oktaf Paskah. Dan terlebih lagi, membutuhkan satu minggu hari minggu (7 x 7) - 50 hari, Pentakosta (pent ekonta, bahasa Yunani artinya 50). Setiap hari dari kelimapuluh hari ini adalah Paskah. Perhatikan bahwa kita berbicara mengenai hari-hari Minggu Paskah, bukan hari-hari Minggu sesudah Paskah. Pentakosta adalah hari terakhir perayaan Paskah kita.

Selama Limapuluh hari ini, kita melihat kepada akar Kristiani kita. Setiap hari dalam Misa, baik hari-hari Minggu maupun hari-hari biasa, kita membaca dari Kisah Para Rasul. Mereka yang baru saja dibaptis tidak hanya �mengenakan Kristus�, mereka mengenakan Tubuh-Nya, Gereja, dan mereka (bersama kita) mengambil waktu sepanjang limapuluh hari ini untuk merenungkan siapa keluarga itu, �Gereja� itu. Kita melihat gambaran akan kelahiran dan perkembangan awal Gereja kita dalam Kisah Para Rasul.

�Pada hari ini, sekiranya kamu mendengar suara-Nya!�

Pada hari Pentakosta kita mendengarkan sekaligus catatan Lukas dan Yohanes mengenai turunnya Roh Kudus atas para rasul. Dalam bacaan pertama kita mendengarkan kisah Lukas mengenai turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta (Kisah Para Rasul 2:1-11). Bacaan Injil menyajikan kisah Yohanes mengenai anugerah Roh Kudus pada hari Minggu Paskah (Yohanes 20:19-23). Kita tidak perlu mempertanyakan apakah Roh Kudus dianugerahkan pada hari Pentakosta (seperti dicatat Lukas) atau pada hari Minggu Paskah (seperti dicatat Yohanes); liturgi tidak mengenai sekedar pembacaan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau, pun Kitab Suci tidak berusaha menyajikan catatan historis mengenai peristiwa-peristiwa ini. Melainkan, �melalui liturgi dalam Kurban Ilahi Ekaristi, `terlaksanalah karya penebusan kita'� (Konstitusi tentang Liturgi Suci, #2). Roh Kudus dianugerahkan pada hari ini, pada Pentakosta ini. Ketika kita mendengarkan Passio Kristus dimaklumkan pada hari Jumat Agung dan kita memadahkan �Adakah Engkau di Sana Ketika Mereka Menyalibkan Tuhan-ku?�, jawabnya adalah, tentu saja, �Ya! Aku ada di sana! Aku ada di sana sekarang ini!� Paskah tidak hanya sekedar mengenangkan suatu peristiwa yang terjadi dua ribu tahun yang lampau. Kristus bangkit dalam diri kita sekarang ini.

Konsili Vatican Kedua mengajarkan bahwa, �Dengan mengenangkan misteri-misteri Penebusan itu Gereja membuka bagi kaum beriman kekayaan keutamaan serta pahala Tuhan-nya sedemikian rupa, sehingga rahasia-rahasia itu senantiasa hadir dengan cara tertentu. Umat mencapai misteri-misteri itu dan dipenuhi dengan rahmat keselamatan� (Konstitusi tentang Liturgi Suci, #102). Liturgi memungkinkan kita untuk melampaui waktu �dahulu-sekarang-yang akan datang� dan masuk ke dalam �waktu keselamatan� Tuhan agar rahmat dan misteri dari peristiwa yang kita kenangkan itu dihadirkan kembali.

Saya tidak perlu merasa kecewa bahwa saya �dilahirkan terlambat� dan segala peristiwa Kristiani yang mengagumkan telah terjadi jauh di masa silam sebelum jaman saya. Peritiwa-peristiwa Kristiani yang mengagumkan terjadi sekarang ini. Bacaan Kitab Suci dalam konteks tahun liturgi memaklumkan kebenaran yang mengagumkan ini lagi dan lagi.

oleh: P. Thomas Richstatter, O.F.M., S.T.D.
* Fr Thomas Richstatter, O.F.M., S.T.D., has a doctorate in liturgy and sacramental theology from the Institut Catholique of Paris. A popular writer and lecturer, Father Richstatter teaches at St. Meinrad (Indiana) School of Theology.

sumber : �The Lectionary and the Liturgical Year: How Catholics Read Scripture by Thomas Richstatter, O.F.M., S.T.D.�; Copyright St. Anthony Messenger Press; www.americancatholic.org

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: �diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya�

Friday, January 24, 2014

Nyanyian Liturgis Umat Dengan Bahasa Latin

Bahasa Latin adalah bahasa asli dari tradisi Liturgi Gereja Katolik Roma.

Walaupun Konsili Vatikan II telah memberi kelonggaran dalam penggunaan bahasa pribumi, namun Gereja Universal mengisyaratkan agar bahasa Latin masih harus tetap diindahkan. Harapan Gereja tersebut dituangkan dalam beberapa kaidah yang berhubungan dengan hal bahasa Latin dalam perayaan Liturgi, sebagai berikut:


(Bahasa Liturgi)
Ayat (1) Penggunaan bahasa Latin hendaknya dipertahankan dalam ritus-ritus lain, meskipun ketentuan-ketentuan hukum khusus tetap berlaku.

(Bahasa Latin dan bahasa pribumi dalam Perayaan Ekaristi)
Sesuai dengan artikel 36 Konstitusi ini, dalam Misa Suci yang dirayakan bersama umat, bahasa pribumi dapat diberi tempat yang sewajarnya, terutama dalam bacaan-bacaan dan �doa umat�, dan sesuai dengan situasi setempat�juga dalam bagian-bagian yang menyangkut umat. Tetapi, hendaknya diusahakan, supaya kaum beriman dapat bersama-sama mengucapkan atau menyanyikan dalam bahasa Latin, juga bagian-bagian Misa yang tetap menyangkut mereka. Namun, bila pemakaian bahasa pribumi yang lebih luas dalam Misa tampaknya cocok, hendaknya ditepati peraturan artikel 40 Konstitusi ini. Dimana bahasa pribumi sudah dipakai dalam Perayaan Ekaristi, para Waligereja setempat hendaknya meemutuskan apakah bermanfaat mempertahankan satu Perayaan Ekaristi atau lebih dalam bahasa Latin khususnya Perayaan Ekaristi dengan nyantian�di gereja-gereja tertentu, terutama di kota-kota besar, dimana banyak orang beriman dari dari berbagai bahasa datang berhimpun.
Bahasa Latin yang digunakan dalam Liturgi dan dalam nyanyian-nyanyian Gregorian, serta juga banyak dipakai dalam nyanyian-nyanyian polifoni gerejawi yang selaras dengan jiwa Liturgi, mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam tradisi Liturgi Gereja Katolik Roma. Namun, dengan suatu �penafsiran� mengenai pemberian kelonggaran dalam penggunaan bahasa masing-masing bangsa atau suku bangsa seperti diuraikan pada pasal-pasal di atas, sangat disayangkan akhir-akhir ini nyanyian-nyanyian Gregorian dan polifoni dengan bahasa Latin sudah semakin memudar dalam Perayaan Ekaristi Gereja Katolik (Indonesia), karena keengganan dan sikap kurang mendukung dari beberapa kalangan Gereja sendiri, dengan alas an �Umat tidak mampu menyanyi, tidak biasa mendengar atau mengucapkan kata-kata atau tidak mengerti bahasa asing (Latin).� (Bandingkan dengan umat dari agama-agama Islam, Buddha, Hindu, dll. yang tetap mempertahankan bahasa asli dan tradisi mereka dalam beribadat dengan nyanyian-nyanyian.)

Bahasa Latin hamper ditinggalkan dengan tidak benar dan seolah-olah akan dihilangkan dari keberadaannya dalam kehidupan Gereja. Misalnya, nyanyian-nyanyian Ordinarium dalam Bahasa Latin seperti Kyrie-Gloria-Sanctus-Agnus Dei; juga Credo (syahadat); Pater Noster (Bapa Kami), hampir dan seolah-olah sudah dianggap tidak diperlukan lagi, malah sering digantikan dengan Ordinarium yang bernuansa bangsa/etnis tertentu yang secara umum dirasakan tidak tepat, dalam Liturgi yang sedang dirayakan bersama umat dari berbagai macam bangsa (bdk. PUMRB, 41).

Kalau di daerah-daerah terpencil/misi, memang merayakan Perayaan Ekaristi dengan nyanyian menggunakan bahasa Latin agak sulit penerapannya. Oleh karena itu, masih perlu pengenalan dan pembelajaran lebih lanjut.

Marilah kita perhatikan hal berikut yang dinyatakan dalam Instruksi tentang musik didalam Liturgi-MUSICAM SACRAM bahwa,

Para gembala jiwa, sambil mempertimbangkan daya guna pastoral dan ciri khas bahasa mereka sendiri, hendaknya meneliti apakah bagian-bagian dari warisan musik ibadatyang ditulis dalam abad-abad yang silam untuk teks Latin, cocok juga digunakan bukan hanya dalam perayaan-perayaan liturgis dalam bahasa Latin, tetapi juga dalam bahasa pribumi. Sama sekali tidak dilarang bahwa bagian-bagian dalam satu Misa yang sama dinyanyikan  dan bahasa yang berbeda.
Sebenarnya, kalau kita membaca pasal-pasal di atas dengan teliti, Konstitusi tentang Liturgi Suci masih mengharapkan dan menganjurkan agar Misa Kudus dengan bahasa Latin masih bisa dan boleh dilaksanakan, walaupun harus diadakan penyesuaian dengan penggunaan bahasa Indonesia/daerah sesuai dengan Konstitusi tentang Liturgi Suci (KL) pasal 36 (2).

