Latest News

Wednesday, November 22, 2017

Kisah Hidup dan Pertobatan Santa Caecilia

Caecilia adalah seorang anak perempuan yang lahir pada zaman kekaisaran Romawi. Orang tuanya merupakan bangsawan Romawi. Maka dari itu, kehidupannya akrab dengan harta yang berlimpah dan gaun-gaun yang indah. Pada mulanya Caecilia dan keluarganya adalah orang-orang kafir. Namun Caecilia akhirnya sadar dan dengan tekad di dalam dirinya, ia pun menjadi Katolik dan percaya pada keselamatan Tuhan. Ia menjadi satu-satunya yang dibaptis di dalam keluarganya. Selain itu, ia juga diizinkan untuk berdoa dan mengikuti perayaan ekaristi.

Dengan masuk sebagai anggota Gereja Katolik, hidupnya kini berubah. Ia lebih memilih untuk menggubakan baju-baju kasar daripada gaun-gaun indah yang banyak digunakan anak bangsawan pada umumnya. Hampir setiap hari pula Caecilia membawa Kitab Suci yang disembunyikan di bawah bajunya karena memang bertentangan dengan aturan yang ada pada zaman tersebut. Bahkan Caecilia telah memilih dan mempersembahkan hidupnya kepada Yesus. Ia bertekad untuk tidak menikah dengan siapapun karena ia memilih Yesus sebagai pengantin seumur hidupnya.

Pada suatu ketika ayah Caecilia menjodohkannya dengan seorang pemuda yang baik, yaitu Valerianus. Caecilia amat mengagumi sosok pemuda tersebut, tetapi sayangnya Valerianus adalah seorang kafir atau penyembah berhala yang tidak mempercayai adanya Tuhan. Hal ini menjadi sebuah tantangan besar dalam hidup Caecilia untuk tetap terus mempertahankan tekadnya.

Akhirnya pesta pernikahan pun dilangsungkan. Semua tamu undangan dan keluarga Caecilia bersuka ria dalam acara tersebut. Namun berbeda dengan Caecilia yang hanya duduk seorang diri. Ia melambungkan mazmur kepada Tuhan dan berdoa untuk meminta pertolongan serta kekuatan dalam menghadapi tantangan ini. Ia tidak mau mengingkari tekad dan janjinya untuk terus mengabdi seumur hidupnya kepada Yesus Kristus.

Pada malam pernikahannya, tinggallah mereka berdua sendiri, Caecilia dan Valerianus. Cecilia ingin terus memegang janjinya untuk hidup suci dan murni bagi Tuhan. Ia berkata kepada Valerianus, �Temanku, aku memiliki suatu rahasia yang ingin aku katakan padamu. Namun engkau harus berjanji bahwa engkau tak akan menyampaikannya kepada siapapun.�

Valerian pun tertarik untuk mendengarkan dan secara hikmat berjanji bahwa ia akan menjaga rahasia tersebut. �Ketahuilah bahwa aku memiliki seorang malaikat Allah yang menjagaku. Jika kamu menyentuh aku di dalam perkawinan ini karena terdorong oleh nafsu semata, malaikatku akan marah dan kamu akan menderita. Namun sebaliknya, bila engkau mencintai aku dengan cinta yang murni serta mempertahankan keperawananku, maka ia juga akan mencintai engkau sebagaimana engkau mencintai aku, serta melimpahkan ke atasmu apa yang baik yang engkau kehendaki.�

Meskipun Valerianus adalah seorang kafir, tetapi hatinya sangatlah lembut dan peka. Mendengar perkataan istrinya itu, ia pun berkata, �Tunjukkanlah kepadaku malaikatmu. Jika ia datang dari Tuhan, aku akan mengabulkan permintaanmu.� Kemudian Caecilia menjawab, �Jika engkau percaya kepada Allah yang satu serta menerima air pembaptisan, maka engkau akan melihat dan bertemu dengan malaikat penjagaku itu.�

Mendengar perkataan istrinya, Valerianus menjadi sangat terkesan oleh iman kekristenan yang telah dimiliki Caecilia. Segera ia pergi untuk menemui Uskup Urbanus. Urbanus menerimanya dengan tangan terbuka dan sangat gembira. Ia membantu Valerianus untuk memahami ajaran Kristus. Bahkan doa Urbanus yang panjang dan indah dapat menyentuh batin Valerianus secara amat mendalam. Valerianus pun akhirnya meminta untuk dibaptis olehnya. Setelah Valerianus mengucapkan pengakuan iman Kristiani, ia pun kemudian pulang ke rumah untuk kembali menemui Caecilia. Sesampainya di rumah, Valerian dapat melihat malaikat yang menakjubkan di samping istrinya yang sedang berdoa.

Malaikat itu berbicara kepadanya, �Aku mempunyai suatu mahkota bunga untuk kalian masing-masing yang dikirim dari surga. Jika kalian tetap setia kepada Tuhan, aku akan memberikan mahkota penghargaan ini dengan wangi yang semerbak dan surga abadi yang kekal.� Kemudian malaikat itu memahkotai Caecilia dengan bunga mawar dan Valerianus dengan suatu rangkaian bunga bakung berbentuk lingkaran. Keharuman aroma bunga yang semerbak mengisi keseluruhan rumah mereka. Mawar menjadi simbol darah yang akan mereka tumpahkan, suatu lambang rahmat kemartiran yang akan mereka peroleh, sedangkan bunga bakung adalah lambang keperawanan. Kejadian yang menakjubkan tersebut disaksikan juga oleh Tiburtius, saudara Valerianus, yang pada saat itu tinggal satu rumah bersama mereka. Malaikat itu menawarkan pula keselamatan kepada Tiburtius apabila ia mau meninggalkan segala bentuk pemujaan palsu yang dianutnya. Akhirnya Tiburtius pun tergerak dan mulai untuk belajar iman Kristiani dari Caecilia. Cecilia mengisahkan hidup Yesus dengan baik dan begitu indahnya sehingga tidak lama kemudian Tiburtius pun dibaptis.

Pada zaman itu, kekristenan masih dilarang di Roma, tetapi kedua kakak beradik ini, Valerianus dan Tiburtius, banyak melakukan perbuatan baik yang mencerminkan sikap kekristenan. Dengan segala kekayaan yang dimiliki, mereka berjuang membantu para pengikut Kristus yang dianiaya di masa sulit tersebut, serta membantu menguburkan para martir yang telah dibunuh. Akibat kepercayaan barunya kepada Kristus ini, mereka pun ditangkap dan disiksa oleh seorang bernama Almachius, seseorang yang memerintah pada saat itu. Namun, mereka tidak gentar sedikit pun ketika hukuman mati akan diberikan kepada mereka.

Valerianus dan Tiburtius tetap memilih iman kepada Kristus meskipun Almachius menawarkan akan membebaskan mereka jika mereka kembali menyembah kepada dewa-dewa seperti dulu. Dengan yakin, mereka menolak dan pada akhirnya diserahkan untuk dicambuk. Pada akhirnya, mereka dihukum pancung sekitar empat mil jauhnya dari Roma oleh Pagus Triopius.

Caecilia menyaksikan kematian kedua orang terdekatnya itu. Dia menyaksikan kematian orang-orang yang dikasihinya dan ia pun berkata, �Hari ini aku menyambut engkau, saudaraku, karena cinta Tuhan telah membuat engkau menolak berhala.� Setelah kejadian itu, Cecilia mengubah rumah yang ia tempati saat itu menjadi tempat beribadat bagi semua orang. Banyak orang-orang kafir yang akhirnya menjadi murid Kristus karena tergerak oleh perkataan dan cara hidup dari Caecilia. Ketika Paus Urbanus berkunjung ke rumahnya, ia membaptis 400 orang yang pada mulanya adalah orang-orang kafir.

Karena hal inilah, Caecilia harus berhadapan dengan Almachius. Cecilia menerima penyiksaan di dalam rumahnya sendiri. Ia dihukum dan dibakar dalam kobaran api. Namun ajaibnya api itu tidak menghanguskannya sama sekali. Pada akhirnya seorang algojo ditugaskan untuk memenggal kepalanya. Ia menebaskan pedangnya tiga kali ke leher Caecilia. Seketika itu juga Caecilia jatuh ke tanah, tetapi ajaibnya lagi ia tidak meninggal.

Selama tiga hari, ia tergeletak di lantai rumahnya sendiri dan tidak mampu bergerak sama sekali. Para algojo menemukan Cecilia terkapar sambil tersenyum di lantai menerima mahkota kemartirannya. Ia menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 177 dan dalam posisi mengacungkan tiga jari dengan tangannya yang satu dan satu jari di tangannya yang lain. Hal ini dapat dikatakan bahwa di saat kematiannya, Cecilia masih menyatakan imannya kepada Allah sebagai Tritunggal Mahakudus. Paus Urbanus memberkati jenazah Caecilia. Ketika kuburnya dibuka lagi di tahun 1599, ditemukan bahwa tubuhnya masih amat segar dan utuh. Oleh karena cintanya pada Yesus, Gereja Katolik pun memperingati Santa Caecilia setiap tanggal 22 November.

Menurut cerita, tubuh dari Santa Caecilia dikuburkan dalam Katakombe St. Callistus. Sekitar tahun 757, tubuhnya dipindahkan dari Katakombe St. Callistus ke Katakombe Praetextatus oleh Lombard. Di tempat ini juga telah dikubur Valerianus dan Tiburtius. Pemindahan dilakukan untuk menghindari pencurian tubuh dari Santa Caecilia. Pada tahun 817�824, Paus St. Paschal I memindahkan tubuh St. Caecilia beserta Valerianus dan Tiburtius serta seluruh barang peninggalannya ke Gereja Trastevere Roma dan diletakkan pada sebuah altar di dalam gereja tersebut. Gereja ini terkenal dengan nama Gereja St. Caecilia, Trastevere.

Walaupun tidak mempunyai bukti yang cukup akurat, Santa Caecilia pantas dihormati dan diakui sebagai martir karena teladan imannya yang mempersembahkan hidupnya kepada Yesus dan juga tidak segan-segan bersedia untuk mati demi menjadi saksi Kristus. Nilai-nilai yang dapat diteladani dari Santa Caecilia adalah sebagai berikut.
Ia lebih memilih hidup bersama Kristus daripada hidup mewah sebagai bangsawan.
Ia mempersembahkan hidup dan keperawanannya hanya kepada Tuhan.
Berkat teladannya, banyak orang kafir atau penyembah berhala yang menjadi percaya pada Tuhan dan dibaptis, termasuk suami dan adik iparnya.
Meskipun menghadapi tantangan dalam hidupnya, ia tetap memuji Allah dengan bermazmur.
Di hari-hari penyiksaan yang dialaminya, ia tetap bergantung sepenuhnya kepada perlindungan Tuhan sampai menjelang hari kematiannya.

Pertobatan

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia bertindak sesuai dengan akal budi yang diberikan oleh Tuhan. Setiap tindakannya mengandung makna dan tujuan tertentu yang berbeda satu dengan yang lainnya. Namun sayangnya tindakan yang dilakukan oleh manusia belum tentu merupakan tindakan yang baik dan sesuai dengan kehendak Tuhan. Kadangkala manusia melakukan tindakan buruk yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain di sekitarnya sehingga tidak sesuai dengan hakikatnya sebagai citra Allah.

Untuk memperbaiki hidupnya dan kembali dalam hidup yang benar serta sesuai kehendak-Nya, manusia memerlukan rasa tobat. Tobat dimaknai sebagai pengubahan hati, pikiran, niat, sikap batin, dan sikap lahiriah manusia. Dalam pertobatan tersebut ada renovatie vitae yang sangat penting. Dengan pertobatan tersebut, dosa manusia, yang merupakan tindakan melanggar, menolak, atau bahkan ingin menyamai Allah, akan dihapuskan.

Kitab Suci merupakan sumber inspirasi bagi manusia dalam menjalankan kehidupan imannya. Bahkan Kitab Suci dianggap sebagai inspired dan inspiring words dalam sakramen rekonsiliasi. Inspired words berarti diilhami oleh Allah sendiri, sedangkan inspiring words berarti dapat menginspirasi atau memberikan informasi kepada umat yang membacanya. Oleh karena itu, manusia yang ingin bertobat sangat dianjurkan untuk membaca dan lebih memaknai isi dari Kitab Suci supaya pertobatannya semakin nyata.

Dalam Perjanjian Lama dijelaskan bahwa manusia ingin bertobat supaya hidupnya selamat dan kembali pada Allah. Pertobatan juga dimaknai sebagai usaha untuk memperbaiki relasi secara vertikal, dengan Allah, dan horisontal, dengan sesama manusia. Sedangkan menurut Perjanjian Baru, orang yang bertobat berarti ia mulai percaya kembali kepada Yesus sebagai penyelamat.

Pertobatan memiliki 3 dimensi yang penting, yaitu dimensi fisik, moral, dan juga iman. Pertobatan dimensi fisik dapat diartikan sikap tobat yang terlihat dari segi fisik, berhubungan dengan tubuh dari manusia. Sedangkan untuk dimensi moral merupakan perubahan moral dari dalam diri para pentobat yang dapat terlihat dalam sikap dan tindakan sehari-hari yang dilakukannya untuk orang lain. Lain halnya dengan pertobatan dimensi iman. Pertobatan ini merupakan pemulihan relasi atau hubungan vertikal, dengan Tuhan. Dapat terlihat dari bertumbuhnya iman serta perwujudan sikap iman Katolik dalam kehidupan sehari-hari.