Hal-hal mengenai keberadaan bahasa Latin dalam Ritus Romawi, mari kita perhatikan harapan Paus Benediktus XVI dalam Anjuran Apostolik Pasca Sinode SACRAMENTUM CARITATIS, 22 Februari 2007, no.62,
� Untuk mengungkap lebihjelas kesatuan dan universalitas Gereja, saya ingin mendukung usulan yang dibuat oleh Sinode Para Uskup, selaras dengan arahan-arahan dari Konsili Ekumenis Vatikan II bahwa, dengan kekecualian pada bacaaan-bacaan homi dan doa umat, Liturgi-liturgi seperti itu dapat dirayakan dalam bahasa Latin.


Demikian juga, doa-doa yang cukup dikenal dalam tradisi Gereja hendaknya didaras dalam bahasa Latin dan kalau mungkin, hendaknya dilagukan beberapa nyanyian Gregorian terpilih. Berbicara secara lebih umum, saya minta agar imam-imam yang akan datang, sejak masa pendidikan mereka di seminari, memperoleh persiapan yang diperlukan untuk memahami dan merayakan Misa dalam bahasa Latin, dan juga untuk menggunakan teks-teks Latin serta melaksanakan nyanyian Gregorian; hendaknya mereka tidak lupa bahwa kaum beriman dapat diajar untuk mendaras doa-doa Latin dapat diajar untuk mendaras doa-doa Latin yang cukup lazim, dan juga melagukan bagian-bagian Liturgi dengan lagu Gregorian.
Hal ini bisa dipahami, karena bahasa tradisi Gereja ini telah digunakan dan diresmikan penggunaannya dalam Misa Kudus sejak Konsili Trente pada abad ke-16, yang dikenal dengan sebutan Misa Tridentine.

Layak untuk selalu disadari bahwa bahasa Latin adalah bahasa asli ibadat Grejea yang memiliki nilai tradisi sejarah Gereja dan nilai spiritual yang tinggi.

Vivit Dominus in cuius conspectus sto.

Karya Ambrosius Andi Kosasi yang dipublikasikan di Katolisitas Indonesia.

Saturday, January 18, 2014

Indulgensi, harta kekayaan Gereja

Membersihkan lantai yang kotor

Pada waktu saya masih SD, saya sering bermain-main bersama-sama dengan teman-teman satu kampung. Karena saya tinggal di sebuah dusun yang kecil, maka permainan dengan teman-teman juga permainan dusun, yang notabene adalah permainan yang melibatkan permainan fisik, yang seringkali diakhiri dengan kaki, tangan, dan badan yang penuh lumpur. Suatu hari, dengan kaki yang penuh lumpur saya pulang ke rumah. Tanpa saya tahu, sebenarnya mama saya baru saja mengepel lantai rumah. Ketika saya berjalan untuk menuju kamar mandi, saya tidak menyadari bahwa saya meninggalkan jejak lumpur di lantai. Ketika ketika mama memarahi saya, maka dengan perasaan menyesal, saya meminta maaf akan kekotoran yang diakibatkan oleh kecerobohan saya. Mama memaafkan saya, namun lumpur tetap meninggalkan noda di lantai yang baru saja dipel oleh mama.

Akhirnya, mama menyuruh saya untuk mempertanggungjawabkan kesalahan saya dengan mengepel lantai yang kotor. Dari contoh sederhana ini, kita melihat bahwa akibat dari kesalahan yang saya perbuat, maka ada dua hal yang saya terima, yaitu: hukuman (siksa dosa) dan dosa (guilt)[1] Dosa (kesalahan) saya telah dimaafkan oleh mama saya, namun saya tetap harus menanggung hukuman � dengan mengepel lantai yang kotor � akibat kesalahan yang saya lakukan.

Dosa mempunyai konsekuensi ganda

Gereja Katolik mengenal adanya dua tipe dosa, yaitu 1) dosa ringan dan 2) dosa berat. Karena kodrat dari dua tipe dosa tersebut berbeda, maka hukuman dari dua tipe dosa tersebut juga berbeda. Memang setiap dosa menyedihkan hati Tuhan, namun tidak semua dosa membawa konsekuensi hukuman maut (Lih 1 Yoh 5:16-17).[2]. Kita bisa melihat contoh dalam kehidupan sehari-hari, di mana dalam beberapa hal, kita dapat membedakan tingkatan dosa dengan cukup mudah. Berikut ini adalah beberapa perbedaaan antara dosa berat dan dosa ringan:

1) Secara nalar dosa berat dan dosa ringan berbeda, misalkan: mencubit lengan seseorang lebih ringan dosanya dibanding dengan memukul kepala seseorang dengan kayu. Tentu, kita mengetahui bahwa membunuh seseorang adalah dosa yang lebih berat daripada ketiduran saat berdoa yang disebabkan oleh tidak-disiplinan dalam meluangkan waktu untuk berdoa.

2) Dari efek yang mempengaruhi tujuan akhir: dosa berat membuat seseorang berbelok dari tujuan akhir, sedang dosa ringan hanya membuat seseorang tidak terfokus pada tujuan akhir namun tidak sampai berbelok dari tujuan akhir. Atau dengan kata lain, dosa berat menghancurkan tatanan dan menghancurkan kasih, sedang dosa ringan memperlemah kasih.

3) Keseriusan (gravity) dari dosa yang membawa konsekuensi yang berbeda, dimana orang berdosa berat tanpa bertobat dapat masuk neraka, sedang dosa ringan membawa hukuman sementara, baik di dunia atau di Api Penyucian.

4) Cara pertobatan yang berbeda. Karena dosa berat menghancurkan tatanan untuk sampai ke tujuan akhir, maka hanya kekuatan Tuhan saja yang dapat membawa kembali orang ini ke tatanan yang baik, contohnya: bagi yang belum dibaptis melalui Sakramen Baptis, dan bagi yang telah dibaptis dapat melalui Sakramen Tobat. Sedang dosa ringan, karena tidak berbelok dari tujuan akhir, maka dapat diperbaiki dengan lebih mudah.

5) Obyek (object) dan kategori (genus) antara dosa berat dan dosa ringan berbeda. Dosa berat dimanifestasikan sebagi perlawanan terhadap Tuhan, seperti: hujatan, sumpah palsu, penyembahan berhala, kemurtadan, dan juga melawan hukum kasih terhadap sesama, seperti: membunuh, berzinah, dll. Sedang dosa ringan tidak secara langsung melawan kasih terhadap Tuhan dan sesama, yang mungkin dapat diwujudkan dalam: perkataan yang sia-sia, dll.

Kita melihat bahwa dosa ringan dan dosa berat mempunyai obyek, kategori dan cara penanganan yang berbeda. Oleh karena itu, efek atau akibat yang ditimbulkan juga berbeda. Dosa berat berakibat pada siksa dosa abadi di neraka, sedangkan dosa ringan membawa siksa dosa sementara di purgatorium (api penyucian).[3] Katekismus Gereja Katolik (KGK, 1472) mengatakan:

�Supaya mengerti ajaran [yaitu: purgatorium] dan praktik Gereja ini, kita harus mengetahui bahwa dosa mempunyai akibat ganda. Dosa berat merampas dari kita persekutuan dengan Allah dan karena itu membuat kita tidak layak untuk kehidupan abadi. Perampasan ini dinamakan �siksa dosa abadi�. Di lain pihak, setiap dosa, malahan dosa ringan, mengakibatkan satu hubungan berbahaya dengan makhluk, hal mana membutuhkan penyucian atau di dunia ini, atau sesudah kematian di dalam apa yang dinamakan purgatorium (api penyucian). Penyuciaan ini membebaskan dari apa yang orang namakan �siksa dosa sementara�. Kedua bentuk siksa ini tidak boleh dipandang sebagai semacam dendam yang Allah kenakan dari luar, tetapi sebagai sesuatu yang muncul dari kodrat dosa itu sendiri. Satu pertobatan yang lahir dari cinta yang bernyala-nyala, dapat mengakibatkan penyucian pendosa secara menyeluruh, sehingga tidak ada siksa dosa lagi yang harus dipikul�. Banyak ayat-ayat di Alkitab yang mendukung adanya siksa dosa abadi (eternal punishment). Dalam kitab Daniel dikatakan �Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal�(Dan 12:2). Kita juga mengingat akan pengadilan terakhir, di mana yang tidak menerapkan hukum kasih akan dicampakkan ke dalam api yang kekal (Mt 25:41).

Gereja Katolik percaya akan dimensi sosial dari rencana keselamatan Allah.

Ada sejumlah orang percaya bahwa keselamatan adalah urusan setiap orang secara pribadi dengan Tuhan. Namun, sesungguhnya, karya keselamatan Kristus ditujukan bagi semua orang, sehingga ada dimensi sosial dari rencana keselamatan Allah bagi manusia. Rasul Paulus menegaskan tentang hal ini dalam beberapa suratnya. Rasul Paulus mengatakan, �Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri.�(Rm 15:1). Paulus menegaskan bahwa kita semua adalah kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah (Ef 2:19). Bukankah di dalam keluarga kita jika ada anggota yang menderita, maka seluruh keluarga akan bekerjasama untuk meringankan penderitaan anggota keluarga. Sebaliknya, kalau salah satu anggota keluarga ada yang sukses, maka seluruh anggota bergembira dan mengecap kebahagiaan tersebut.

Persatuan kita di dalam keluarga Kristus yang diikat oleh kasih Kristus bersifat adi-kodrati (supernatural), dan persatuan ini tidak dapat dilenyapkan dengan apapun karena diikat oleh kasih Allah, yang dibayar dengan darah-Nya yang tertumpah di kayu salib. Rasul Paulus menegaskan �Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.� (Rm 8:38-39). Persatuan keluarga yang diikat dalam kasih Kristus adalah Gereja. Gereja Katolik mengajarkan bahwa Gereja adalah Tubuh mistik Kristus (Ef 5:23). Sama seperti perkawinan kudus, yang mempunyai satu mempelai pria dan satu mempelai wanita, maka Kristus adalah Kepala dari satu Tubuh mistik Kristus. Satu Tubuh mistik Kristus ini terdiri dari tiga keadaan, yaitu: 1) Gereja yang sedang mengembara di dunia ini, 2) Gereja yang sedang menderita di Api Penyucian (Purgatorium), dan 3) Gereja yang jaya, di Sorga. Katekismus Gereja Katolik (KGK, 954) mengatakan �Tiga status Gereja.

�Hingga saatnya Tuhan datang dalam keagungan-Nya beserta semua malaikat, dan saatnya segala sesuatu takluk kepada-Nya sesudah maut dihancurkan, ada di antara para murid-Nya, yang masih mengembara di dunia, dan ada yang telah meninggal dan mengalami penyucian, ada pula yang menikmati kemuliaan sambil memandang �dengan jelas Allah Tritunggal sendiri sebagaimana ada-Nya��. �Tetapi kita semua, kendati pada taraf dan dengan cara yang berbeda, saling berhubungan dalam cinta kasih yang sama terhadap Allah dan sesama, dan melambungkan madah pujian yang sama ke hadirat Allah kita. Sebab semua orang, yang menjadi milik Kristus dan didiami oleh Roh-Nya, berpadu menjadi satu Gereja dan saling erat berhubungan dalam Dia� (LG 49).

Oleh karena tiga status Gereja (mengembara, dimurnikan, dimuliakan) diikat oleh kasih Kristus, sedangkan pengertian kasih adalah menginginkan yang baik terjadi pada orang yang dikasihi, maka semua status Gereja tersebut saling bekerja sama atas dasar kasih untuk bersatu dalam kesatuan abadi di Sorga, dan menjadi persembahan yang murni dan tak bercela. (lih. Ef 5:27). Kalau kita mengatakan bahwa kita yang berada di dunia ini tidak dapat berhubungan dengan orang-orang yang telah memasuki Sorga atau sebaliknya, maka sama saja dengan kita mengatakan bahwa tempat dan status memisahkan kita dari kasih Kristus, yang berarti bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh oleh rasul Paulus. Sebaliknya rasul Paulus mengatakan �Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.� (Rm 8:38-39)

Dari ayat ini, akan sangat sulit untuk membayangkan bahwa para kudus di Sorga berpangku tangan melihat begitu banyak penderitaan di dunia ini maupun di Api Penyucian, atau sebaliknya,Gereja yang sedang mengembara di dunia ini hanya berpangku tangan melihat penderitaan anggota keluarga Gereja yang dimurnikan di Api Penyucian. Oleh karena itu, masing-masing status Gereja tidak hanya berpangku tangan, karena bertentangan dengan kasih. Yesus mengatakan, �Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.� (Yoh 5:17) Dan di dalam Kitab Wahyu dikatakan �Ketika Ia mengambil gulungan kitab itu, tersungkurlah keempat makhluk dan kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Anak Domba itu, masing-masing memegang satu kecapi dan satu cawan emas, penuh dengan kemenyan: itulah doa orang-orang kudus.� (Why 5:8). Dari sini kita melihat bahwa Yesus tidak akan duduk diam di dalam Sorga. Para kudus juga tidak akan tinggal diam dan menikmati kebahagiaan Sorga tanpa secara aktif turut mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Oleh karena itu, masing-masing status Gereja saling membantu, di mana Gereja yang telah jaya di Sorga membantu Gereja yang menderita di Api Penyucian dan Gereja yang sedang mengembara di dunia. Sedangkan Gereja yang sedang mengembara di dunia dapat juga membantu Gereja yang sedang dimurnikan di Api Penyucian. Dan inilah yang disebut harta milik Gereja. Katekismus Gereja Katolik mengatakan:

KGK, 955 �Persatuan mereka yang sedang dalam perjalanan dengan para saudara yang sudah beristirahat dalam damai Kristus, sama sekali tidak terputus. Bahkan menurut iman Gereja yang abadi diteguhkan karena saling berbagi harta rohani� (LG 49).�

KGK, 974 �Karena semua kaum beriman membentuk satu Tubuh saja, maka harta milik dari yang satu disampaikan kepada yang lain� Dengan demikian orang harus percaya� bahwa di dalam Gereja ada pemilikan bersama� Yang paling utama dari semua anggota Gereja adalah Kristus, karena Ia adalah Kepala� Jadi milik Kristus dibagi-bagikan kepada semua anggota, dan pembagian ini terjadi oleh Sakramen-Sakramen Gereja� (Tomas Aqu., symb. 10). �Kesatuan Roh, yang olehnya [Gereja] dibimbing, mengakibatkan bahwa apa yang telah ia terima, menjadi milik bersama semua orang� (Catech. R. 1, 10,24).�

Gereja Katolik diberikan kekuasaan oleh Kristus untuk mengampuni dosa

Bagaimana masing-masing status Gereja (mengembara, dimurnikan, dimuliakan) dapat saling membantu? Gereja yang telah dimuliakan, yang terdiri dari orang-orang kudus, dapat membantu dengan doa-doa mereka, karena doa orang yang benar besar kuasanya (Yak 5:16). Sedangkan Gereja yang sedang mengembara di dunia ini dapat membantu sesama anggota Gereja yang masih mengembara di dunia dan anggota yang sedang dimurnikan, sehingga dapat bersatu dengan Gereja yang telah dimuliakan. Untuk tugas inilah, Kristus sendiri telah memberikan kuasa kepada Gereja. Pertama Kristus memberikan kuasa-Nya kepada Petrus dan para penerusnya, dengan mengatakan, �Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.�(Mt 16:19). Dan kepada para murid-Nya yang diteruskan oleh para imam, Kristus mengatakan, �Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: �Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.�(Yoh 20:22-23) Semua kuasa-kuasa ini diberikan oleh Kristus kepada Gereja-Nya, sebagai Tubuh mistik Kristus, sehingga Gereja dapat mengantar seluruh anggotanya kepada persatuan abadi dengan Kristus. Oleh karena itu, Gereja juga diberikan kuasa untuk mengatur seluruh kuasa yang diberikan oleh Kristus. Kekuasaan yuridiksi ini diberikan oleh Kristus kepada Gereja untuk mengatur harta kekayaan rohani.

Indulgensi adalah manifestasi dari harta kekayaan rohani Gereja.

Pengaturan harta kekayaan rohani ini adalah bersumber pada Kristus dan para kudus. Seperti yang kita ketahui, bahwa kurban Kristus di kayu salib, bukan hanya cukup untuk menebus dosa manusia, namun merupakan penebusan yang berlimpah.[4] Rahmat berlimpah dari Kristus tidaklah kurang untuk memberikan rahmat kepada seluruh umat manusia, namun Rasul Paulus menekankan seluruh umat beriman untuk turut berpartisipasi dalam sengsara Kristus, dengan mengatakan, �Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat� (Kol 1:24). Para Santa-santo menjawab panggilan ini dengan sempurna mengikuti apa yang dilakukan oleh Kristus. Oleh karena itu, harta kekayaan rohani yang bersumber pada Kristus dan kekudusan dari para Santo-santa, mengalir secara melimpah kepada seluruh anggota Gereja. Dan distribusi kekayaan harta rohani ini dilakukan oleh Gereja, yaitu dengan indulgensi. Dengan indulgensi, Gereja memohon kepada Tuhan agar mengangkat siksa dosa sementara (seluruhnya atau sebagian) bagi orang-orang yang berada di dunia ini maupun yang berada di Api Penyucian, berdasarkan akan harta kekayaan Gereja dan kuasa yang diberikan oleh Kristus kepada Gereja-Nya.

Definisi indulgensi

Dari pemikiran di atas, mari sekarang kita masuk dalam definisi indulgensi. Secara jelas, Gereja mendefinisikan indulgensi sebagai berikut:

KGK, 1471: �Indulgensi adalah (1) penghapusan siksa-siksa temporal di depan Allah untuk (2) dosa-dosa yang sudah diampuni. (3) Warga beriman Kristen (4) yang benar-benar siap menerimanya, di bawah persyaratan yang ditetapkan dengan jelas, memperolehnya dengan (5) bantuan Gereja, yang sebagai pelayan penebusan membagi-bagikan dan memperuntukkan kekayaan pemulihan Kristus dan para kudus secara otoritatif�. �Ada indulgensi (6) sebagian atau seluruhnya, bergantung dari apakah ia membebaskan dari siksa dosa temporal itu untuk sebagian atau seluruhnya.� Indulgensi dapat diperuntukkan (7) bagi orang hidup dan orang mati (Paulus VI, Konst. Ap. �Indulgentiarum doctrina� normae 1-3).