Pertobatan yang dialami Santa Caecilia dalam hidupnya merupakan pertobatan yang mencakup 3 dimensi tersebut. Pada mulanya Caecilia dan keluarganya hidup dalam kemewahan di tengah penderitaan dari masyarakat lain. Namun akhirnya ia sadar dan memilih untuk meninggalkan kehidupan mewahnya sebagai anak bangsawan Romawi. Gaun-gaun indah dan gemerlap yang dipakai di keluarganya tidak dipilih olehnya, ia lebih memilih menggunakan baju-baju kasar yang dapat melukai tubuhnya. Dari sini dapat terlihat bahwa Caecilia melakukan pertobatan dalam dimensi fisik.

Untuk pertobatan dimensi moral, dapat terlihat dari usaha Caecilia untuk membuat suaminya, yaitu Valerianus, menjadi percaya akan Tuhan dan menceritakan kisah hidup Yesus kepada Tiburtius, adik Valerianus, yang ingin menjadi seorang Katolik. Selain itu, ia juga berusaha menyebarkan ajaran Katolik kepada orang-orang di sekitarnya dan mengubah tempat tinggalnya menjadi rumah ibadat bagi semua orang. Berkat usahanya tersebut, banyak orang kafir atau penyembah berhala yang akhirnya memilih untuk dibaptis dan menjadi pengikut Yesus Kristus.

Santa Caecilia juga melakukan pertobatan dimensi iman. Banyak sekali perubahan iman yang dialaminya semenjak dibaptis dan menjadi seorang Katolik. Iman akan Kristus tumbuh dengan subur di dalam hati, pikiran, dan hidupnya. Ia sering membawa dan membaca Kitab Suci, padahal hal tersebut dilarang oleh kekaisaran pada saati itu. Ia juga telah bertekad atau berjanji untuk menyerahkan hidupnya kepada Tuhan dan memilih Yesus sebagai pengantin ilahi seumur hidupnya. Meskipun ayahnya menjodohkan dan menikahkannya dengan Valerianus, Caecilia tetap kuat untuk tidak mengingkari janji tersebut. Ia berdoa kepada Tuhan dengan bermazmur untuk meminta pertolongan dan kekuatan dalam menghadapi tantangan tersebut. Pada akhirnya Caecilia pun berhasil mempertahankan tekadnya berkat iman Katolik yang tumbuh kuat di dalam dirinya.

Banyak sekali nilai keteladanan hidup yang dimiliki Santa Caecilia setelah ia bertobat dan dibaptis menjadi seorang pengikut Kristus. Pertobatan yang dilakukannya tidak sekedar diucapkan, tetapi juga dilakukan dalam kehidupannya sehari-hari. Fisik, moral, dan iman dari Caecilia berubah menjadi lebih baik. Iman Katolik yang dimiliki Caecilia tidak hanya berguna untuk hidupnya saja, tetapi juga untuk membantu orang lain di sekitarnya. Ia mampu menghadapi semua tantangan yang ada di hadapannya dengan tetap berpegang erat pada cinta kasih dari Tuhan Yesus Kristus.

Sumber:
www.carmelia.net
www.pondokrenungan.com

Saturday, October 7, 2017

Peringatan Wajib SP Maria, Ratu Rosario

Hari ini kita merayakan Peringatan wajib Santa Perawan Maria, Ratu Rosari. Dalam perayaan ini kita diajak untuk mencontohi hidup Bunda Maria yang selalu mengikuti kehendak Tuhan dan berani menjawab YA atas apa yang dikehendaki Tuhan. Dalam perayaan ini juga kita diajak untuk merenungkan peristiwa-peristiwa Rosario yang tidak lain adalah misteri kehidupan Yesus sendiri. Bunda Maria telah menjadi contoh sejati untuk itu. Tuhan memilih Bunda Maria menjadi Bunda Allah karena ketaatanya dalam merenungkan sabda Tuhan dan melakukannya.

Doa Rosario adalah senjata, senjata rohani yang ampuh untuk melawan musuh jiwa kita. Rosario adalah rantai doa yang dipakai untuk mengikat setan, mengusir setan yang selalu merongrong hidup kita. Suster Lusia dari Fatima dengan jelas menunjukan kekuatan Rosari sebagaimana dia mengerti saat Bunda Maria menampakan dirinya. Dia mengatakan �Melalui Doa Rosari, kita akan menerima segala sesuatu yang kita minta. Inilah kekuatan Doa Rosario. Dengan doa Rosario kita masuk dalam pusat misteri hidup dan penderitaan Yesus serta misteri relasi Bunda Maria dan Yesus sendiri.

Denga berdoa Rosario, kita juga belajar dari Bunda Maria bagaimana hidup sebagai seorang pengikut Kristus dan melalui dia kita mampu hidup sesuai ajaranNya. Ini adalah kekuatan doa Rosario. Doa Rosario mampu mengubah banyak hal yang kelihatannya tidak mungkin, dan membantu kita melihat kehendak Tuhan dalam banyak situasi yang tidak hanya mustahil tetapi juga kesempatan untuk memuji kebesaran dan keagungan-Nya. Dalam artian ini, kita dapat melihat bahwa kita mempunyai senjata yang paling ampuh dari senjata lainnya. Inilah kekuatan senjata dalam hidup spiritual kita. Inilah sejata yang kita gunakan untuk melawan setan. Melalui doa Rosario, semua hal bisa menjadi mustahil bagi yang sungguh mendoakan, bagi mereka yang percaya akan kekuatan Tuhan. Melalui perantaran doa Bunda Maria, dan dalam doa Rosario, kita akan mendapatkan apa yang sesungguhnya kita butuhkan.

Mari kita bangun kecintaan kita pada doa Rosario. Bagi mereka yang belum terbiasa berdoa Rosario, gunakan waktu ini, bulan ini sebagai start awal yang baik.

Sunday, August 20, 2017

Peringatan Wajib Santo Pius X, 21 Agustus

Santo Pius lahir dengan nama Guiseppe (Yosef) Sarto di desa kecil yang bernama Riese (Venesia, Italia bagian utara) pada tanggal 2 Juni 1835. Orangtuanya bukanlah orang penting atau ternama di mata masyarakat, namun mereka adalah orang-orang Katolik yang saleh. Mereka mengasuh dan membesarkan anak-anak mereka yang sepuluh orang itu dalam suatu zaman �susah�.

Pastor paroki sangat tertarik pada diri Guiseppe, sang pemimpin para putera altar yang berperilaku baik itu. Dia membantu Guiseppe dalam pendidikannya. Pada tahun 1858 Guiseppe ditahbiskan sebagai seorang imam praja. Sembilan tahun lamanya dia bertugas sebagai imam tentara di Tombolo. Tombolo terletak di provinsi Padua di kawasan Veneto, 45 km sebelah barat laut Venesia dan sekitar 25 km sebelah utara kota Padua.

Romo Guiseppe mempunyai seorang Fransiskan besar sebagai �idola�-nya, yaitu Santo Leonardus dari Port Maurice (1676-1751). Santo Leonardus ini adalah model bagi Romo Guiseppe dalam hidupnya dan juga pada mimbar ketika berkhotbah. Kesalehan Romo Guiseppe juga patut diteladani. Pada jam 4 pagi, dia sudah kelihatan berlutut di depan tabernakel.

Sembilan tahun lamanya Romo Guiseppe berkarya sebagai pastor paroki di Salzano (sekitar 15 km dari kota Venesia). Pada waktu ditugaskan si Salzano inilah Romo Guiseppe bergabung dengan Ordo Ketiga Santo Fransiskus (sekular) dan kemudian mendirikan dua persaudaraan Ordo Ketiga Sekular.[2] Sejak saat itu Romo Guiseppe berupaya serius agar kata-kata yang diucapkannya serta tulisan-tulisannya diwarnai dengan kesederhanaan dan keugaharian standar-standar kehidupan Fransiskan, semuanya demi pencapaian cita-cita dari Bapak Serafik.

Seusai penugasan di Salzano � untuk kurun waktu sembilan tahun lamanya � Romo Guiseppe diangkat menjadi Vikjen, kanon dan wali-pengawas seminari di keuskupan Treviso (di kawasan Veneta, dekat Venesia). Banyak orang mengatakan, bahwa Romo Guiseppe tidak akan mati di Treviso. Ternyata memang demikianlah, karena kemudian Romo Guiseppe diangkat menjadi uskup Mantua , sebuah kota di Lombardy, untuk sembilan tahun lamanya. Sebagai seorang uskup, tidak ada perubahan yang terjadi dalam kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Uskup Guiseppe tetap tidak menunjukkan toleransi samasekali terhadap pesta-pesta perjamuan yang mewah. Baginya kegiatan kerasulan dalam bidang pers sangatlah penting karena merupakan mimbar zaman modern. Oleh karena itu Uskup Guiseppe mendedikasikan dirinya pada kegiatan kerasulan pers ini. Sementara itu orang-orang miskin adalah favorit-favoritnya.

Uskup Guiseppe kemudian diangkat menjadi seorang kardinal dan Patriark/batrik Venesia, juga untuk sembilan tahun lamanya. Meskipun berada begitu dekat dengan pucuk pimpinan Gereja, Kardinal Guiseppe tetap menjadi anak-rohani yang setia dari bapak-rohaninya, Fransiskus � si kecil miskin dari Assisi.

Kematian Paus Leo XIII pada tahun 1903 membawa Kardinal Guiseppe ke Roma/Vatikan untuk mengikuti pemilihan paus. Siapakah yang akan terpilih? Kardinal Guiseppe Sarto menjawab: �Leo XIII, yang mencerahkan dunia dengan hikmat-kebijaksanaannya akan digantikan oleh seorang paus yang akan membuat dunia terkesan dengan kesucian hidupnya.� �Nubuat� ini digenapi: ternyata dalam konklaf Kardinal Guiseppe Sarto terpilih sebagai paus yang baru dengan nama Pius X.

Tidak lama setelah dipilih menjadi pemimpin tertinggi Gereja, Paus Pius X mengumumkan program kerjanya, yaitu �memperbaharui semua hal dalam Kristus�. Pius X melakukan banyak hal dalam hal kebangunan-rohani Gereja, misalnya mendorong penyambutan komuni sejak usia muda dan juga komuni harian. Ia menetapkan pokok-pokok yang diperlukan dalam rangka pencapaian kesucian hidup para klerus. Ia mendorong perkembangan Ordo Ketiga. Yang paling penting, lewat kesucian hidupnya, Paus Pius X membuat dirinya sendiri menjadi contoh bagi orang-orang untuk melakukan pembaharuan hidup rohani mereka.

Paus Pius X terkadang dijuluki �Paus Ekaristi�. Beliau tercatat pernah mengucapkan kata-kata sebagai berikut: �Komuni Kudus adalah jalan yang paling singkat dan paling aman untuk menuju surga. Memang ada jalan-jalan lain: keadaan tidak bersalah (innnocence), namun hal ini diperuntukkan bagi anak-anak kecil; pertobatan, namun hal ini menakutkan kita; memikul banyak pencobaan-pencobaan hidup, namun begitu pencobaan-pencobaan itu tiba kita menangis dan mohon dikecualikan/diselamatkan. Jalan yang paling pasti, paling mudah, paling singkat, adalah Ekaristi.� Ucapan beliau ini tentunya mendukung pemberian gelar/ julukan sebagai �Paus Ekaristi�.

Meskipun paus, namun ia tetap romo paroki yang penuh pengertian dan cintakasih. Setiap Minggu ia berkhotbah secara sederhana menjelaskan Injil yang dibacakannya kepada hadirin di halaman Vatikan. Kebaikan hati dan kesederhanaannya sangat menonjol.

Kemudian pecah perang dunia yang pertama. Ketika menderita sakit, dari atas pembaringannya Paus Pius X berkata: �Saya ingin menderita. Saya ingin mati bagi para serdadu di medan tempur.� Pada tanggal 20 Agustus 1914 � enam belas hari setelah pecah Perang Dunia I � Paus Pius X dengan penuh kedamaian menghembuskan nafasnya yang terakhir. Wasiatnya mencerminkan jiwa Fransiskannya: �Saya dilahirkan miskin, saya telah hidup miskin, dan saya ingin mati secara miskin pula.�

Semasa hidupnya, Paus Pius X beberapa kali menyembuhkan secara ajaib orang-orang yang sakit jasmani maupun rohani. Setelah kematiannya, banyak terjadi mukjizat pada kuburannya. Proses beatifikasinya dimulai pada tahun 1923. Beatifikasinya dilakukan pada tahun 1951 dan kanonisasinya dilakukan pada tahun 1954.

Sumber : http://www.mirifica.net/2014/08/20/peringatan-wajib-santo-pius-x-21-agustus/

Saturday, August 19, 2017

Sakramen Tahbisan

Berkat Sakramen Pembabtisan semua orang diikutsertakan dalam imamat Kristus. Namun berkat Sakramen Tahbisan, orang beriman �atas caranya yang khas mengambil bagian dalam imamat Kristus� dan �diarahkan satu kepada yang lain�, walaupun �berbeda dalam kodratnya� (LG 10), untuk mengembangkan rahmat Pembaptisan; dalam penghayatan iman, harapan dan cinta; dalam hidup sesuai dengan Roh Kudus. Sakramen Sakramen Imamat diterima oleh seseorang sekali seumur hidup. Dengan sakramen ini maka seorang manusia diangkat untuk mengabdikan hidupnya sebagai citra Kristus. Gereja menyatakan ini dengan berkata bahwa seorang imam, berkat Sakramen Tahbisan, bertindak �atas nama Kristus, Kepala� [in persona Christi capitis]. Menjadi konfigurasi Kristus selaku Kepala Gereja dan Imam Agung, serta menganugerahkan baginya kuasa, sebagai asisten uskup setempat, untuk merayakan sakramen-sakramen dan kegiatan-kegiatan liturgis lainnya, teristimewa Ekaristi. Hanya uskup yang boleh melayani sakramen ini.

Imamat ini adalah satu pelayanan. �Adapun tugas yang oleh Tuhan diserahkan kepada para gembala umat-Nya itu, sungguh-sungguh merupakan pengabdian� (LG 24). Ia ada sepenuhnya untuk Allah dan manusia. Ia bergantung seutuhnya dari Kristus dan imamat-Nya yang satu-satunya dan ditetapkan demi kesejahteraan manusia dan persekutuan Gereja. Sakramen Tahbisan menyampaikan �satu kuasa kudus�, yang tidak lain dari kuasa Kristus sendiri. Karena itu, pelaksanaan kuasa ini harus mengikuti contoh Kristus, yang karena cinta telah menjadi hamba dan pelayan untuk semua orang.

Tiga Jenjang Tahbisan

Pelayanan Gereja yang ditetapkan oleh Allah dijalankan dalam berbagai pangkat oleh mereka, yang sejak kuno disebut Uskup, imam, dan diaken� (LG 28). Ajaran iman Katolik yang dinyatakan dalam liturgi, dalam magisterium dan dalam cara bertindak Gereja yang berkesinambungan, mengenal dua jenjang keikutsertaan dalam imamat Kristus: episkopat dan presbiterat. Diakonat mempunyai tugas untuk membantu dan melayani mereka. Karena itu istilah �sacerdos� dalam pemakaian dewasa ini menyangkut Uskup dan imam, tetapi bukan diaken. Meskipun demikian ajaran iman Katolik mengajarkan bahwa ketiga jenjang jabatan � kedua jenjang imamat (episkopat dan presbiterat) dan jenjang jabatan pelayanan (diakonat) � diterimakan oleh satu kegiatan sakramental, yang dinamakan �penahbisan�, artinya melalui Sakramen Tahbisan.

Pentahbisan uskup merupakan kegenapan sakramen Imamat. Menjadikannya anggota badan penerus (pengganti) para rasul, dan memberi misi untuk mengajar, menguduskan, dan menuntun, disertai kepedulian dari semua Gereja.

Orang-orang yang berkeinginan menjadi imam dituntut oleh Hukum Kanonik (Kanon 1032 dalam Kitab Hukum Kanonik) untuk menjalani suatu program seminari yang selain berisi studi filsafat dan teologi sampai lulus, juga mencakup suatu program formasi.

Sumber Naskah http://www.kaj.or.id/dokumen/sakramen-sakramen/sakramen-tahbisan

Tuesday, August 15, 2017

Metode Sharing INJIL 7 Langkah

PENJELASAN METODE SHARING 7 LANGKAH

1. Mengundang Kehadiran Tuhan
Mengundang Tuhan supaya membuka hati masing-masing peserta. Kita mengundang Tuhan untuk menciptakan suasana doa dan mengingatkan masing-masing bahwa Tuhan hadir di tengah-tengah kita, sehingga terbuka bagi Sang Sabda yang sungguh hadir dalam iman.
Dimohon salah seorang mengantar doa.

2. Membaca Teks Kitab Suci
Fasilitator menyebut teks yang akan dibahas bersama kemudian minta kesediaan salah seorang untuk membacakan dengan jelas. Selama pembacaan, peserta mendengarkan dalam suasana meditasi.
Setelah teks dibaca, hening sejenak kemudian Fasilitator mengundang peserta ke dua untuk membacakan teks sekali lagi. Sementara itu peserta yang lain menutup Kitab Sucinya. Maksudnya : Firman Tuhan dapat meresap dalam hati.

3. Memperhatikan Teks
Peserta diajak masuk ke suasana hening, membaca kembali teks dalam hati. Memilih kata atau kalimat singkat yang menantang, menggugah kemudian Fasilitator mempersilahkan mengungkapkan kata, ungkapan atau kalimat singkat yang dipilih secara bergilir. Kata atau kalimat itu tidak boleh dikomentari.
Yang perlu : menikmati bersama-sama kehadiran Tuhan dalam Sabda-Nya.

4. Mendengarkan (hening)
Fasilitator mengajak peserta mendengarkan Sabda Tuhan dalam keheningan. Teks dibaca sekali lagi dalam hati sambil membiarkan Tuhan menyapa dan berbicara kepadanya. Dalam keheningan itu, peserta dapat mencari / menemukan apakah teks ini :
Menambah pengetahuan tentang Allah ; menunjukkan kesalahan / dosa.
Teguran / nasehat perbaiki kelakuan ; member hiburan / peneguhan.
Mendidik dalam kebenaran ; member janji-janji Tuhan.
Langkah ini membantu peserta untuk masuk dan tinggal di hadirat Allah, dan masuk lebih dalam ke dalam situasi teks.

5. Berbagi (sharing) � sharing iman bukan cerita pribadi
Peserta diajak membagikan apa yang diperoleh selama renungan. Kata ungkapan, kalimat mana yang menggugah saya secara pribadi. Disusul dengan mengungkapkan pengalaman rohani atau penghayatan pribadi sehubungan dengan kata / ungkapan / kalimat yang menggugah, menantang tadi.
Hendaknya hindari kesan menggurui, mengajar atau mengkhotbah orang lain. Pengungkapan diri ini bermaksud membantu teman lain agar semakin tumbuh dalam iman.Maka sebaiknya menggunakan kata �saya� bukan �kita� atau �kami�.Setiap orang punya pengalaman berbeda bagaimana Allah berkarya dalam diri saya.

6. Mencari pesan (tanggapan)
Pesan Tuhan dicari bersama. Ini merupakan saat bagi para anggota kelompok untuk memeriksa hidupnya masing-masing dalam terang Sabda Tuhan. Masalah yang dibicarakan perlu dibahas dan dipecahkan dalam suasana persaudaraan dan dengan kesadaran akan kehadiran Tuhan.
Dapat juga dibahas apa yang baik dilakukan oleh peserta secara pribadi maupun kelompok. Hendaknya ditentukan siapa melakukan apa dan kapan.
Jika ini bukan pertemuan pertama, maka sebelum berbagi tugas diminta peserta memberikan laporan tugas yang telah dijalankan dalam minggu/periode sebelumnya.

7. Mengungkapkan dalam doa : tidak perlu panjang
Peserta diajak untuk berdoa secara spontan. Sabda Tuhan, berbagai pengalaman akan Tuhan dan macam-macam masalah yang sempat dibicarakan dapat menjadi landasan doa.

Kelompok sedapat mungkin mempersatukan ketiga unsur : Sabda Tuhan, Pengalaman Spiritual, masalah kehidupan dalam doa pribadi.

Diakhiri dengan doa Bapa Kami dan pujian / nyanyian untuk menutup pertemuan.

Wednesday, August 9, 2017

Ibadat Tirakatan

Nyanyian Pembuka PS. No.712 (atau nyanyian lain yang sesuai)

P : Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus
U : Amin
P : Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, yang menghibur kita dalam segala penderitaan.
U : Sekarang dan selama-lamanya
P : Bapak/ibu dan Sdr/sdri terkasih, Allah Sang Sumber dan tujuan hidup, telah memberikan kehidupan kepada saudara/i kita ������.., dan kini telah memanggil kembali saudara kita ini kepangkuan-Nya. Kita percaya bahwa seluruh hidup manusia ada di tangan Allah. Kita hanya bisa bersembah sujud kepada-Nya dan percaya penuh kepada penyelenggaran dan kehendak-Nya. Sekarang ini saudara/i kita ����� telah sampai pada akhir perjalanan hidupnya. Ia telah sampai kepada Sang Pencipta dan Penyelamat.
Maka marilah pada malam hari ini kita memberikan penghormatan kepadanya, dan merenungkan kerahiman Tuhan, asal dan tujuan hidup kita, sambil mohon agar saudara kita yang meninggal ini diterima dalam kemuliaan abadi.

------ hening sejenak -------

Doa Pembuka
P : Marilah berdoa :
Allah Bapa yang Maha baik, sumber segala penghiburan, kami mohon, bukalah hati kami, agar dapat mendengarkan dan merenungkan sabda-Mu. Kami sedih karena kematian saudara kami ......NN...... ini, kami mohon, semoga sabda-Mu dapat memberikan hiburan, dan memberikan terang dalam kegelapan, serta keteguhan iman dalam cobaan.
Demi Yesus Kristus Putera-Mu, Tuhan dan pengantara kami, kini dan sepanjang masa.
U : Amin

Bacaan Pertama
Pembacaan dari surat kedua Rasul Paulus kepada Timoteus
(2 Tim 2:8-13)
--------------------
L : Demikianlah Sabda Tuhan
U : Syukur kepada Allah

Doa Renungan
P : Marilah berdoa:
Allah Bapa yang mahapengasih, perkenankanlah hambaMu ...... NN......, yang telah meninggal bersama Kristus berkat sakramen pembaptisan, ikut pula menikmati kebangkitan bersama-sama dengan Dia, yang hidup dan berkuasa kini dan sepanjang segala masa.
U : Amin.

Nyanyian Antar Bacaan PS. No.713 (atau Nyanyian lain yang sesuai)
(Sedapat mungkin dapat dinyanyikan Mazmur)

Bacaan Injil
P : Semoga Tuhan beserta kita
U : Sekarang dan selama-lamanya
P : Inilah Injil Yesus Kristus menurut Santo Lukas. (7:11-24)
U : Dimuliakanlah Tuhan
-------------------
P : Demikianlah Sabda Tuhan
U : Terpujilah Kristus

Renungan Singkat

Doa Umat
P : Sdr/sdri, marilah kita berdoa kepada Allah, yang menguasai hidup dan mati, Bapa kita yang berbelas kasihan, dan sumber segala penghiburan.
P : Bagi saudara kita ...... NN....... Karena pembaptisan ia telah menjadi anak Allah. Semoga ia diperkenankan masuk ke rumah Bapanya.
Hening sejenak. Marilah kita mohon :
U : Kabulkanlah doa kami ya Tuhan
P : Semoga sesudah segala cobaan di dunia ini, ia diterima dalam kedamaian dan kebahagiaan kerajaan Allah.
Hening sejenak. Marilah kita mohon :
U : Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan
P : Semoga Tuhan mengganjar segala kebaikannya dengan anugerah berlimpah.
Hening sejenak. Marilah kita mohon :
U : Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan
P : Untuk seluruh keluarganya : supaya Tuhan menghibur dan menguatkan mereka semua.
Hening sejenak. Marilah kita mohon :
U : Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan
P : Semoga kepercayaan kita jangan goncang karena cobaan tetapi semakin berakar dalam Kristus, kebangkitan dan kehidupan kita.
Hening sejenak. Marilah kita mohon :
U : Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan
P : Semoga kita yang ditinggalkan di dunia ini, kelak bertemu kembali dengan saudara kita di Surga.
Hening sejenak. Marilah kita mohon :
U : Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan
P : Semoga saudara kita yang telah dipanggil Tuhan, menikmati kebahagiaan kekal dan kelak menjemput kita.
Hening sejenak. Marilah kita mohon :
U : Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan
P : Untuk seluruh umat Allah: semoga semua warga memberi kesaksian tentang kebangkitan dengan sikap cinta kasih dan semangat berkurban.
Hening sejenak. Marilah kita mohon :
U : Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan
P : Bapa yang baik hati, dengarkanlah doa kami yang penuh harapan. Kuatkanlah kami dalam duka cita ini dan terimalah kami juga dalam suka cita abadi.
Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami.
U : Amin.
P : Saudara-saudara terkasih, Marilah kita satukan semua doa kita dengan doa yang diajarkan Kristus sendiri.
P + U : Bapa Kami��

Penutup
P : Ya Tuhan, anugerahilah dia istirahat kekal.
U : Dan sinarilah dia dengan cahaya abadi
P : Semoga ia beristirahat dalam damai
U : Amin.
P : Saudara-saudari sekalian. Dengan ini ibadat kita sudah selesai.
U : Syukur kepada Allah
P : Semoga kita sekalian senantiasa diberkati oleh Allah, Bapa yang mahakuasa.
Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus
U : Amin

Nyanyian Penutup PS. No.714 (atau nyanyian lain yang sesuai)

Tuesday, August 8, 2017

Tentang St. Dominikus

Dominikus lahir pada tahun 1170 di Caleruega, Spanyol, dalam keluarga bangsawan terhormat. Ia dikirim belajar ke Universitas Palencia pada usia 14 tahun. Di Palencia ia tinggal selama 10 tahun untuk menempuh studi dengan penuh semangat dan ketekunan yang membuatnya dianggap sebagai mahasiswa teladan.

Suasana kota pelajar Palencia yang semarak tidak mempengaruhi Dominikus; ia setia menjaga dengan ketat hidup jasmani dan rohaninya. Ia bahkan sering bermatiraga dengan tidur di lantai yang keras. Dominikus juga memiliki hati yang lembut dan mudah tersentuh oleh penderitaan sesama: satu kali ia menjual buku-bukunya yang mahal dan uang hasil penjualannya dibagikan kepada kaum miskin Palencia yang kelaparan.