KHK, 992: �Indulgensi adalah penghapusan di hadapan Allah hukuman-hukuman sementara untuk dosa-dosa yang kesalahannya sudah dilebur, yang diperoleh oleh orang beriman kristiani yang berdisposisi baik serta memenuhi persyaratan tertentu yang digariskan dan dirumuskan, diperoleh dengan pertolongan Gereja yang sebagai pelayan keselamatan, secara otoritatif membebaskan dan menerapkan harta pemulihan Kristus dan para Kudus.�

Dari definisi di atas, maka kita dapat menyimpulkan beberapa hal berikut ini:

1) Penghapusan siksa dosa temporal: berarti bahwa indulgensi tidak dapat merubah keputusan Tuhan bagi orang-orang yang berada di siksa dosa abadi atau neraka. Oleh karena itu, indulgensi hanya dapat diterapkan bagi orang-orang yang masih hidup di dunia ini dan juga yang masih berada di Api penyucian. Dengan indulgensi, orang-orang yang masih hidup di dunia ini dapat menghindari siksa dosa sementara (di Api Penyucian)

2) Dosa-dosa yang sudah diampuni: berarti indulgensi mensyaratkan dosa-dosa yang sudah diampuni dan bukan dosa yang akan datang. Ini berarti pada waktu kita mendapatkan indulgensi dan kemudian berdosa lagi, maka kita juga perlu untuk mendapatkan indulgensi lagi untuk menghapuskan siksa dosa temporal.

3) Warga beriman Kristen: dalam hal ini adalah umat yang telah dibaptis. Kita tahu bahwa Sakramen Baptis adalah gerbang untuk semua sakramen dan berkat-berkat yang lain. Persyaratan yang lain adalah tidak terkena ekskomunikasi, dan dalam kondisi rahmat pada waktu melaksanakan indulgensi yang ditetapkan.[5]

4) Yang benar-benar siap menerimanya, di bawah persyaratan yang jelas: Ini berarti Gereja tidak mengharuskan seseorang untuk menerima indulgensi. Namun Gereja memberikan kesempatan yang begitu banyak, sehingga umat beriman dapat menarik manfaatnya dari berkat ini. Dan Gereja juga memberikan persyaratan yang jelas tentang bagaimana untuk memperoleh indulgensi.

5) Dengan bantuan Gereja: Telah dibahas di atas bahwa Yesus sendiri yang memberikan kuasa kepada Gereja untuk memberikan indulgensi kepada umat Allah melalui Gereja. Indulgensi ini hanya dapat diberikan oleh Paus dan orang-orang yang mempunyai kuasa oleh hukum yang diberikan oleh Paus.[6]

6) Sebagian atau seluruhnya: Lama dari siksa dosa sementara di Purgatorium tidak dapat ditentukan jangka waktunya. Gereja Katolik hanya memberikan indulgensi kepada umat sebagian atau seluruhnya, di mana sebagian berarti mengurangi waktu yang harus dijalankan di Purgatorium, sedangkan seluruhnya berarti dibebaskan dari Purgatorium.

(7) bagi orang hidup dan orang mati, artinya indulgensi dapat diberikan kepada orang yang mendoakan (yang masih hidup di dunia) dan orang mati (yang didoakan, yang sudah meninggal dunia, dan sedang mengalami proses pemurnian di Purgatorium/Api Penyucian).

Karena begitu pentingnya indulgensi dalam mencapai tujuan akhir, maka Gereja mengharuskan seluruh umat beriman untuk percaya akan dogma indulgensi. Konsili Trente mengatakan, �Terkutuklah kepada siapa yang mengatakan bahwa indulgensi adalah tidak berguna atau mengatakan bahwa Gereja tidak mempunyai kuasa untuk memberikannya.�[7]

Perkembangan dari indulgensi

Perkembangan dari indulgensi dapat ditelusuri sejalan dengan perkembangan dari Sakramen Pengakuan Dosa. Pada awal perkembangannya, umat beriman harus mengaku dosa di depan umum dan kemudian uskup setempat memberikan suatu hukuman yang berat. Sebagai contoh orang yang melakukan dosa kemurtadan dapat dihukum selama tujuh tahun. Dan selama periode itu, orang tersebut harus melakukan penitensi, yang berat, seperti: berpantang dan berpuasa, berlutut dan berdoa di depan gereja, tidak diperkenankan untuk menerima Tubuh Kristus di dalam perayaan Ekaristi, dll. Namun, orang beriman yang lain dapat turut berpartisipasi untuk turut melakukan penitensi bagi orang tersebut, sehingga hukuman tersebut dapat diperingan. Hal ini juga diperkuat dengan para rahib yang dengan sukarela membantu orang-orang yang sedang sakit namun harus menjalankan penitensi. Semua ini membuktikan akan adanya ikatan dalam satu keluarga Tuhan.

Di abad 11, Paus Urban II pada tahun 1095, memberikan indulgensi bagi orang-orang yang memperjuangkan tanah suci. Dan di abad ke 15, Paus Callistus III (1457) dan Paus Sixtus IV (1476) memberikan indulgensi kepada orang yang telah meninggal, yang masih berada di Api Penyucian.[8] Para teolog skolastik mendukung adanya kemungkinan untuk menerapkan indulgensi pada orang yang telah meninggal.[9] Kita telah melihat di atas, bahwa persatuan umat Allah tidak dapat dipisahkan oleh maut sekalipun. Oleh karena itu, adalah hal yang logis, kalau indulgensi bukan hanya diperuntukkan untuk orang yang masih hidup, namun juga orang yang telah meninggal, yang tetap menjadi bagian dari Gereja yang menderita, di Api Penyucian.

Bagaimana untuk mendapatkan indulgensi?

Mari, sekarang kita melihat, bagaimana seseorang dapat menerima indulgensi. Indulgensi dapat diberikan kepada seorang Katolik yang berada dalam kondisi rahmat (in a state of grace). Karena indulgensi adalah pengampunan yang diberikan oleh Kristus melalui Gereja-Nya, maka orang yang menerimanya harus berada di dalam Gereja-Nya. Kondisi rahmat diperlukan karena tanpa rahmat Tuhan, maka semua perbuatan yang dilakukan tidak mungkin berkenan di hadapan Allah. Dan sama seperti orang yang ingin mendapatkan pengampunan harus menyatakan niatnya itu di hadapan Tuhan, maka orang yang ingin mendapatkan indulgensi harus mempunyai intensi untuk mendapatkannya dan melakukan apa yang harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang digariskan di dalam indulgensi.

Bagaimana untuk mendapatkan indulgensi penuh?

Seperti yang telah dijelaskan di atas, indulgensi dapat berupa indulgensi penuh dan indulgensi sebagian. Untuk mendapatkan indulgensi penuh, secara umum seseorang harus melakukan 1) pengakuan dosa dalam sakramen Pengakuan dosa, 2) berpartisipasi dalam perayaan Ekaristi Kudus, 3) berdoa untuk intensi Paus, 4) melakukan apa yang ditentukan dalam ketentuan indulgensi dan melakukannya dengan hati yang menyesal, 5) bebas dari keterikatan akan dosa � bukan hanya dosa berat, namun juga dosa ringan. Kondisi terakhir inilah yang memang paling sulit untuk dilakukan. Jika hal ini tidak dipenuhi, maka seseorang akan mendapatkan indulgensi sebagian.

Bagaimana untuk mendapatkan indulgensi sebagian?

Beberapa hal di bawah ini adalah cara untuk mendapatkan indulgensi sebagian menurut the Handbook of Indulgences (New York: Catholic Book Publishing, 1991)

1) Doa (spiritual communion) yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.

2) Doa meditasi (mental prayer) yang dilakukan dengan teratur dan sungguh-sungguh.

3) Doa rosario yang dilakukan di gereja atau kapel atau dilakukan dalam keluarga, komunitas religius, atau komunitas yang lain.

4) Membaca Alkitab dengan penuh devosi dan hormat karena Alkitab adalah Sabda Tuhan dan sebagai bacaan rohani. Kalau membaca Alkitab dilakukan secara teratur minimal setengah jam, maka seseorang akan mendapatkan indulgensi penuh, jika kondisi yang lain juga dipenuhi.

5) Membuat tanda salib dengan sungguh-sungguh.

Menjawab beberapa keberatan indulgensi

Berikut ini mungkin adalah beberapa keberatan yang sering diajukan mengenai dogma indulgensi.

Keberatan (1): Upah dosa adalah maut, oleh karena itu tidak ada Api penyucian, yang ada hanyalah surga dan neraka.