Dominikus muda terus bertumbuh dalam kebajikan, dan namanya mulai dikenal oleh uskup di Osma. Sang uskup memanggil Dominikus dan menjadikannya imam kanon reguler. Di bawah pimpinan Diego de Acebo, Dominikus pun mendalami kehidupan religius dan kontemplatif. Setelah Diego diangkat menjadi uskup Osma yang baru, ia mengundang Dominikus untuk ikut bepergian bersamanya menyebarkan Injil. Pada tahun 1206, mereka berdua bersama-sama menawarkan diri kepada Paus Innocentius III untuk pelayanan menyelamatkan jiwa-jiwa. Sri Paus mengutus mereka ke Languedoc, Prancis selatan, untuk menginjili kaum sesat Albigensian.

Pada waktu itu, biarawan-biarawan Cistercian sudah berkarya di tengah kaum Albigensian. Akan tetapi, gaya hidup mereka yang penuh foya-foya membuat mereka dan Gereja Katolik pada umumnya dicemooh oleh orang-orang Albigens. Dominikus melihat bahwa gaya hidup yang demikian membuat pewartaan menjadi gagal, maka ia dan Diego pun berkeliling desa-desa di Languedoc dengan berjalan kaki sambil mengemis. Karya mereka pun mulai menampakkan buah-buahnya: satu persatu orang-orang Albigens bertobat kembali kepada iman Katolik.

Setelah Diego meninggal, Dominikus masih melanjutkan pewartaan, kali ini dengan dibantu komunitas wanita ex-Albigens yang melarikan diri dari daerah tempat tinggal mereka dan menetap di Prouilles. Di bawah bimbingan Dominikus, wanita-wanita tersebut pun menjadi komunitas biarawati Dominikan pertama yang berciri kontemplatif tertutup. Pada waktu itu, nama Dominikus mulai populer di kalangan awam maupun klerus; beberapa kali ia ditawari jabatan sebagai uskup, namun ia selalu menolak karena tetap ingin melanjutkan karyanya berkeliling mewartakan Injil.

Tahun 1215, Dominikus berangkat ke Toulouse ditemani beberapa pengikutnya yang telah terkumpul. Pierre Seilan, seorang kaya warga Toulouse yang menjadikan Dominikus pembimbing rohaninya, memberikan salah satu rumahnya sebagai tempat kediaman mereka: di situlah biara Ordo Pewarta yang pertama didirikan, pada tanggal 25 April 1215. Ordo Pewarta kemudian mengadopsi regula St. Agustinus dan Dominikus mempresentasikannya kepada Sri Paus demi memperoleh pengakuan kanonik. Tanggal 22 Desember 1216, Paus Honorius III menerbitkan Bulla peneguhan Ordo Pewarta; tanggal tersebut kini diperingati sebagai hari lahirnya Ordo.

Tahun 1217, Dominikus memutuskan untuk menyebar para biarawannya berdua-dua ke seluruh penjuru negeri. Biarawan-biarawan yang paling cemerlang dikirimnya ke kota-kota universitas terbesar, yaitu Paris dan Bologna. Dominikus sendiri melanjutkan bepergian keliling Spanyol dan Roma untuk makin memantapkan keberadaan Ordonya. Tahun 1220, para perwakilan biarawan Dominikan, yang kini telah berlipat ganda jumlahnya, berkumpul di Bologna untuk menetapkan konstitusi Ordo yang pertama.

Dominikus meninggal di Bologna tahun 1221 dan dikanonisasi oleh Paus Gregorius IX tanggal 13 Juli 1234.

Sumber: https://dominikanawambogor.wordpress.com/tentang-st-dominikus/

Saturday, August 5, 2017

Sekilas Menjadi Saksi Kemuliaan Yesus

(Bacaan Injil Misa Kudus, Pesta Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya � Minggu, 6 Agustus 2017)

Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes saudaranya, dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendirian saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka; wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang. Lalu tampaklah kepada mereka Musa dan Elia sedang berbicara dengan Dia. Kata Petrus kepada Yesus, �Tuhan, alangkah baiknya kita berada di tempat ini. Jika Engkau mau, biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia. Tiba-tiba sementara ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata, �Inilah Anak-Ku yang terkasih, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.� Mendengar itu tersungkurlah murid-murid-Nya dan mereka sangat ketakutan. Lalu Yesus datang kepada mereka dan menyentuh mereka sambil berkata, �Berdirilah, jangan takut!� Ketika mereka mengangkat kepala, mereka tidak melihat seorang pun kecuali Yesus seorang diri.
Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka, �Jangan kamu ceritakan penglihatan itu kepada siapa pun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati.�
(Mat 17:1-9)

Bacaan Pertama: Dan 7:9-10,13-14; Mazmur Tanggapan: Mzm 97:1-2,5-6,9; Bacaan Kedua: 2Ptr 1:16-19

Petrus, Yakobus dan Yohanes (dua bersaudara anak Zebedeus) adalah tiga orang rasul �lingkaran dalam� Yesus. Mereka hadir ketika ibu mertua Petrus disembuhkan dari sakit demamnya oleh Yesus (Mrk 1:29-31); mereka hadir ketika Yesus membangkitkan puteri Yairus dari kematian (Mrk 5:37); dalam bacaan Injil hari ini mereka juga menyaksikan transfigurasi Yesus di atas sebuah gunung yang tinggi; dan mereka juga dibawa oleh Yesus dalam taman Getsemani ketika Dia mau berdoa( Mat 26:37).

Di sebuah gunung yang tinggi, ketiga rasul �lingkaran dalam� Yesus ini mengalami suatu penglihatan yang luarbiasa. Yesus, sahabat dan Guru mereka, terlihat sedang berdiri di depan mereka dalam kemuliaan ilahi, dan Ia didampingi oleh dua orang pahlawan terbesar bangsa Israel, yaitu Musa dan Elia. Tidak begitu mengherankanlah kalau dalam situasi seperi itu Petrus menjadi tidak tahu apa yang harus dikatakannya.

Hanya satu pekan sebelum peristiwa transfigurasi yang penuh kemuliaan ini terjadi, Yesus memberitahukan untuk pertama kalinya bahwa Dia harus pergi ke Yerusalem dan di sana menanggung banyak penderitaan dari para pemuka agama Israel, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga (lihat Mat 16:21). Sekarang Yesus mengajak ketiga orang rasul-Nya yang paling dekat untuk naik ke atas gunung dan memberikan kepada mereka bertiga kesempatan mencicipi alasan mengapa Dia harus menanggung penderitaan sedemikian. Untuk sekejab saja Yesus menunjukkan kepada mereka bagaimana kemanusiaan-Nya akan terlihat setelah ditransformasikan dalam kemuliaan.

Seringkali kita cenderung untuk memfokuskan diri pada upaya melakukan pertobatan, puasa, doa, pemberian derma dan sejenisnya. Kita mencoba mengkontemplasikan �Sang Tersalib� sesering mungkin. Kita berbicara mengenai �memikul salib kita� atau �mati terhadap kedosaan manusia kita�. Akan tetapi, sebagaimana Petrus, Yakobus dan Yohanes, yang melihat kemuliaan Yesus sebelum mereka mengalami salib-Nya dan salib mereka sendiri, maka kita pun perlu juga mengarahkan pandangan kita ke surga �di atas sana� agar dapat melihat pancaran cahaya Yesus yang bangkit dalam kemenangan dan ditransformasikan dalam kemuliaan.

Allah ingin agar kita merasa yakin, bahwa tujuan akhir kita bukanlah untuk mati, melainkan untuk hidup! Keberadaan kita bukanlah untuk sekadar menjalani hidup pertobatan, melainkan juga untuk hidup dengan Yesus dalam suatu ikatan kasih yang tak terpatahkan! Melalui transfigurasi-Nya, Yesus ingin memberikan kepada kita pandangan secara sekilas lintas tentang transfigurasi kita di masa depan, ketika kita akan hidup bersama-Nya dalam kemuliaan, tidak lagi di bawah beban dosa, melainkan ditinggikan oleh Roh Kudus.

Selagi kita mendengarkan pembacaan Kitab Suci dalam Misa Kudus hari ini, baiklah kita memejamkan mata. Bayangkan diri kita bersama ketiga rasul di atas gunung itu. Biarlah Roh Kudus menunjukkan kemuliaan Yesus kepada kita. Cobalah membayangkan apa yang dibicarakan Yesus dengan Musa dan Elia di atas gunung itu. Apakah Yesus sendiri menarik kekuatan dari pengalaman transfigurasi-Nya untuk hari-hari terakhir-Nya di atas bumi? Marilah sekarang kita bertanya kepada Yesus bagaimana seharusnya kita menjaga mata hati kita agar tetap fokus pada kemuliaan yang dijanjikan-Nya, bukan pada segala kesulitan hari ini. Perkenankanlah Allah untuk syering dengan kita pemikiran surgawi apa saja yang Ia akan masukkan ke dalam pikiran dan hati kita masing-masing. Biarlah kebangkitan-Nya memberdayakan kita pada hari ini.

DOA: Yesus, Engkau adalah bintang terang yang menyinari jalanku. Bukalah mataku agar dapat melihat kemuliaan-Mu. Kuatkanlah imanku dalam kehadiran-Mu. Jagalah diriku agar senantia dekat di samping-Mu, sehingga dengan demikian aku pun dapat menjadi terang yang memberi pengharapan dan penghiburan bagi orang-orang lain yang kujumpai.Segala kemuliaan dan pujian bagi-Mu, ya Yesus! Amin.

Sumber: https://catatanseorangofs.wordpress.com/

Thursday, August 3, 2017

Asal usul, Awal, dan Makna Ekaristi Jumat Pertama

1. PERAYAAN JUMAT PERTAMA
Cukup banyak umat yang terpanggil untuk menghadiri misa Jumat pertama sebagaimana mereka merasa wajib untuk menghadiri misa pada hari Minggu. Apakah latar belakang di balik perayaan Jumat pertama?

2. ASAL-USUL JUMAT PERTAMA.
Perayaan Jumat pertama menunjuk pada devosi kepada Hati Kudus Yesus yang sebenarnya sudah dimulai pada abad 11 dan 12 Masehi di lingkungan biara Benediktin dan Sistersian. Pada abad 13-16 Masehi, devosi ini menurun dan mulai hidup lagi pada pertengahan akhir abad 16, salah satunya oleh Yohanes dari Avila (1569).Pada abad 17, berbagai praktek devosi kepada Hati Kudus Yesus dari beberapa tokoh spiritual mulai menjamur, di antaranya Santo Fransiskus Borgia, Santo Aloysius Gonzaga dan Beato Petrus Kanisius. Namun semuanya itu hanyalah devosi yang bersifat pribadi.

Beato Yohanes Eudes (1602-1680) membuat devosi ini menjadi devosi umat, yang dirayakan dalam peribadatan. Ia bahkan menetapkan pesta liturgi khusus untuk devosi kepada Hati Kudus Yesus ini. Pada tanggal 31 Agustus 1670, pesta liturgis pertama untuk menghormati Hati Kudus Yesus dirayakan dengan begitu agung di Seminari Tinggi Rennes, Perancis. Walaupun demikian, perayaan Hati Kudus Yesus pada masa itu belum menjadi perayaan resmi gereja sedunia, tetapi merupakan awal devosi kepada Hati Kudus Yesus untuk seluruh Gereja.

3. AWAL JUMAT PERTAMA
Istilah Jumat pertama sebagai devosi kepada Hati Kudus Yesus berawal dari penampakan Yesus kepada Santa Maria Margaretha Alacoque (1647-1690) di Perancis. Dalam penampakan-Nya, Yesus mengungkapkan rupa-rupa misteri rohani dan permintaan untuk penghormatan khusus kepada Allah. Pada penampakan ketiga (1674), Yesus menampakkan diri dalam kemuliaan dengan kelima luka penderitaan- Nya yang bersinar bagaikan mentari, dan dari Hati Kudus Yesus tampaklah Hati Kudus Yesus yang mencinta. Yesus mengungkapkan, bahwa banyak orang tak menghormati dan menyangkal-Nya. Oleh karena itu, sebagai silih dan pemulih atas dosa-dosa manusia, melalui Maria Margaretha, Yesus meminta untuk menghormati-Nya secara khusus dengan menerima Sakramen Mahakudus sesering mungkin. Secara khusus pula, Yesus meminta untuk menerima Komuni Kudus pada Hari Jumat pertama setiap bulan, dan pada setiap Kamis malam di mana Yesus membagikan penderitaan yang dirasakan-Nya di Taman Getsemani.

Hari Jumat Pertama itulah yang dirayakan oleh segenap umat sampai sekarang ini. Dan peringatan Hari Kamis malam masih dirayakan sampai sekarang ini di biara-biara dan oleh sebahagian umat dengan perayaan devosional yang disebut Hora Sancta atau Jam Suci. Kita tidak mengetahui mengapa Yesus meminta untuk menerima Komuni Kudus pada hari Jumat Pertama. Jika dikaitkan dengan Hari Kamis malam sebagai kenangan akan derita Yesus di Taman Getsemani, tentu Hari Jumat yang dimaksud Yesus adalah hari wafat-Nya di kayu salib. Mengapa harus hari Jumat Pertama dan bukan setiap hari Jumat? Kita juga tidak menemukan alasannya. Mungkin hari Jumat pada bulan baru menunjuk pada permulaan yang baik untuk kehidupan Kristen sepanjang bulan itu.Setelah penampakan Yesus pada Maria Margaretha Alacoque, devosi kepada Hati Kudus Yesus berkembang pesat. Pada tahun 1856, Paus Pius IX menetapkan Pesta Hati Kudus Yesus pada Hari Jumat sesudah Pesta Tubuh dan Darah Kristus. Hal ini berkaitan langsung dengan permintaan Yesus pada Maria Margaretha Alacoque saat penampakan keempat (1675) untuk menghormati Hati Kudus-Nya secara khusus. Itulah pesta liturgis yang sampai sekarang ini dirayakan oleh gereja kita secara resmi.

4. MAKNA JUMAT PERTAMA
Adalah hal yang baik bagi umat untuk meneruskan devosi kepada Hati Kudus Yesus pada hari Jumat pertama setiap bulan, karena anugerah khusus akan diberikan kepada mereka yang menerima komuni pada sembilan hari Jumat pertama berturut-turut. Sebelum meninggal, orang tersebut tidak akan mati dalam dosa, karena diberi pengampunan dosa dan akan mengalami kebahagiaan dalam keluarga dan penghiburan dalam derita.

5. 12 JANJI YESUS KEPADA ST MARGARETA MARIA ALACOQUE dan bagi mereka yang berdevosi kepada Hati Yesus yang Mahakudus
1. "Aku akan memberikan semua rahmat yang diperlukan sepanjang hidup mereka."
2. "Aku akan memberikan damai sejahtera dalam keluarga-keluarga mereka."
3. "Aku akan menghibur mereka dalam kesukaran-kesukaran mereka."
4. "Aku akan menjadi tempat perlindungan yang aman sepanjang hidup mereka dan terutama saat kematian mereka."
5. "Aku akan mencurahkan rahmat berlimpah pada semua usaha mereka."
6. "Para pendosa akan menemukan dalam Hati Kudus-Ku sumber lautan belas kasihan yang tak terbatas."
7. "Jiwa-jiwa yang suam-suam kuku akan dikuatkan."
8. "Jiwa-jiwa yang kuat akan segera mencapai kesempurnaan yang tinggi."
9. "Aku akan memberkati rumah-rumah di mana lukisan Hati Kudus-Ku ditempatkan dan dihormati. "
10. "Aku akan memberikan kepada imam karunia menggerakkan hati yang paling keras sekalipun."
11. "Siapa saja yang menganjurkan devosi ini, namanya akan tertulis di Hati-Ku, dan tidak akan pernah dihapuskan."
12. "Aku berjanji demi Hati-Ku yang penuh belas kasihan, bahwa kuasa kasih-Ku akan menganugerahkan kepada mereka yang menerima Komuni pada hari Jumat Pertama selama sembilan bulan berturut-turut, rahmat pertobatan terakhir; mereka tidak akan meninggal dalam keadaan melukai Hati-Ku, pun tanpa menerima Sakramen-sakramen terakhir; Hati-Ku akan menjadi tempat perlindungan yang aman pada saat kematian mereka."

Sumber: Komkep KAJ & indocell.net/yesaya

Wednesday, August 2, 2017

Sakramen Pengurapan Orang Sakit

Pengurapan Orang Sakit adalah sakramen penyembuhan yang kedua setelah Sakramen Tobat. Dalam sakramen ini seorang imam mengurapi si sakit dengan minyak yang khusus diberkati untuk upacara ini. "Pengurapan orang sakit dapat diberikan bagi setiap umat beriman yang berada dalam bahaya maut yang disebabkan sakit atau usia lanjut" (Kanon 1004; KGK 1514). Baru menderita sakit atau pun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang.

Dengan pengurapan orang sakit, Gereja dalam keseluruhannya menyerahkan si sakit kepada kemurahan Tuhan, agar Ia menguatkan dan meluputkannya. Jika si sakit telah melakukan dosa, maka dosanya itu diampuni. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni (Yak 5:15).

Dalam bahaya maut, pengurapan orang sakit menguatkan manusia dalam menghadapi perjuangan terakhir dan menghantarnya kepada persatuan dengan Tuhan, yang melalui kematian telah masuk ke dalam kehidupan.

Dalam tradisi Gereja Barat, sakramen ini diberikan hanya bagi orang-orang yang berada dalam sakratul maut, sehingga dikenal pula sebagai "Pengurapan Terakhir", yang diberikan sebagai salah satu dari "Ritus-Ritus Terakhir". "Ritus-Ritus Terakhir" yang lain adalah pengakuan dosa (jika orang yang sekarat tersebut secara fisik tidak memungkinkan untuk mengakui dosanya, maka minimal diberikan absolusi, yang tergantung pada ada atau tidaknya penyesalan si sakit atas dosa-dosanya). Sekaligus juga diberikan Ekaristi. Bila diberikan kepada orang yang sekarat dikenal dengan sebutan "Viaticum", sebuah kata yang arti aslinya dalam bahasa Latin adalah "bekal perjalanan".

Tata Cara Pengurapan Orang Sakit

(I: Imam, U: Umat)

Tanda Salib
I: Semoga damai sejahtera dari Allah meliputi tempat ini dan semua yang tinggal di dalamnya.
U: Sekarang dan selama-lamanya.

Percikan Air Suci:
I: Semoga air suci ini mengingatkan saudara akan Sakramen Baptis yang telah saudara terima dan mengingatkan pula akan Yesus Kristus yang telah menebus kita melalui sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya. Amin

Tobat (kalau perlu dan bisa, si sakit dapat mengaku dosa)

Doa Pembukaan:
Ya Bapa yang maha pengasih, kami berkumpul disini ikut merasakan penderitaan Saudara-kami berharap Engkau berkenan melepaskan kami dari beban hati ini dan memberikan ketenangan, ketabahan, serta keselamatan kepada saudara kami. Kami mohon dengan sangat, sudilah Engkau mendengarkan keluh kesah dan kerinduan hati kami semua. Demi Kristus Tuhan dan Pengantara kami. Amin

Bacaan (Mat 8: 5-8. 10.13; Yak 5: 14-16, atau yang sesuai) dilanjutkan Homili singkat.

Pengurapan:
I: Semoga dengan pengurapan suci ini, Allah yang maha rahim menolong Saudara dengan rahmat Roh Kudus.
U: Amin
I: Semoga Ia membebaskan Saudara dari dosa, menganugerahkan keselamatan dan berkenan menabahkan hati Saudara.
U: Amin
I: Marilah berdoa, Ya Allah, hamba-Mu yang sedang terbaring sakit ini telah menerima Sakramen Pengurapan. Ia sangat mendambakan rahmatMu untuk keselamatan jiwa dan raganya. Tunjukkanlah kasih sayang-Mu dan tabahkanlah hatinya dengan Roh-Mu. Semoga ia menjadi teladan kesabaran dan kebahagiaan oleh karena imannya yang teguh dan pengharapannya yang tak tergoncangkan. Semua ini kami mohonkan demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami.
U: Amin

Bapa Kami-(Doa Bapa Kami)

Komuni Bekal Suci (Viaticum) fakultatif

Sumber : http://pendalamanimankatolik.com/tag/sakramen-pengurapan-orang-sakit/

Monday, July 31, 2017

Mengapa Katolik Menggunakan Dupa Pada Saat Ekaristi & Berdoa?

Penggunaan wewangian (dupa) dalam ekaristi adalah merupakan symbol. Adapun pada perjanjian lama, pesan untuk menggunakan dupa datang sendiri dari Allah yang meminta Musa untuk menghormati kehadiranNya dalam kemah pertemuan;

Kel 30:34-37
Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: �Ambillah wangi-wangian, yakni getah damar, kulit lokan dan getah rasamala, wangi-wangian itu serta kemenyan yang tulen, masing-masing sama banyaknya. Semuanya ini haruslah kaubuat menjadi ukupan, suatu campuran rempah-rempah, seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah, digarami, murni, kudus. Sebagian dari ukupan itu haruslah kau giling sampai halus, dan sedikit dari padanya kauletakkanlah di hadapan tabut hukum di dalam Kemah Pertemuan, di mana Aku akan bertemu dengan engkau; haruslah itu maha kudus bagimu. Dan tentang ukupan yang harus kaubuat menurut campuran yang seperti itu juga janganlah kamu buat bagi kamu sendiri; itulah bagian untuk TUHAN, yang kudus bagimu.�

Gereja Katolik percaya bahwa Yesus sebagai penggenapan nubuat perjanjian lama, selalu hadir dalam Tabernakel suci. Oleh karenanya selain dupa digunakan sebagai persembahan penghormatan pada Yesus yang hadir, dupa juga digunakan untuk menciptakan suasana penyembahan terhadap Yesus.

Para Rasul Kristus mengajarkan kita, bahwa pada setiap misa kudus, Kurban Kristus selalu dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus pada altar untuk menghadirkan berkat pengudusan umatNya.

Karena makna kurban Kristus tersebut, altar merupakan obyek yang suci dan oleh karenanya, kita melihat diarahkan kepada altar. Dupa juga digunakan sebelum pembacaan Injil , karena Injil merupakan Sabda Allah. Dupa juga diarahkan kepada imam, karena pada ekaristi, imam bertindak atas nama Kristus (Persona Christi). Dupa juga diarahkan kepada umat, karena melalui pembabtisan, setiap umat beriman adalah tempat roh kudus berdiam, serta umat juga diundang untuk mempersatukan doa-doa mereka dengan doa Kristus sendiri (yang diwakilkan imam) kepada Allah Bapa.

Sumber: Katolisitas

Saturday, July 29, 2017

Lima Pilar Pelayanan Gereja

P. Cornel Fallo, SVD
STP Dian Mandala Gunungsitoli, Keuskupan Sibolga

Lima pilar pelayanan Gereja merupakan fondasi kokoh yang menyingkapkan tugas dan tanggungjawab serta eksistensi pelayanan Gereja di dunia (Bdk. GS art 1, 43). Gereja sebagai umat Allah berkat sakramen pembaptisan menyadari diri memiliki tanggungjawab menunaikan tugas dan panggilan dalam lima pilar pelayanan Gereja di dunia (Bdk. LG art 31). Sebab, lima pilar pelayanan Gereja tersebut merupakan implementasi dari Tri tugas Yesus Kristus sendiri.[1] Lima pilar pelayanan Gerejani yang dimaksudkan ialah Kerygma, Diakonia, Koinonia, Leitourgia dan Martyria (Bdk. LG art. 25-27). Kelima pilar pelayanan Gereja ini akan dibahas dalam uraian berikut ini.

1. Kerygma (Pewartaan)
�Kerygma� berasal dari bahasa Yunani yang berarti karya pewartaan Kabar Gembira. Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru ditemukan dua kata kerja Yunani yang berhubungan dengan kerygma atau pewartaan ini yakni �kerussein� (Ibr 5:12) dan �didaskein� (Ibr 6:1). Dalam perspektif biblis ini �kerussein� berarti mewartakan secara meriah dan resmi Kabar Gembira tentang kedatangan Kerajaan Allah yang dilakukan oleh para Rasul serta kesaksian mereka tentang ajaran dan karya Yesus Kristus. Kata kerja �kerussein� menunjuk pada aktivitas pewartaan yang ditujukan kepada orang yang belum mengenal atau belum percaya kepada Yesus Kristus. Sedangkan kata kerja �didaskein� berarti mengajar atau memberikan pelajaran kepada orang yang telah beriman dalam rangka memperkembangkan dan memekarkan iman yang sudah mulai tumbuh.

Dengan demikian �didaskein� merupakan aktivitas pewartaan yang bersifat lanjutan dan diberikan kepada orang yang telah mengenal dan percaya kepada Yesus Kristus, agar iman umat semakin berkembang ke arah kedewasaan.[2] Dan memang sesungguhnya arti asli dari kata kerygma adalah bahwa karya pewartaan itu berkaitan erat dengan mulut atau kata dalam menyampaikan Sabda Tuhan kepada telinga atau pendengaran yang menggerakkan hati manusia untuk berbuat ke arah pertobatan. Melalui tindakan itu kita diingatkan oleh pengajaran Santo Paulus bahwa iman itu tumbuh lewat pendengaran. Keselamatan itu diperoleh berkat iman kepada Yesus Kristus (bdk. 1 Tim 2:4).

Dalam hubungan dengan proses penelitian ini maka pemahaman didaskein-lah yang paling tepat untuk ditindaklanjuti. Landasan kokoh tentang tindakan pewartaan ini adalah Tuhan Yesus sendiri. Metodologi yang digunakan Yesus dalam melaksanakan tugas pewartaan tersebut adalah dengan membangun jejaring dan kepercayaan. Untuk itu, Yesus memanggil para Rasul dengan melibatkan mereka dalam melaksanakan tugas pewartaan. Demikian juga umat beriman Kristiani di mana semua diberi kepercayaan, dipanggil dan diutus Tuhan Yesus untuk mengambil bagian dalam tugas pewartaan Kabar Gembira (bdk. LG art 35). Tuhan Yesus mengutus kita semua dengan bersabda: �Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu� (Mat 28: 19-20).