Karena umat Kristen non-Katolik percaya bahwa hanya ada dua alternatif setelah kematian, maka indulgensi tidaklah diperlukan dan tidak berguna. Bagi orang yang telah masuk surga tidak memerlukan doa dan pengampunan, sedangkan bagi orang yang masuk neraka maka doa tidak akan mengubah keadaan mereka. Untuk menjawab keberatan ini, tidak ada cara lain kecuali mencoba menerangkan dari konsep dosa, yang memang terbagi menjadi dua seperti yang diajarkan dalam Kitab Suci. Pembahasan lengkap tentang hal ini, silakan membaca artikel tentang �Masih perlukah Sakramen Pengakuan Dosa � Bagian 1� (silakan klik). Dan dari pengertian akan dosa yang tidak membawa maut, maka Gereja Katolik mengenal adanya dogma �Api Penyucian�. Untuk menerangkan tentang dogma Api Penyucian, silakan untuk membaca artikel �Bersyukurlah, ada Api Penyucian!� (silakan klik).

Keberatan (2): Kristus telah membayar seluruh dosa kita, sehingga kita tidak perlu untuk membayarnya.

Dengan indulgensi seolah-olah penebusan Kristus tidaklah cukup untuk membayar seluruh dosa umat manusia. Lebih lanjut, karena umat Kristen percaya akan �hanya iman saja yang menyelamatkan/ sola fide� (lih. Rm 3:28; Rm 4:3-5; Rm 5:1-9, Ef 2:8), maka akan sulit menerima konsep indulgensi. Untuk menjawab keberatan ini, maka harus dimengerti bahwa indulgensi bukanlah membebaskan seseorang dari siksa dosa abadi atau neraka, namun dari siksa dosa sementara di Purgatorium. Dan semua jiwa yang ada di Purgatorium pasti masuk surga, hanya jiwa-jiwa tersebut perlu membersihkan diri mereka. Dan kalaupun kita masuk ke dalam Surga, maka semuanya itu adalah merupakan berkat dari Tuhan.

Keberatan (3): Indulgensi membuat pengorbanan Kristus seolah-olah tidak cukup.

Untuk memahami keberatan ini, maka ada suatu konsep mendasar yang berbeda antara Gereja Katolik dan non-Katolik, yaitu konsep mediasi (pengantaraan) dan partisipasi. Gereja Katolik, sama seperti gereja yang lain percaya bahwa pengorbanan Kristus di kayu salib bukan hanya cukup namun sungguh berlimpah, karena dilakukan oleh Kristus dengan didasari kasih yang sempurna. Prinsip mediasi dan partisipasi merupakan suatu prinsip bahwa seluruh bagian dari Tubuh Mistik Kristus berpartisipasi di dalam karya keselamatan Allah. Pada waktu kita dibaptis, kita sebenarnya juga menerima mandat dari Kristus untuk menjadi nabi, imam dan raja. Mandat ini merupakan partisipasi di dalam Kristus, tanpa mengurangi peran Kristus sendiri. Inilah sebabnya rasul Paulus mengatakan �Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat [=ekklesia/Gereja]� (Kol 1:24).

Kita tahu bahwa tidak ada yang kurang dalam penderitaan Kristus, karena penebusan Kristus adalah sempurna. Namun Rasul Paulus mengatakan bahwa dia turut berpartisipasi dalam membangun tubuh Kristus, yaitu Gereja. Bukan karena penebusan Kristus kurang sempurna, namun Kristus sendiri yang menginginkan agar kita semua turut berpartisipasi dalam karya penyelamatan. Tubuh Mistik Kristus atau Gereja adalah Gereja yang satu � yang terdiri dari Gereja yang mengembara di dunia ini, Gereja yang menderita di Purgatorium, dan Gereja yang jaya di Surga � semuanya terikat dalam kasih untuk membangun Gereja. (lih. Lumen Gentium, 49) Oleh karena itu, indulgensi yang melepaskan seseorang dari siksa dosa sementara di Purgatorium merupakan perbuatan kasih yang begitu nyata. Gereja yang sedang mengembara di dunia ini dan Gereja yang jaya dapat turut mendoakan Gereja yang sedang menderita di Purgatorium, sehingga karena belas kasih Allah, maka mereka dapat diangkat ke Surga.

Bukankah kalau ada salah satu anggota dari keluarga kita ada yang kesulitan, maka seluruh anggota keluarga juga turut membantu?

Keberatan (4): Indulgensi seolah-olah hanya memperhatikan sesuatu yang sifatnya lahiriah.

Mungkin ada sejumlah orang yang berkeberatan dengan indulgensi karena dianggap bertentangan dengan ajaran Kitab Suci, yaitu agar kita tidak mempercayai hal-hal yang bersifat lahiriah (Flp 3:1-11). Untuk menjawab keberatan ini, mungkin kita perlu melihat definisi dari indulgensi sendiri yang menekankan akan persyaratan untuk menerima indulgensi, yaitu �untuk dosa-dosa yang sudah diampuni�. Dan untuk menerima indulgensi-pun mesnysratkan sikap batin yang sesuai, yaitu pertobatan. Artinya, tindakan yang terlihat sebagai suatu persyaratan dalam indulgensi adalah merupakan suatu ekspresi dari apa yang ada di dalam hati. Bukankah kalau seseorang menyanyi dengan sukacita bagi Tuhan, adalah suatu ekspresi apa yang ada di dalam hati, yaitu hati yang ingin memuji Tuhan?

Atau kalau seseorang mempunyai dosa mencuri dan kemudian orang itu tertangkap oleh polisi, maka walaupun orang tersebut telah meminta ampun kepada Tuhan, dia tetap harus menjalankan hukuman, misalnya didenda atau dipenjara. Proses ini sama seperti indulgensi, di mana umat Katolik meminta ampun kepada Tuhan dalam Sakramen Tobat, dan kemudian indulgensi adalah untuk membayar siksa dosa sementara.

Keberatan (5): Gereja tidak mempunyai kuasa untuk mengampuni siksa dosa sementara.

Ada yang berpendapat bahwa Gereja tidak mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa maupun menghapus/ melepaskan siksa dosa sementara. Namun pendapat ini tidaklah tepat, karena Gereja sebenarnya diberi mandat oleh Kristus sendiri untuk mengampuni dosa (Yoh 20:23), mengikat dan melepaskan dosa (Mt 16:19). Kalau kita memperhatikan, sebenarnya hampir semua gereja beranggapan bahwa dengan dibaptis, maka seseorang menerima pengampunan dosa. Dalam hal ini maka gereja-gereja tersebut sebenarnya meyakini konsep mediasi, di mana Gereja menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk mengampuni dosa orang yang dibaptis. Kalau kita setuju bahwa Tuhan memberikan kuasa yang lebih besar untuk mengampuni dosa lewat Gereja dan Gereja Katolik diberikan kuasa untuk mengikat dan melepaskan dosa, maka adalah sangat wajar jika ini juga termasuk kuasa yang lebih kecil, yaitu untuk mengampuni akibat dosa lewat indulgensi.

Indulgensi, harta Gereja yang membantu umat Allah untuk bersatu dengan Tuhan.

Dari semua pemaparan di atas, kita melihat bahwa kita sebenarnya harus bersyukur atas harta kekayaan rohani Gereja, yaitu rahmat yang mengalir dari misteri Paskah Kristus kepada anggota-anggota Tubuh-Nya. Dan kita juga mensyukuri rahmat para kudus, yang berpartisipasi dalam penderitaan Kristus, sehingga dapat menambah harta kekayaan rohani Gereja. Pada saat yang bersamaan, kita semua juga dipanggil untuk mengisi pundi-pundi kekayaan rohani Gereja dengan hidup kudus, seperti yang dikehendaki oleh Kristus sendiri. Dan rahmat yang berlimpah ini dipercayakan oleh Kristus kepada Gereja agar dibagikan kepada umat Allah, sehingga dapat membawa umat kepada persatuan abadi dengan Allah di Sorga. Selanjutnya, Gereja menggunakan wewenang yang dipercayakan oleh Kristus, dengan indulgensi. Mari, kita bersama-sama mensyukuri dan menggunakan indulgensi ini dengan sebaik-baiknya.

CATATAN KAKI:

1. Reverend Peter M.J. Stravinskas, Ph.D., S.T.L. Our Sunday Visitor�s Catholic Dictionary. Copyright � 1994, Our Sunday Visitor: Guilt (GIHLT): (From Anglo-Saxon gylt: sin or offense) The condition of an individual who has committed some moral wrong and is liable to receiving punishment as a consequence of wrongdoing. [?]
2. Pembahasan lengkap tentang topik ini silakan membaca artikel �Masih perlukah sakramen pengakuan dosa bagian 1? � silakan klik [?]
3. Lihat KGK, 1031, 1472, 1861 [?]
4. lih. St. Thomas Aquinas, Summa Theology, III, q.46, a.2-3 [?]
5. Kanon 996: Kan. 996 � � 1. Agar seseorang mampu memperoleh indulgensi haruslah ia sudah dibaptis, tidak terkena ekskomunikasi, dalam keadaan rahmat sekurang-kurangnya pada akhir perbuatan-perbuatan yang diperintahkan. � 2. Namun agar orang yang mampu itu memperolehnya, haruslah ia sekurang-kurangnya mempunyai intensi untuk memperolehnya dan melaksanakan perbuatan-perbuatan yang diwajibkan, pada waktu yang ditentukan dan dengan cara yang semestinya, menurut petunjuk pemberian itu. [?]
6. Lihat Kan 995 [?]
7. Konsili Trente, sesi 25, Dekrit tentang Indulgensi/ Decree on Indulgences [?]
8. Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma (Rockford, Illinois: Tan Books & Publishers, 1974), hal. 444 [?]
9. St. Thomas Aquinas, Suppl, 71, 10 [?]