Penekanan utama dalam tugas pewartaan Gereja ini bukan saja pewartaan verbal tetapi juga pewartaan melalui kesaksian hidup sebagai bentuk pewartaan yang ampuh dan sebagai daya dorong untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang nyata.[3] Partisipasi tersebut dapat dilakukan dengan mengambil bagian melalui tugas-tugas pelayanan Gerejani dalam kehidupan bersama umat di dalam kelompok basis. Kelompok umat basis merupakan tempat persemaian benih pewartaan sabda Allah sehingga Gereja tetap tumbuh, hidup dan berkembang.[4] Senada dengan itu dokumen Dialog dan Pewartaan menegaskan bahwa pewartaan adalah komunikasi pesan Injil, misteri keselamatan yang dilaksanakan Allah bagi semua orang dalam Yesus Kristus berkat kuasa Roh Kudus. Pewartaan merupakan suatu ajakan untuk menyerahkan diri dalam iman kepada Yesus Kristus dan melalui pembaptisan masuk ke dalam persekutuan kaum beriman yang adalah Gereja. Pewartaan biasanya terarah pada katekese yang bertujuan untuk memperdalam iman kepada Yesus Kristus. Pewartaan adalah dasar, pusat dan sekaligus puncak dari evangelisasi (DP 10). Dialog Pewartaan mencantumkan sejumlah kualitas yang justru mencirikan karya pewartaan itu sendiri. Kualitas-kualitas pewartaan itu adalah pertama; pewartaan yang meyakinkan, karena tugas mewartakan itu bukan berhubungan dengan perkataan manusia melainkan kesaksian tentang Firman Allah dan kehadiran Roh yang berkesinambungan di semua tempat dan dalam segala waktu. Kedua; pewartaan yang setia kepada amanat yang disampaikan Gereja yakni �yang secara mendalam bersifat Gerejawi�. Pewartaan itu mesti rendah hati yakni bahwa orang-orang yang mewartakan hanyalah �sarana� yang sempurna di dalam tangan Allah. Ketiga; penuh hormat dan dialogal yakni dengan kesadaran bahwa Allah sudah lebih dahulu berkarya sebelum kedatangan para misionaris (pewarta). Akhirnya pewartaan itu semestinya terinkulturasi oleh sikap hormat yang ada lebih dahulu dalam diri pewarta terhadap konteks budaya dan agama di mana Injil itu akan diajarkan.[5]

2. Diakonia (Pelayanan)
Diakonia berarti pelayanan. Terminologi diakonia ini berasal dari kata bahasa Yunani yakni dari kata kerja �diakon� yang berarti melayani. Tuhan Yesus sendiri amat pandai memilih kata yang tepat untuk menggambarkan eksistensi terdalam dari kehadiranNya di dunia ini bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani (bdk. Mat 20:28). Dari sebab itu, Santo Paulus menganggap pekerjaannya sebagai suatu �diakonia� artinya pelayanan dan dirinya sebagai �diakonos� artinya pelayan bagi Kristus (bdk. 2 Kor 11:23) serta bagi umat Kristus (bdk. Kol 1:25).[6]

Dari pemahaman di atas dapatlah kita mengerti mengapa Tuhan Yesus menegaskan bahwa hakekat dari pekerjaan melayani harus melekat dalam diri mereka yang dikhususkan sebagai pemimpin. Para rasul termasuk orang-orang yang dipilih dan dikhususkan Yesus untuk menjadi pemimpin umat. Spiritualitas dasar pemimpin umat menurut Yesus harus dicirikan dengan melayani bukan berkuasa dan memerintah. Para rasul adalah pemimpin umat yang sekaligus �diakonos� atau pelayan (bdk. Luk 22:25-27). Dengan kata lain para rasul adalah pemimpin yang melayani umat Allah. Tugas pelayanan para rasul dilanjutkan dalam pelayanan Gereja sebagai salah satu pilar eksistensinya.

Tugas pelayanan yang dilakukan oleh Gereja ini dilaksanakan dengan suka rela tanpa menuntut. Tujuannya ialah agar Gereja tumbuh dan berkembang ke arah yang semakin membebaskan dan menyelamatkan umat manusia. Santo Paulus dengan tepat mengungkapkan landasan pelayanan Gereja pada pola kehidupan dan pelayanan Yesus sendiri. Yesus dalam rupa Allah telah mengosongkan diriNya dan mengambil rupa seorang diakonos atau doulos (hamba) (bdk. Filipi 2:5-7). Oleh karena itu Gereja menggalakkan aktivitas pelayanan karena didorong oleh panggilan untuk mencintai Tuhan dan sesama. Dasarnya adalah karena Yesus sendiri sudah lebih dahulu melayani kita. Seluruh hidup Yesus selama 33 tahun ditandai oleh jiwa melayani. Tujuan hidup Yesus bukan untuk mendapatkan pelayanan tetapi memberikan pelayanan. Isi hidupNya bukan dilayani melainkan melayani. Seluruh Kitab Perjanjian Baru tidak pernah menggambarkan Yesus sebagai manusia yang mengandalkan kehormatan dan kuasa tetapi Tuhan yang melayani dan menghamba. Dia adalah sang diakonos (pelayan) dan bahkan doulos (hamba). Dengan demikian Gereja terpanggil untuk melayani dan bukan untuk berkuasa. Panggilan Gereja untuk mewujudnyatakan diakonia sebagai suatu panggilan relasional agar saling menolong dalam kesetikawanan. Suatu panggilan untuk memperjuangkan prinsip hidup memberi dan bukan mengambil demi kepentingan, kepuasan dan kekenyangan pribadi.[7]

Dalam perkembangan dan eksistensi Gereja dewasa ini, maka panggilan untuk melaksanakan diakonia bukan hanya menjadi tugas para pemimpin saja, melainkan juga dikembangkan di antara anggota Gereja Perdana. Semangat diakonia itu terungkap dan terlaksana dalam persaudaraan sejati yang dibangun di antara anggota umat. Hal itu amat jelas terwujud dalam tindakan berkumpul, menyatukan diri dalam prinsip hidup bersama yakni �segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. Dan selalu dari antara mereka yang menjual harta miliknya, lalu dibagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing� (bdk. Kis 2:44-45; 4:32-37). Dewasa ini panggilan dan semangat untuk melaksanakan diakonia kemudian menjadi panggilan bagi semua umat beriman. Karena praksis diakonia diarahkan demi pengabdian kepada kepentingan umat Allah. Maka secara tidak langsung seluruh umat harus ikut mengambil bagian di dalam praksis diakonia ini. Praksis diakonia harus dijalankan oleh semua umat beriman Kristiani, mulai dari anak-anak, orang muda Katolik (pelajar dan juga mahasiswa-mahasiswi STP Dian Mandala) serta orang dewasa dan lanjut usia.

3. Koinonia (Paguyuban)
Koinonia adalah bahasa Yunani, berasal dari kata �koin� yang berarti mengambil bagian. Dalam perspektif biblis, koinonia diartikan sebagai paguyuban atau persekutuan (bdk. Kis. 2:41-42). Koinonia dapat diidentikan dengan sebuah paguyuban dalam melaksanakan sabda Tuhan. Suasana hidup dalam persekutuan tersebut ialah persekutuan hidup yang guyub dalam arti hidup rukun dan damai. Dan suasana hidup seperti itulah yang digambarkan oleh Tuhan Yesus dengan bersabda: �Saudara-saudaraKu ialah mereka yang mendengarkan Firman Allah dan melaksanakannya� (Luk 8:21). Oleh karena itu dokumen Konsili Vatikan II pertama-tama menggambarkan Gereja bukan sebagai suatu institusi duniawi melainkan sebagai suatu persekutuan ataupun paguyuban umat beriman yang menerima dan meneruskan cahaya Kristus yang diwujudkan dalam warna dasar perbuatan atau amal yang baik dan berguna bagi sesama. Gereja sebagai sakramen yakni tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan dalam kesatuan dengan seluruh umat manusia dihantar kepada segala kebenaran, dipersatukan dalam persekutuan serta pelayanan, dilengkapi dan dibimbing dengan aneka karunia hierarkis dan karismatis serta disemarakkan dengan buah-buahNya. Demikianlah seluruh Gereja tampak sebagai �Umat yang disatukan berdasarkan kesatuan Bapa dan Putera dan Roh Kudus (LG art 4)�. Selanjutnya Gereja mendapat arti dalam diri umat beriman Kristiani itu sendiri, di mana berkat sakramen Baptis telah menjadi anggota Tubuh Kristus terhimpun dalam persekutuan atau paguyuban menjadi satu umat Allah. Dengan cara mereka sendiri, mereka ikut mengemban tri tugas Kristus di dunia ini sebagai imam, nabi dan rajawi Kristus (LG art 31). Dari gambaran ini dapatlah dimengerti bahwa semua umat Kristiani adalah umat Allah atau Gereja itu sendiri. Oleh karena itu setiap anggota dituntut untuk berpartisipasi dalam persekutuan atau paguyuban sebagai bagian dari hidupnya sendiri. Sebab, dengan demikian Gereja akan tetap hidup, terpikat dan berkembang dalam dunia hingga keabadian. Koinonia memiliki konotasi sebagai milik bersama atau bersolidaritas. Dalam terang Sabda Tuhan syarat untuk membangun paguyuban Kristiani adalah orang-orang yang suka mendengarkan Sabda Allah dan berusaha melaksanakannya. Pelaksanaan Sabda Allah dapat berupa aktivitas pewartaan, liturgi, pelayanan, kesaksian dan berjuang untuk hidup dalam semangat rukun-guyub dan aktif dalam melakukan solidaritas. Hal ini dapat digambarkan secara gamblang dalam hidup seorang katekis atau seorang guru agama Katolik yang bertugas untuk melaksanakan katekese atau mengajar agama di stasi atau sekolah. Setiap hari Minggu berpartisipasi aktif dalam perayaan Ekaristi, bersedia membantu pelayanan kepada orang sakit dan sebagai warga setempat iapun wajib membangun hidup bersama yang rukun dan guyub.[8]

4. Leitourgia (Liturgi)
Liturgi berasal dari kata bahasa Yunani yakni dari kata kerja �Leitourgian� (leos artinya rakyat dan ergon artinya kerja) yang berarti bekerja untuk kepentingan umum, kerja bakti atau gotong royong. Orang yang melakukan pekerjaan itu disebut �Leitourgos�. Dan pekerjaan luhur itu disebut �Leitourgia�. Dari pemahaman ini sekarang kita menggunakan kata �Liturgi� untuk Ekaristi dan ibadah. Dalam konteks pilar pelayanan Gereja liturgi merupakan upaya yang sangat membantu kaum beriman untuk penghayatan iman demi mengungkapkan misteri Kristus serta hakikat asli pelayanan Gereja yang sejati.[9] Dengan demikian maka Liturgi itu sungguh mengagumkan, menguatkan tenaga umat beriman untuk mewartakan Kristus dan dengan sendirinya terpanggil mewartakannya juga kepada mereka yang berada di luar Gereja. Di pihak lain liturgi mendorong umat beriman supaya sesudah dipuaskan dengan sakramen-sakramen Paskah menjadi sehati dan sejiwa dalam kasih. Jadi Liturgi terutama Ekaristi, bagaikan sumber yang mengalirkan rahmat kepada umat beriman dan menjadi puncak kehidupan Gereja dalam seluruh aktivitas umat menuju kehidupan yang sejati.[10]

Dari pemahaman di atas maka sudah sepantasnya semua umat beriman Kristiani terdorong untuk berpartisipasi mengambil bagian dalam pelayanan liturgi Gereja demi rahmat dan berkat untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang. Konsili suci menasihati agar umat beriman tidak saja berpartisipasi, tetapi lebih dari itu menghadiri liturgi suci dengan sikap-sikap batin yang serasi. Hendaknya hati disesuaikan dengan apa yang mereka ucapkan dan bekerja sama dengan rahmat surgawi agar tidak sia-sia menerimanya. Keikutsertaan sepenuhnya harus berawal dari kesadaran mendalam dan keaktifan yang sadar dalam perayaan-perayaan liturgi yang dirayakan tersebut. Untuk itu dibutuhkan bimbingan dan arahan dari petugas pastoral (pemimpin paroki) sehingga dalam kegiatan liturgi tersebut tidak hanya dipatuhi hukum-hukum untuk merayakannya secara sah dan halal, melainkan supaya umat beriman berpartisipasi merayakannya dengan kesadaran yang optimal, keaktifan yang gembira dan penuh makna bagi kehidupan jiwa dan raga.[11]

Perjamuan Ekaristi secara lahir memang kelihatan dari kerja bakti atau liturgi. Di dalam tata liturgi itulah kita merayakan Perjamuan Ekaristi Kudus. Di dalamnya umat beriman mengambil bagian dari hidup Kristus yang mulia. Dalam Perjamuan Ekaristi umat beriman disatukan dengan Kristus secara sakramental. Kristus juga menyatukan umat beriman satu sama lainnya di dalam perayaan kudus tersebut. Melalui dan dalam perayaan Ekaristi itulah kita menerima Tubuh dan Darah Kristus sendiri yang berenergi Ilahi untuk mendorong teguhnya persatuan dengan Kristus sendiri dan persatuan kita satu sama lain.

Dalam dan melalui peristiwa penerimaan Tubuh dan Darah Kristus justru Kristus sendiri membagikan Tubuh-Nya kepada setiap umat beriman yang hadir. Buah dari persatuan umat beriman dengan Yesus Kristus dalam perayaan suci itu mendorong umat beriman untuk menghadirkan Kristus kembali di tengah kehidupan sehari-hari dalam dan melalui perbuatan-perbuatan baik seperti rela berkorban dalam cinta kasih melalui karya pelayanan kepada sesama. Jadi secara spiritual kita didorong untuk membagikan roti diri kehidupan kita sendiri kepada sesama. Dengan demikian umat beriman yang telah bersatu dengan Kristus justeru selalu dibaharui untuk melakukan karya-karya Kristus sendiri. Karena itu Yesus sendiri mengundang umat beriman untuk selalu mengulang kembali peristiwa mulia itu; �Lakukan ini sebagai peringatan akan Daku� (1 Kor 11:24-26). Peringatan dalam bahasa Yunani adalah Anamnesis yakni menghadirkan misteri wafat dan kebangkitan Kristus. Sebab justru di dalam Perayaan Ekaristi tersebut Yesus sungguh hadir dalam SabdaNya dan Tubuh-DarahNya yang dibagikan sebagai santapan kehidupan kekal.

Paus Pius XII dan Paus Yohanes Paulus II sangat mengagumi dan menghargai Ekaristi. Hal itu dinyatakan dengan mengeluarkan ensiklik yang mengajarkan bagaimana Ekaristi suci dimaknai dalam kehidupan umat Kristiani. Paus Yohanes Paulus II dalam ensikliknya Ecclesia De Eucharistia menegaskan bahwa Ekaristi ditampilkan sebagai puncak segala sakramen dalam penyempurnaan persekutuan kita dengan Allah Bapa, oleh penyatuan diri kepada putera tunggalNya, lewat karya Roh Kudus. Oleh karena itu maka tak seorangpun diizinkan meremehkan misteri yang dipercayakan ke tangan kita. Misteri ini terlalu agung bagi siapapun untuk merasa bebas memperlakukannya secara ringan dan dengan mengabaikan kesucian serta universalitasnya.[12]

5. Martyria (Kesaksian)
Martyria berasal dari kata bahasa Yunani yakni �marturion� yang artinya kesaksian. Saksi sering diartikan sebagai orang yang melihat atau mengetahui suatu kejadian. Makna saksi merujuk kepada pribadi seseorang yang mengetahui atau mengalami suatu peristiwa dan mampu memberikan keterangan yang benar. Yesus adalah saksi yang memberikan �berita� tentang rencana Allah Bapa untuk menyelamatkan manusia. Dia-lah saksi yang setia dan benar (Why 3:14). Maka di depan Pilatus, Yesus mengakui bahwa Dia-lah Raja, namun kerajaan-Nya bukan dari dunia ini. Dia lahir dan datang ke dalam dunia, untuk memberikan kesaksian tentang apa yang dilihat dan didengarNya di hadirat BapaNya (Yoh 3:32). Para Rasul dipanggil Yesus untuk menjadi saksiNya mulai dari Yerusalem, Yudea dan Samaria bahkan sampai ke ujung bumi (Kis 1:8). Tetapi menjadi saksi Kristus bukan tanpa resiko. Bahkan Yesus sendiri telah menjadi martir atau saksi hidup karena melaksanakan kehendak Allah Bapa untuk membebaskan dan menebus umat manusia. Dalam perkembangan sejarah Gereja Katolik kita menemukan banyak orang telah merelakan hidupnya untuk mati sebagai martir demi mempertahankan imannya akan ajaran dan kesaksian hidup Yesus Kristus karena teladan hidup Yesus itu sendiri. Para martir bersaksi dengan caranya masing-masing untuk menyuburkan kehidupan Gereja hingga sekarang. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa Gereja dipanggil untuk memberikan kesaksian kepada seluruh dunia, mewartakan Injil kepada semua orang. Dan situasi zaman sekarang lebih mendesak Gereja untuk memberikan kesaksian secara profesional melalui kehadiran dalam fungsi sebagai garam dan terang dunia agar memanggil dan membaharui semua orang masuk ke dalam satu keluarga umat Allah. Gereja hadir bagi semua orang dan bangsa lengkap dengan tantangan realitanya maka melalui teladan hidup (kesaksian hidup), maupun pewartaannya, dan dengan sakramen-sakramen serta daya-daya rahmat surgawi, Tuhan menghantarkan semua orang dan bangsa kepada iman, kebebasan dan damai Kristus (Bdk. LG art. 1).

Oleh karena itu kesaksian Gereja atau umat Allah hendaknya berbuah dan berhasil ketika mereka menggabungkan diri sebagai anggota masyarakat di lingkungannya dengan sikap penghargaan dan cinta kasih, ikut serta dalam kehidupan budaya dan sosial melalui pelbagai kegiatan (AG art 1). Point kesaksian yang hendak dibidik adalah agar anggota masyarakat dihantar kepada kerinduan akan kebenaran dan cinta kasih yang diwahyukan oleh Allah. Hendaknya seperti Kristus yang berkeliling sambil berbuat baik (bdk. Mat 9:35) demikian juga Gereja membangun relasi dengan semua orang, khususnya dengan mereka yang miskin dan tertimpa kemalangan dan dengan sukarela mengorbankan diri untuk mereka (bdk. 2 Kor 12:15). Hendaknya Gereja � umat beriman, juga memberikan kesaksian dengan membaktikan diri secara tepat dalam bidang-bidang kemasyarakatan dan secara istimewa bagi pendidikan anak-anak dan kaum muda untuk memerangi kebodohan dan menciptakan kondisi hidup yang lebih baik. Dalam semua itu, haruslah dicamkan bahwa Gereja tidak bermaksud mencampuri urusan pemerintahan tetapi memberikan kesaksian yang benar tentang Kristus dan berkarya demi keselamatan sesama manusia.[13] Akhirnya cermatilah dengan hati bersih dan pikiran jernih serta belajar dari kesaksian hidup para martir bahwa pola kesaksian hidup kita dalam arus globalisasi dunia zaman ini selalu disertai dengan salib yang harus dipikul. Tetapi siapa yang bertahan dia akan menang (bdk. Lukas 21:18-19).

Kita semua, umat beriman Kristiani yang telah dibaptis dipanggil menjadi saksi-saksi Kristus. Jadi ternyata menjadi saksi Tuhan bukan hanya milik hirarki. Jika kita membaca riwayat hidup para kudus, kebanyakan dari mereka adalah para awam yang berani memberikan kesaksian untuk mempertahankan imannya bahkan dengan resiko kematian. Kita ambil contoh kesaksian Santa Monika yang berhadapan dengan suami dan puteranya yang kafir. Kesaksiannya akhirnya dijawab Tuhan dengan pembaptisan suami dan anaknya menjadi Uskup terkenal. Santa Agnes yang setia kepada Kristus justru berhadapan dengan pemimpin kafir yang menjatuhkan tuduhan karena menolak menyembah berhala. Akhirnya berkat kesaksiannya, Santa Agnes yang setia kepada Kristus harus dihukum mati. Boleh dikatakan bahwa baru pada tahun 1965 Gereja memikirkan secara sistematis dengan mengeluarkan dekrit tentang Kerasulan Awam. Namun sebelum itu terjadi di banyak tempat dan lingkup umat tertentu bahwa Gereja itu diidentikan dengan Uskup dan Pastor. Artinya yang memberikan kesaksian hanyalah kaum berjubah. Padahal Gereja telah menyadari bahwa kita semua termasuk para awam memperoleh tugas dan hak atas kerasulan dari persatuan dengan Kristus. Oleh sakramen pembaptisan mereka bagai dicangkokkan ke dalam Tubuh Mistik Kristus dan dikukuhkan oleh Roh Kudus dalam Sakramen Krisma atau Penguatan.[14]

[1]Konferensi Wali Gereja Indonesia. Buku Iman Katolik - Buku Informasi Dan Referensi, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 382.
[2]Ladislao Csonka. Menyusuri Sejarah Pewartaan Gereja, (Judul asli: Storia Della Catechesi), diterjemahkan oleh P. F.X. Adisusanto, SJ, (Jakarta: Komisi Kateketik KWI, 2010), hlm. 5-6.
[3]Felipe Gomez, SJ., The Good Shepherd, Cardinal Bea Institute, (Ateneo De Manila University, Quezon City, Philippines: 1997), hlm. 102-104.
[4]Mereka inilah umat dan kepada merekalah Injil, Kabar Gembira Kerajaan, Kabar Gembira pembebasan diwartakan {Lih. Yanuarius Seran, Pr. M.Hum., Pengembangan Komunitas Basis - Cara Baru Menjadi Gereja Dalam Rangka Evangelisasi Baru, (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama, 2007), hlm.42}.
[5]Stephen B. Brevens & Roger P. Schroeder. Terus Berubah-Tetap Setia, Dasar, Pola, Konteks Misi, (Judul asli: Theology of Mission for Today), diterjemahkan oleh Yosef Maria Florisan, (Maumere:Ledalero, 2006), hlm. 608-611.
[6]Andar Ismail. Selamat Melayani Tuhan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), hlm. 3.
[7]Drs. Philipus Tule, Lic., Agama-agama Kerabat Dalam Semesta, Wilhelmus Djulei, Lic (Editor), (Ende: Nusa Indah, 1994), hlm. 129-143.
[8]Suwita, Pr., Seri Pancatugas Gereja Bidang: Paguyuban, (Malang:Dioma, 2003), hlm. 3-19.
[9]Ibid hlm. 1-2.
[10]Ibid hlm. 7.
[11]Ibid hlm. 8-9.
[12]Konferensi Waligereja Indonesia. Ecclesia De Eucharistia (Ekaristi dan Hubungannya dengan Gereja), Seri Dokumen Gerejawi No. 67, Mgr. Anicetus B. Sinaga, OFM.Cap (Penerj.), (Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2005), hlm. 30-43.
[13]Ibid, hlm. 426-429.
[14]Suwita, Pr., Seri Pancatugas Gereja Bidang: Kesaksian, (Malang: Dioma, 2003), hlm. 22-44.

Wednesday, July 26, 2017

Berapa kali kita perlu membuat tanda salib pada saat Perayaan Ekaristi?

Dalam Perayaan Ekaristi, umat membuat tanda salib bersama-sama dengan umat yang lain hanya dua kali saja. Pertama, pada waktu imam mengawali Misa dengan tanda salib, dan kedua pada waktu imam mengakhiri Misa dengan memberikan berkat. Selain itu, ada juga tiga tanda salib kecil yang dibuat bersama-sama imam dan umat yang lain, di dahi, di bibir dan di dada, pada awal bacaan Injil. Tanda salib kecil ini dibuat tanpa mengatakan apa-apa. Selain itu, umat bisa saja membuat tanda salib secara individual, sendiri-sendiri, pada waktu berdoa pribadi saat tiba di gereja dan saat hendak meninggalkan gereja, atau saat menyampaikan doa-doa pribadi di depan patung atau lukisan orang-orang kudus, di luar Misa.

Bagaimana dengan doa pribadi sebelum dan sesudah menerima Komuni? Perlukah umat membuat tanda salib? Boleh saja, meski sebenarnya tidak perlu. Misa pada hakikatnya adalah suatu doa juga, dan pada awal dan akhir Misa kita sudah membuat tanda salib bersama-sama; jadi, untuk berbagai doa yang dipanjatkan selama berlangsungnya Misa, sebenarnya umat tidak perlu membuat tanda salib lagi.

Ada umat yang membuat tanda salib sesaat sebelum atau sesaat sesudah menerima Tubuh Kristus; perlukah itu? Sebenarnya, tidak ada tradisi demikian di Gereja Katolik Ritus Romawi. Dalam aturan tertulis demikian, "Umat menyambut [Komuni] entah sambil berlutut entah sambil berdiri, ... Tetapi, kalau menyambut sambil berdiri, dianjurkan agar sebelum menyambut Tubuh (dan Darah) Tuhan mereka menyatakan tanda hormat yang serasi..." (PUMR. 160). Maka, daripada membuat tanda salib penghormatan, yang lebih cocok adalah membungkukkan badan atau berlutut dengan kaki kanan menyentuh lantai.

Ada umat yang setelah membuat tanda salib lalu mencium ujung ibu jari atau melanjutkannya dengan tiga tanda salib kecil seperti yang kita buat sebelum Injil; perlukah itu? Jawabnya, boleh-boleh saja karena hal ini merupakan penghayatan pribadi walau sebenarnya tidak perlu.

Sumber: Katekese Liturgi 2016 - Keuskupan Surabaya

Monday, July 24, 2017

Pengetahuan Liturgi Dasar bagi Organis

PENGANTAR

Organis adalah salah satu petugas liturgi yang memiliki peranan penting bagi lancar dan khidmatnya suatu perayaan Ekaristi. Tugasnya adalah mengiringi nyanyian umat dan/atau solis/koor. Untuk melaksanakan tugas ini diperlukan tidak hanya kemampuan musikal yang baik, tapi juga pengetahuan liturgi yang baik sehingga dapat turut serta meningkatkan kualitas perayaan Ekaristi sekaligus membantu umat dalam berdoa dan bernyanyi.

Di banyak paroki, seringkali kebutuhan akan organis yang baik hanya terbatas pada kemampuan teknikalnya untuk mengiringi nyanyian, tanpa diimbangi dengan pendidikan liturgi yang memadai terutama menyangkut peran liturgis seorang organis. Menurut pengalaman saya sendiri, sejak pertama bertugas sebagai organis tahun 1995 yang lalu, belum pernah diadakan sarasehan/workshop/seminar liturgi bagi organis. Dalam diskusi-diskusi di dunia facebook pun juga jarang sekali menyentuh organis.

Maka tulisan ini bermaksud memberikan sharing tentang apa yang saya ketahui sebagai organis, khususnya dari buku-buku liturgi, khususnya menyangkut hal-hal praktis dalam mengiringi perayaan Ekaristi. Apa yang saya sampaikan di sini bukanlah sesuatu yang baru karena sebenarnya sudah banyak disinggung dalam pengantar Buku Iringan Puji Syukur.

NYANYIAN MISA

Dalam satu perayaan Ekaristi, dimungkinkan ada banyak nyanyian. Secara garis besar nyanyian Misa dapat dibagi dua, yakni: Proprium, yakni nyanyian yang berubah seturut penanggalan liturgi, meliputi nyanyian pembuka, nyanyian komuni, mazmur tanggapan, dan bait pengantar injil. Ada pula yang biasa disebut ordinarium, yakni bagian yang tetap dari Misa, meliputi: kyriale (Kyrie, Gloria, Credo, Sanctus, Agnus Dei), Bapa Kami, Anamnesis, dan aklamasi-aklamasi serta dialog-dialog yang dinyanyikan oleh Imam dan ditanggapi oleh seluruh umat. Selain itu bacaan-bacaan, doa umat, dan doa syukur agung dapat pula dinyanyikan. Nyanyian persembahan sifatnya opsional, artinya tidak perlu dinyanyikan bila tidak ada perarakan persembahan.