Sumber :
http://katolisitas.org/2193/indulgensi-harta-kekayaan-gereja

Friday, January 17, 2014

Statement Palsu Diatributkan Ke Paus Fransiskus

Paus Fransiskus
Teman-teman terkasih, kami telah diberitahu oleh banyak pembaca bahwa ada cerita-cerita yang saat ini beredar di Internet menyebarkan pernyataan-pernyataan dari Paus Fransiskus berkaitan dengan sejumlah isu, semisal dalam hal mengenai isi Kitab Suci, hubungan antar agama, pembaharuan ajaran Gereja, dan bahkan pengadaan "Konsili Vatikan Ketiga", yang adalah SALAH. Pernyataan-pernyataan ini disebarkan oleh sumber-sumber yang tidak diketahui. Oleh karena itu, kami ingin mengingatkan semua pembaca untuk berhati-hati dan tidak mempercayai berita terlalu cepat tentang Paus yang tidak berasal dari Vatikan.

Ada juga banyak troll (semacam pancingan) tak dikenal di jaringan sosial yang mencoba untuk mengedarkan informasi palsu, mengambil keuntungan dari fakta bahwa sangat mudah untuk "melempar batu dan sembunyi tangan".

Banyak juga yang tidak menyadari bahwa SEMUA PROFIL FACEBOOK PAUS FRANSISKUS / JORGE MARIA BERGOGLIO BUKANLAH HALAMAN RESMI DAN MEREKA BELUM MEMILIKI OTORITAS UNTUK SECARA RESMI MENYATAKAN PAUS, KARENA SEBAIKNYA MEREKA MENYATAKAN DENGAN JELAS BAHWA MEREKA HANYALAH �HALAMAN FANS�.

Kami mendorong semua pembaca untuk memeriksa sumber-sumber media resmi Vatikan untuk konfirmasi lebih lanjut terhadap pernyataan dari Paus Fransiskus , atau bahkan untuk memeriksa apa sebenarnya Beliau katakan yang mengacu pada isu-isu spesifik .

JIKA SEBUAH LAPORAN DI ATRIBUTKAN KEPADA PAUS OLEH BADAN/AGENSI MEDIA TIDAK MUNCUL PADA SUMBER MEDIA RESMI DARI VATIKAN, ARTINYA INFORMASI YANG MEREKA LAPORKAN TIDAK BENAR.

Di bawah ini adalah daftar media resmi Vatikan yang sebaiknya anda gunakan sebagai referensi yang valid untuk memastikan bahwa setiap pernyataan yang dilaporkan mengenai Paus adalah benar:

News.va: portal berita aggregator, yang melaporkan berita dan informasi dari semua media Vatikan dalam satu website, tersedia dalam lima bahasa: http://www.news.va

News.va juga memiliki halaman facebook: https://www.facebook.com/news.va

L' Osservatore Romano (Surat Kabar): http://www.osservatoreromano.va/en


VIS (Vatican Information Service): http://www.vis.va/


Centro Televisivo Vaticano (Pusat Televisi Vatikan): http://www.ctv.va

Vatican.va: situs resmi Takhta Suci, di mana Anda dapat menemukan teks lengkap dari semua pidato-pidato, homili dan dokumen Apostolik oleh Paus: http://www.vatican.va/

PopeApp: aplikasi resmi untuk smartphone yang didedikasikan untuk Paus (Copyright News.va)

@Pontifex: profil Twitter resmi dari Paus.

Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda serta untuk pemberitahuan dan saran. Tolong bagikan informasi ini sebanyak mungkin kepada rekan-rekan anda! Terima kasih banyak!

Vivit Dominus in cuius conspectu sto!

Monday, January 13, 2014

[Pengumuman] Paus Fransiskus Umumkan 19 Nama Kardinal Baru (22 Februari 2014)


(Radio Vatikan) setelah doa Angelus (Malaikat Tuhan) pada hari Minggu, Paus Fransiskus mengumumkan nama-nama mereka yang akan menjadi Kardinal pada Konsistori mendatang.

Seperti yang telah diumumkan sebelumnya, pada tanggal 22 Februari, Pesta Takhta St. Petrus, saya senang untuk memimpin Konsistori, selama itu saya akan mengumumkan 16 Kardinal baru, yang berasal dari 12 negara dari berbagai belahan dunia, mewakili hubungan gerejawi yang mendalam antara Gereja Roma dan gereja lain di seluruh dunia . Hari berikutnya [23 Februari] saya akan memimpin sebuah konselebrasi meriah (Misa Kudus) dengan Kardinal baru, sementara itu pada tanggal 20 Februari dan 21 saya akan mengadakan konsistori dengan seluruh Kardinal untuk merefleksikan tema keluarga.

Berikut adalah nama-nama para Kardinal baru:
1. Pietro Parolin, Uskup Agung Tituler Acquapendente, Sekretaris Negara Vatikan.
2. Lorenzo Baldisseri, Uskup Agung Tituler Diocleziana, Sekretaris Jenderal Sinode Para Uskup.
3. Gerhard Ludwig Mulle , Uskup Agung - Uskup emeritus Regensburg, Prefek Kongregasi Ajaran Iman.
4. Beniamino Stella, Uskup Agung Tituler Midila, Prefek Kongregasi Para Imam.
5. Vincent Nichols, Uskup Agung Westminster (Inggris).
6. Leopoldo Jos� Brenes Solorzano, Uskup Agung Managua (Nikaragua).
7. G�rald Cyprien Lacroix, Uskup Agung Qu�bec (Canada).
8. Jean - Pierre Kutwa , Uskup Agung Abidjan (Pantai Gading) .
9. Orani Jo�o Tempesta, O.Cist . , Uskup Agung Rio de Janeiro (Brazil).
10. Gualtiero Bassetti, Uskup Agung Perugia - Citt� della Pieve (Italia).
11. Mario Aurelio Poli, Uskup Agung Buenos Aires (Argentina).
12. Andrew Yeom Soo jung , Uskup Agung Seoul (Korea).
13. Ricardo Ezzati Andrello, SDB, Uskup Agung Santiago del Cile (Chile).
14. Philippe Nakellentuba Ou�draogo, Uskup Agung Ouagadougou (Burkina Faso).
15. Orlando Quevedo B. , OMI, Uskup Agung Cotabato (Filipina).
16. Chibly Langlois, Uskup Les Cayes (Ha�ti).

Bersama dengan mereka, saya akan memasukkan anggota kedalam kolese Para Kardinal, tiga Uskup Agung Emeritus yang mahsyur karena pelayanan mereka kepada Takhta Suci dan Gereja .
Mereka adalah:
1. Loris Francesco Capovilla, Uskup Agung Tituler Mesembria.
2. Fernando Sebasti�n Aguilar, CMF, Uskup Agung Emeritus Pamplona.
3. Kelvin Edward Felix, Uskup Agung Emeritus Castries.

Marilah kita berdoa untuk Para Kardinal yang baru, yang dianugerahkan oleh kebajikan dan kepekaan oleh Tuhan Yesus, Gembala yang Baik, supaya mereka dapat membantu Uskup Roma secara efektif dalam pelayanan kepada Gereja Universal.

Vivit Dominus in cuius conspectu sto.
Diterjemahkan oleh Katolisitas Indonesia dari News. va English (Facebook)

Wednesday, January 8, 2014

[Kesaksian] Perjalanan dari gereja Episkopal ke Gereja Katolik

Perjalanan saya dari gereja Episkopal kepada Gereja Katolik

Rebecca Hoekstra dan keluarga
Saya dibesarkan di Protestan: non-denominasi dan kemudian Baptis. Saya hadir di Gereja setiap Minggu dan orang tua Saya yang berkomitmen untuk membaca Alkitab bersama kami di rumah. Ketika Saya berusia 19 tahun, seorang teman dan Saya memutuskan untuk pergi ke L'Abri di Inggris selama 6 bulan, terutama karena kami ingin melakukan perjalanan. L'Abri adalah pusat studi Kristen yang didirikan oleh Francis Schaeffer dan itu merupakan tempat yang baik bagi Saya, untuk mencoba mencari tahu apa yang Saya pikirkan tentang Tuhan. Saya tidak menggali terlalu dalam di bidang Teologi, tetapi sewaktu Saya berada di sana iman Saya malah diperkuat, membuat hal tersebut tidak hanya sekadar hadiah dari orang tua saya, tetapi suatu hal yang benar-benar saya pilih untuk percaya dengan diri Saya sendiri sebagai orang dewasa.

Ketika Saya berada di Inggris, Saya mulai menghadiri gereja Anglikan di seberang jalan dari L'Abri. Saya tidak pernah bertemu dengan liturgi sebelumnya dan menemukan suatu hal yang sangat indah. Ketika Saya pulang, meskipun Saya terdaftar di sebuah perguruan tinggi Baptis, Saya mulai mengunjungi gereja-gereja Episkopal (versi Amerika dari Gereja Anglikan) hanya karena Saya mencintai keindahan, kecantikan baik dalam desain gereja dan liturgi. Kencan pertama saya dengan calon suami saya, Duane, adalah untuk mendengar J.I Packer berkhotbah di gereja Episkopal di Dallas. Packer adalah seorang Anglikan, namun sangat populer dalam Evangelisasi dengan bukunya �Mengenal Tuhan�. Kami mulai menghadiri gereja Episkopal yang sama dan menikah sekitar delapan bulan kemudian.

Sulit untuk menjelaskan keindahan Ibadat Liturgi kepada siapa saja yang belum mengalaminya, tapi itu luar biasa dan sungguh menakjubkan. Liturgi adalah Trinitarian dan hormat, music nan megah dengan organ penuh, himne yang indah, dan kidungan Mazmur. Kami jatuh cinta dengan banyak hal lagi lebih sekadar satu sama lain dalam gereja Episkopal dan dikonfirmasi sekitar enam bulan setelah pernikahan kami.

Dalam gereja Episkopal ada beberapa gaya liturgi yang berbeda, yaitu yang disebut sebagai "gereja rendah" dan "gereja tinggi." Gereja rendah mungkin masih merasa "tinggi" untuk sebagian besar Protestan, tetapi memiliki cita rasa Protestan ketimbang gereja Tinggi . Gereja Tinggi juga disebut Anglo-Katolik dan telah mempunyai "bau dan lonceng," itu mungkin hal yang mendekatkan (keadaan) Surga di bumi yang pernah saya alami.

Empat tahun setelah kami menikah, kami memiliki anak pertama dan ia dibaptis di gereja yang sama di mana kami menikah. Sekitar setahun kemudian, meskipun kami pergi ke gereja Episkopal lain di Keuskupan Dallas untuk mendengarkan Thomas Howard, saudara Elisabeth Elliot dan konversi ke Gereja Katolik. Gereja ini menyebut dirinya Anglo-Katolik dan memiliki liturgi yang paling indah yang pernah saya hadiri - bahkan sampai titik ini.

Mencari Kebenaran
Mundur sedikit sekitar satu tahun setelah pernikahan kami, ketika sahabat saya dari perguruan tinggi Baptis mulai berkencan dengan seorang pria yang sedang mempertimbangkan untuk menjadi Katolik. Tanpa disadari, saya memiliki banyak normal, Amerika, selatan, prasangka Alkitab Belt terhadap Katolik dan benar-benar peduli bagi keselamatan dirinya. Jadi, saya mulai membaca buku-buku Katolik yang dia pinjamkan kepada saya dan cukup cepat menyadari bahwa segala sesuatu yang saya telah diajarkan tentang Gereja Katolik itu bohong: Gereja tidak dapat sesat setelah Kenaikan Yesus, semata-mata memiliki Injil sebenarnya setelah peristiwa Reformasi.

Saya membaca segala sesuatu yang tangan saya dapatkan tentang sejarah Gereja, tulisan-tulisan para Bapa Gereja, dan tulisan-tulisan dari umat Katolik lainnya yang mencintai Iman mereka dan menjelaskan dengan baik. Tidak butuh waktu banyak untuk meyakinkan Saya tentang kebenaran sejarah Gereja Katolik. Saya sudah mencintai Allah dan Firman-Nya, Kitab Suci, namun Saya juga mencintai Gereja Katolik. Salah satu hal yang paling mengetuk saya adalah posisi Gereja pada kesucian hidup (satu-satunya gereja yang 100% pro-life) dan tidak butuh waktu lama untuk menyadari bahwa Dia adalah benar dari segala sesuatu.

Saya sudah memiliki pemahaman yang benar tentang sakramen-sakramen, yaitu baptisan regenerasi dan transubstansiasi, di tahun-tahun saya di gereja Episkopal, tapi setelah saya menyadari bahwa hanya iman dan Alkitab saja tidaklah alkitabiah dan tak pernah diajarkan oleh Gereja, segala perlawanan saya terhadap Gereja Katolik jatuh. Pada saat itu, saya benar-benar ingin menjadi Katolik, tetapi gereja Anglo-Katolik benar-benar sudah dijalan saya. Kami Anglo-Katolik dan memiliki semua doktrin Katolik tanpa benar-benar menjadi Katolik, sehingga mudah untuk tinggal dan merasa bahwa saya "cukup dekat." Terutama karena Duane senang menjadi Anglikan dan tidak merasa sekuat tarikan yang saya lakukan untuk Gereja Katolik.

Martabat Kehidupan Manusia
Kami pindah dari Dallas ke Chicago pada tahun 2008, dan tidak pernah benar-benar menemukan sebuah gereja baru. Kami menghadiri sebuah gereja Lutheran selama sekitar satu tahun, di mana anak keempat kami dibaptis, dan kemudian melaju sekitar 80 mil ke gereja Episkopal kecil, namun masih belum merasa nyaman. Pada tahun 2010, setelah tak terduga, 18-minggu keguguran, saya punya sedikit gangguan dan pada dasarnya meminta Duane untuk mengantarkan saya pulang ke Dallas. Kami kembali ke Dallas dan kembali ke gereja Anglo-Katolik, tapi tidak merasa seperti di rumah lagi. Aku mulai menyadari betapa teologi - atau ketiadaan - di gereja Episkopal akhirnya memiliki dampak negatif pada saya.

Gereja Episkopal tidak memiliki kenyataan, teologi yang satu. Tentu saja, ada tiga puluh sembilan artikel, tetapi mereka tidak mengikat individu Anglikan dan saya bahkan tidak percaya banyak dari mereka sejak saya masih Anglo-Katolik (dan artikel-artikel yang berbau Protestan). Dalam gereja Episkopal bisa ada imam dan uskup wanita, imam dan uskup gay, dukungan keuangan untuk aborsi, dll. Sementara beberapa orang duduk-duduk meremas-remas tangan mereka yang bersifat progresif, tidak ada yang berubah karena tidak ada infrastruktur untuk melindungi kebenaran. Hanya satu Gereja yang memiliki itu dan itu adalah Gereja yang ingin kutinggali.

Anak kelima kami lahir di Dallas dan hal itu benar-benar sulit untuk pergi ke gereja yang sangat pro-kontrasepsi sementara mengerucutkan panggilan Tuhan bagi kita untuk terbuka terhadap kehidupan. Cukup banyak orang kecuali seorang imam muda yang membaptis dia dan berpikir bahwa kami gila untuk memiliki lebih dari dua anak dan entah secara sopan tidak mendukung atau terang-terangan mengejek kami. Sampai saat ini, teman Baptis yang memberikan saya baby shower  setelah anak kami yang tertua lahir telah menjadi satu-satunya baby shower saya. Bukan berarti saya butuh sesuatu, itu menjadi suatu hal yang menyenangkan untuk bersama orang lain merayakan karunia hidup dengan kami.

Meskipun saya senang berada kembali dengan keluarga saya dan teman-teman di Dallas, itu sulit karena suami saya masih bekerja di Chicago dan menghubungi dia sesering mungkin, seperti yang disebutkan, saya menjadi kecewa dengan gereja kami. Pada tahun 2012, kami akhirnya memutuskan akan lebih baik bagi kita untuk kembali ke Chicago. Saya bilang suami saya bahwa jika kita lakukan, saya akan menjadi Katolik, sesuatu yang telah di hati saya selama hampir dua belas tahun pada saat itu. Aku terdaftar di RCIA dan diterima ke dalam Gereja Katolik pada Malam Paskah 2013. Saya mencintai ajaran Gereja Katolik dan saya senang ketika orang benar-benar bahagia ketika saya mengumumkan bayi lain (nomor enam diperkirakan sekitar Natal 2013)! Terima kasih, Tuhan, karena telah membawa saya pulang!

Dua anak laki-laki tertua kami, Calvin umur 9 tahun dan Patrick 8 tahun, juga diterima dalam Gereja Katolik dan dikonfirmasi dengan saya di Malam Paskah dan semua anak-anak di kelas CCD. Duane belum dikonversi, tapi dia setia menghadiri Misa dengan keluarga kami dan saya diberkati untuk memiliki rasa penghargaan dan dukungan pada setiap langkah perjalanan saya.
Rebecca Hoekstra adalah seorang yang sibuk, homeschooling ibu dari lima, segera menjadi enam. Dia tinggal di daerah Northwest Indiana, dekat Chicago, dan senang membaca, memasak dan menghabiskan waktu bersama keluarganya. Ia terlibat dalam paroki setempat, St Augusta, di Lake Village, IN, di mana dia akan mengajar kelas CCD di musim gugur. 

Artikel ini diterjemahkan oleh Katolisitas Indonesia
Vivit Dominus in cuius conspectu sto.

Tags

Renungan (53) Sejarah Gereja (45) Kepausan (42) Katekese (40) Para Kudus (39) Berita Katolik (37) Ekaristi (36) Kitab Suci (33) Yesus Kristus (33) Doa dan Hymne (30) Liturgi (29) Apologetik (26) Renungan Cerdas (25) Fransiskus (22) Santa Maria (22) Artikel Lain (19) Dokumen Gereja (19) Gereja Katolik (19) Katekese Liturgi (17) Ajaran Gereja Katolik (16) Komuni Kudus (16) Paskah (16) Benediktus XVI (13) Dasar Iman Katolik (13) Kisah Nyata (13) Renungan Poltik (13) Natal (11) Kompendium Katolik (10) Bapa Gereja (9) Katolik Indonesia (9) Katolik Timur (9) Petrus (9) Roh Kudus (9) Sakramen Gereja Katolik (9) Allah Tritunggal (8) Perayaan Ekaristi (8) Prapaskah (8) Prodiakon (8) Tradisi (8) Kesaksian (7) Pemazmur (7) Sakramen Ekaristi (7) Tuhan Allah (7) Adven (6) Kematian (6) Liturgi dan Kaum Muda (6) Misdinar (6) Paduan Suara Gereja (6) Pekan Suci (6) Rabu Abu (6) Ajaran Gereja (5) Hari Peringatan (5) Hari Pesta / Feastum (5) Kamis Putih (5) Maria Bunda Allah (5) Perayaan Natal (5) Piranti Liturgi (5) Seputar Liturgi (5) Tritunggal (5) EENS (4) Ibadat Kematian (4) Ibadat Peringatan Arwah (4) Katekismus Gereja (4) Maria Diangkat Ke Surga (4) Minggu Palma (4) Misa Jumat Pertama (4) Misa Latin (4) Nasihat Bijak (4) Nyanyian Liturgi (4) Pentakosta (4) Sakramen Perkawinan (4) Seremonarius (4) Surat Gembala Paus (4) Surat Gembala Uskup (4) Tahun Iman (4) Tokoh Nasional (4) Tuhan Yesus (4) Beato dan Santo (3) Berita Nasional (3) Doa Litani (3) Doa Rosario (3) Dupa dalam Liturgi (3) Eksorsisme (3) Jalan Salib (3) Jumat Agung (3) Lektor (3) Liturgi dan Anak (3) Makna Homili (3) Malam Paskah (3) Masa Prapaskah (3) Misa Krisma (3) Misa Tridentina (3) Musik liturgi (3) Novena Natal (3) Pantang dan Puasa (3) Sakramen Tobat (3) Spiritualitas (3) Surat Gembala KWI (3) Tata Gerak dalam Liturgi (3) Tokoh Internasional (3) Toleransi Agama (3) Yohanes Paulus II (3) Cinta Sejati (2) Dasar Iman (2) Denominasi (2) Devosi Hati Kudus Yesus (2) Devosi Kerahiman Ilahi (2) Doa (2) Doa Angelus (2) Doa Novena (2) Doa dan Ibadat (2) Ekumenisme (2) Gua Natal (2) Hari Sabat (2) Homili Ibadat Arwah (2) How To Understand (2) Ibadat Syukur Midodareni (2) Inkulturasi Liturgi (2) Inspirasi Bisnis (2) Kanonisasi (2) Kasih Radikal (2) Keajaiban Alkitab (2) Keselamatan Gereja (2) Kisah Cinta (2) Korona Adven (2) Lagu Malam Kudus (2) Lagu Rohani (2) Lawan Covid19 (2) Lintas Agama (2) Madah dan Lagu Liturgi (2) Makna Natal (2) Maria Berdukacita (2) Maria Dikandung Tanpa Noda (2) Maria Ratu Rosario Suci (2) Motivator (2) Mujizat Kayu Salib (2) Mutiara Kata (2) New Normal (2) Nita Setiawan (2) Organis Gereja (2) Penyaliban Yesus (2) Perarakan dalam Liturgi (2) Peristiwa Natal (2) Perubahan (2) Pohon Natal (2) Renungan Paskah (2) Sakramen Gereja (2) Sakramen Imamat (2) Sakramen Minyak Suci (2) Sakramen Penguatan (2) Sekuensia (2) Sharing Kitab Suci (2) Tahun Liturgi (2) Tujuan dan Makna Devosi (2) Ucapan Selamat (2) Virus Corona (2) WYD 2013 (2) Youtuber Top (2) 2 Korintus (1) Aborsi dan Kontrasepsi (1) Abraham Linkoln (1) Adorasi Sakramen Mahakudus (1) Agama Kristiani (1) Ajaran Gereja RK (1) Alam Gaib (1) Alam Semesta (1) Alkitab (1) Allah Inkarnasi (1) Allah atau Mamon (1) Arianisme (1) Ayat Alquran-Hadist (1) Bapa Kami (1) Berdamai (1) Berhati Nurani (1) Berita (1) Berita Duka (1) Berita International (1) Bible Emergency (1) Bukan Take n Give (1) Busana Liturgi (1) Cara Mengatasi (1) Cinta Sesama (1) Cintai Musuhmu (1) D Destruktif (1) D Merusak (1) Dialog (1) Doa Bapa Kami (1) Doa Permohonan (1) Doa Untuk Negara (1) Documentasi (1) Dogma EENS (1) Doktrin (1) Dosa Ketidakmurnian (1) Dunia Berubah (1) Egois dan Rakus (1) Era Google (1) Evangeliarium (1) Filioque (1) Garputala (1) Gereja Orthodox (1) Gereja Samarinda (1) Godaan Iblis (1) Golput No (1) Hal Pengampunan (1) Hamba Dosa (1) Hari Bumi (1) Hari Raya / Solemnity (1) Haus Darah (1) Hidup Kekal (1) Hierarki Gereja (1) Homili Ibadat Syukur (1) Ibadat Kremasi (1) Ibadat Pelepasan Jenazah (1) Ibadat Pemakaman (1) Ibadat Rosario (1) Ibadat Tobat (1) Imam Kristiani (1) Imperialisme (1) Influencer Tuhan (1) Inisiator Keselamatan (1) Injil Mini (1) Inspirasi Hidup (1) Irak (1) Israel (1) Jangan Mengumpat (1) Kandang Natal (1) Karismatik (1) Kasih (1) Kasih Ibu (1) Kata Allah (1) Kata Mutiara (1) Katekismus (1) Keadilan Sosial (1) Kebaikan Allah (1) Kebiasaan Buruk Kristiani (1) Kedewasaan Kristen (1) Kehadiran Allah (1) Kejujuran dan Kebohongan (1) Kelahiran (1) Keluarkan Kata Positif (1) Kemiskinan (1) Kesehatan (1) Kesetiaan (1) Kesombongan (1) Kiss Of Life (1) Kompendium Katekismus (1) Kompendium Sejarah (1) Konsili Nicea (1) Konsili Vatikan II (1) Kremasi Jenazah (1) Kumpulan cerita (1) Lamentasi (1) Lectionarium (1) Mantilla (1) Maria Minggu Ini (1) Martir Modern (1) Masa Puasa (1) Masalah Hidup (1) Melawan Setan (1) Mengatasi Kesepian (1) Menghadapi Ketidakpastian (1) Menjadi Bijaksana (1) Menuju Sukses (1) Mgr A Subianto B (1) Misteri Kerajaan Allah (1) Misterius (1) Moral Katolik (1) Mosaik Basilika (1) Mukjizat Cinta (1) Mukzijat (1) Nasib Manusia (1) Opini (1) Orang Berdosa (1) Orang Jahudi (1) Orang Kudus (1) Orang Lewi (1) Orang Munafik (1) Orang Pilihan (1) Orang Sempurna (1) Ordo dan Kongregasi (1) Owner Facebooks (1) Pandangan Medis (1) Para Rasul (1) Pelayanan Gereja (1) Pembual (1) Pencegahan Kanker (1) Penderitaan Sesama (1) Pendiri Facebooks (1) Penerus Gereja (1) Penjelasan Arti Salam (1) Penyelamatan Manusia (1) Penyelenggara Ilahi (1) Perasaan Iba (1) Perdamaian Dunia (1) Perjamuan Paskah (1) Perjamuan Terakhir (1) Perkataan Manusia (1) Perselingkuhan (1) Pertobatan (1) Pesta Natal (1) Pikiran (1) Positik kpd Anak (1) Presiden Soekarno (1) Pusing 7 Keliling (1) Putra Tunggal (1) Rasio dan Emosi (1) Roh Jiwa Tubuh (1) Roti Perjamuan Kudus (1) Saat Pembatisan (1) Saat Teduh (1) Sabat (1) Sahabat lama (1) Sakit Jantung (1) Sakramen Baptis (1) Saksi Yehuwa (1) Salib Yesus (1) Sambutan Sri Paus (1) Sejarah Irak (1) Selamat Natal (1) Selamat Tahun Baru (1) Selingan (1) Siapa Yesus (1) Soal Surga (1) Surat Kecil (1) Surat bersama KWI-PGI (1) Surga Dan Akherat (1) Tafsiran Alkitab (1) Tamak atau Rakus (1) Tanda Beriman (1) Tanda Percaya (1) Tanpa Korupsi (1) Tanya Jawab (1) Teladan Manusia (1) Tembok Yeriko (1) Tentang Rakus (1) Teologi Di Metropolitan (1) Thomas Aquinas (1) Tim Liturgi (1) Tokoh Alkitab (1) Tokoh Gereja (1) Tolong Menolong (1) Tradisi Katolik (1) Tri Hari Suci (1) Triniter (1) True Story (1) Tugas Suku Lewi (1) Tugu Perdamaian (1) Tuguran Kamis Putih (1) Tuhan Perlindungan (1) Tulisan WAG (1) YHWH (1) Yesus Manusia (1) Yesus Manusia Allah (1) Yesus Nubuat Nabi (1) Yesus Tetap Sama (1)