BAGIAN YANG BOLEH DAN TIDAK BOLEH DIIRINGI

Seperti yang sudah disampaikan di atas, tugas organis adalah mengiringi nyanyian umat dan/atau solis/koor. Setiap bagian yang dinyanyikan oleh umat dapat diiringi. Misalnya ketika jawaban umat "Terpujilah Kristus" setelah bacaan Injil. Namun organis tidak pernah boleh mengiringi bagian Imam, karena suara Imam sebagai pemimpin perayaan harus terdengar jelas tanpa diganggu suara lain yang berpotensi mengalihkan perhatian umat. Jadi misalnya dalam aklamasi sesudah Injil, ketika Imam menyanyikan "Demikianlah Injil Tuhan" organis tidak boleh mengiringi, kemudian ketika umat menyanyikan tanggapannya "Terpujilah Kristus" organis boleh mengiringi.Demikian pula dalam doa-doa yang didaraskan oleh Imam, organis tidak boleh mengiringi. Biasanya ini terjadi dalam perayaan perkawinan ketika pemberkatan cincin, organis atau koor malah mengiringi dengan nyanyian atau musik instrumental. Begitu pula pembacaan bacaan-bacaan, apalagi doa syukur agung tidak boleh diiringi apapun. Ini juga berlaku apabila bacaan-bacaan dan doa-doa tersebut dinyanyikan, juga tidak boleh diiringi.

Bagaimana dengan Mazmur Tanggapan, apakah nyanyian pemazmur boleh diiringi? Memang pernah ditemui organis yang tidak mengiringi ayat-ayat mazmur dan hanya mengiringi ulangan saja, biasanya didasari pada argumen seperti di atas, bahwa nyanyian mazmur termasuk dalam bacaan Kitab Suci. Memang Mazmur tanggapan adalah bagian Kitab Suci, namun sifat Mazmur Tanggapan adalah tanggapan umat atas Sabda Allah yang baru saja diperdengarkan, sehingga sesungguhnya bagian tersebut, termasuk ayatnya, adalah bagian umat. Mungkin pendapat saya ini kurang tepat, namun yang saya tahu, Romo Antonius Soetanta SJ seorang pakar liturgi membuat buku khusus untuk mengiringi ayat-ayat Mazmur Tanggapan. Jadi kalaupun alasan saya kurang tepat, masih bisa berdalih mengikuti ahlinya. Hehehe.

REGISTER SUARA

Alat musik liturgi resmi Gereja Katolik adalah orgel pipa. Alat musik ini selain suaranya yang khas, juga memiliki ciri khas lain yakni pedalnya yang panjang sebanyak sekitar 2 oktaf, berbeda dengan organ modern yang hanya sekitar 1,5 oktaf. Seiring perkembangan teknologi dan mengingat biaya pembuatan orgel pipa juga mahal sekali, suara yang dihasilkan orgel pipa dapat direproduksi oleh organ modern, khususnya organ besar merk Rodgers atau Eminent. Namun belakangan ini makin jarang pula ditemui organ seperti Rodgers atau Eminent. Bisa dikatakan, di setiap gereja di KAJ selalu ada organ modern, khususnya merk Yamaha yang konon user friendly dan dapat mengeluarkan lebih banyak suara. Bila demikian, sungguh baik apabila suara organ yang menyerupai orgel pipa tetap dipertahankan sebagai register utama untuk mengiringi nyanyian.

VOLUME

Mengingat peran organ sebagai pengiring, tentu saja volumenya tidak boleh lebih keras dari yang diiringi. Dalam liturgi, kata-kata nyanyian memiliki porsi utama, maka jangan sampai kata-kata menjadi tidak jelas karena tertimpa suara iringan. Maka sangat perlu bagi organis melakukan penelitian kecil-kecilan untuk mengetahui volume ideal.

NYANYIAN MERIAH

Ada beberapa nyanyian yang punya sifat meriah. Dalam pemahaman saya nyanyian yang harus meriah adalah Kemuliaan, Bait Pengantar Injil sampai Aklamasi Sesudah Injil, aklamasi sebelum prefasi dan Kudus. Pada bagian ini biasanya saya pakai register meriah, seperti Octave 2, untuk memacu umat dan menunjukkan kemeriahan nyanyian-nyanyian ini.

NYANYIAN BERBENTUK DIALOG

Yang dimaksud nyanyian berbentuk dialog adalah nyanyian yang dibagi dalam dua kelompok, yakni koor dan umat. Contohnya adalah lagu-lagu kyriale di Puji Syukur misalnya Misa Kita II, selalu ada bagian yang dikhususkan untuk koor dan ada yang khusus umat.

Romo Tanto pernah mengajari saya tehnik yang tepat untuk mengiringi nyanyian tipe ini, yakni menggunakan register lembut untuk mengiringi bagian koor dan menggunakan register yang lebih keras untuk mengiringi bagian umat. Cara lainnya yang selalu saya pakai adalah, tidak menggunakan pedal ketika bagian koor dan menggunakan pedal ketika bagian umat. Kombinasi atas kedua cara ini juga bisa dilakukan ketika koor menyanyikan SATB dengan baik pada bagiannya, yakni mengiringi dengan register lembut tanpa pedal ketika bagian koor, dan dengan register keras dengan pedal ketika bagian umat. Kebetulan buku koor Puji Syukur untuk SATB selalu menyanyikan unisono pada bagian umat, ini juga untuk mendukung dialog koor-umat.

Apa sesungguhnya tujuan pola seperti ini? Saya pernah baca, dialog koor-umat atau satu bagian umat dengan bagian yang lain, adalah simbolisasi dialog Allah dengan manusia. Bingung? Saya juga :D, jadi mari kita belajar menghayati simbolisasi ini dengan lebih baik.

MUSIK INSTRUMENTAL

Pernah suatu ketika saya mengiringi sebuah koor. Pada saat nyanyian komuni, lagunya sudah selesai ketika perarakan komuni sudah selesai. Dirigen kemudian meminta untuk memainkan organ secara instrumental karena Imam masih membereskan bejana-bejana di altar. Dalam kesempatan lain, pada perarakan persembahan dirigen juga meminta hal serupa karena Imam masih menyiapkan bahan persembahan di altar.

Alasan seperti itu sesungguhnya tidak tepat karena fungsi nyanyian adalah mengiringi prosesi. Nyanyian pembuka untuk mengiringi perarakan pembuka, nyanyian persiapan persembahan untuk mengiringi perarakan persembahan, dan nyanyian komuni untuk mengiringi prosesi komuni. Nyanyian tetap boleh dilangsungkan sampai setelah perarakan itu selesai, namun bila nyanyian selesai ketika prosesinya sudah selesai, tidak perlu ada nyanyian lagi. Khususnya dalam hal prosesi komuni, saat hening sesudah komuni juga merupakan bagian dari ibadat. Maka bila nyanyian komuni sudah selesai, begitu pula prosesinya, tidak perlu ditambahkan nyanyian lagi atau musik instrumental untuk memberikan waktu hening bagi umat.

Pada prinsipnya, musik instrumental diijinkan untuk mengiringi prosesi pembuka, perarakan persembahan dan prosesi komuni, juga pada saat akhir Misa. Tentu saja lebih baik bila bagian tersebut dinyanyikan. Namun memainkan musik secara instrumental tidak diijinkan pada masa Adven, Prapaskah, Trihari Suci, dan pada perayaan liturgi seputar kematian. Pada masa-masa itu, alat musik hanya diijinkan untuk mengiringi nyanyian dan tidak untuk dimainkan tersendiri.

ORGANIS BUKAN PEMIMPIN NYANYIAN

Dalam suatu perayaan Ekaristi atau ibadat lainnya, pemimpin nyanyian adalah seorang dirigen atau bila tidak ada dirigen adalah solis. Organis adalah pengiring dan bukan pemimpin nyanyian. Maka dalam menjalankan tugasnya, seorang organis terikat pada kewajiban untuk taat kepada si pemimpin nyanyian. Sering terjadi ada organis yang memainkan tempo lagu sesukanya sendiri dan tidak sesuai dengan aba-aba dirigen. Yang seperti ini tidak tepat dan hanya menunjukkan ego si organis. Taat pada pemimpin nyanyian adalah bagian dari spiritualitas seorang organis.

Penulis: Onggo Lukito, organis Paroki St. Robertus Bellarminus, Cililitan, Jakarta Timur.

Sunday, July 23, 2017

Bolehkah Homili Digantikan Dengan Drama?

Jika kita berpegang kepada Redemptionis Sacramentum, jawabannya adalah tidak. Homili yang menjelaskan bacaan-bacaan Kitab Suci dan Injil, merupakan satu kesatuan dengan bacaan-bacaan tersebut dalam Liturgi Sabda, di mana melalui pembacaan Sabda itu, Tuhan Yesus hadir (lih. KGK 1088).

Atas dasar pemahaman ini, umumnya homili dibawakan oleh imam perayaan yang berperan sebagai Kristus (in persona Christi), yang juga menyatakan kehadiran Kristus dalam Sabda-Nya. Maka tidak pada tempatnya homili digantikan dengan drama, apalagi dengan tari-tarian yang melompat-lompat, karena maksud homili adalah menjelaskan misteri iman dan norma-norma hidup Kristiani berkaitan dengan ayat-ayat Kitab Suci yang baru saja dibacakan.

Ketentuannya dalam Redemptionis Sacramentum tentang homili adalah demikian:

RS 64 Homili yang diberikan dalam rangka perayaan Misa Kudus, dan yang merupakan bagian utuh dari liturgi itu �pada umumnya dibawakan oleh Imam perayaan. Ia dapat menyerahkan tugas ini kepada salah seorang imam konselebran, atau kadang-kadang, tergantung situasi, kepada diakon, tetapi tidak pernah kepada seorang awam. Dalam kesempatan-kesempatan tertentu atau karena alasan khusus, tugas homili bahkan dapat diberikan kepada seorang Uskup atau Imam yang hadir dalam perayaan Ekaristi tetapi tidak ikut berkonselebrasi.

RS 65 Perlulah diingat bahwa norma apapun yang di masa lalu mengizinkan orang beriman tak tertahbis membawakan homili dalam perayaan Ekaristi, harus dipandang sebagai batal berdasarkan norma kanon 767, �1. Praktek ini sudah dibatalkan dan karenanya tidak bisa mendapat pembenaran berdasarkan kebiasaan.

RS 66 Larangan terhadap orang awam untuk berkhotbah dalam Misa, berlaku juga untuk para seminaris, untuk mahasiswa teologi dan untuk orang yang telah diangkat dan dikenal sebagai �asisten pastoral�; tidak boleh ada kekecualian untuk orang awam lain, atau kelompok, komunitas atau perkumpulan apa pun.

Demikianlah ketentuan dari Kitab Hukum Kanonik tentang homili:

KHK kan 767

� 1 Di antara bentuk-bentuk khotbah, homililah yang paling unggul, yang adalah bagian dari liturgi itu sendiri dan direservasi bagi imam atau diakon; dalam homili itu hendaknya dijelaskan misteri- misteri iman dan norma-norma hidup kristiani, dari teks suci sepanjang tahun liturgi.

� 2 Dalam semua Misa pada hari-hari Minggu dan hari-hari raya wajib yang dirayakan oleh kumpulan umat, homili harus diadakan dan tak dapat ditiadakan, kecuali ada alasan yang berat.

� 3 Jika cukup banyak umat berkumpul, sangat dianjurkan agar diadakan homili, juga pada perayaan Misa harian, terutama pada masa adven dan prapaskah atau pula pada kesempatan suatu pesta atau peristiwa duka.

� 4 Pastor paroki atau rektor gereja wajib mengusahakan agar ketentuan-ketentuan ini ditepati dengan seksama.

Sumber : http://www.katolisitas.org/bolehkah-homili-digantikan-dengan-drama/

Tags

Renungan (53) Sejarah Gereja (45) Kepausan (42) Katekese (40) Para Kudus (39) Berita Katolik (37) Ekaristi (36) Kitab Suci (33) Yesus Kristus (33) Doa dan Hymne (30) Liturgi (29) Apologetik (26) Renungan Cerdas (25) Fransiskus (22) Santa Maria (22) Artikel Lain (19) Dokumen Gereja (19) Gereja Katolik (19) Katekese Liturgi (17) Ajaran Gereja Katolik (16) Komuni Kudus (16) Paskah (16) Benediktus XVI (13) Dasar Iman Katolik (13) Kisah Nyata (13) Renungan Poltik (13) Natal (11) Kompendium Katolik (10) Bapa Gereja (9) Katolik Indonesia (9) Katolik Timur (9) Petrus (9) Roh Kudus (9) Sakramen Gereja Katolik (9) Allah Tritunggal (8) Perayaan Ekaristi (8) Prapaskah (8) Prodiakon (8) Tradisi (8) Kesaksian (7) Pemazmur (7) Sakramen Ekaristi (7) Tuhan Allah (7) Adven (6) Kematian (6) Liturgi dan Kaum Muda (6) Misdinar (6) Paduan Suara Gereja (6) Pekan Suci (6) Rabu Abu (6) Ajaran Gereja (5) Hari Peringatan (5) Hari Pesta / Feastum (5) Kamis Putih (5) Maria Bunda Allah (5) Perayaan Natal (5) Piranti Liturgi (5) Seputar Liturgi (5) Tritunggal (5) EENS (4) Ibadat Kematian (4) Ibadat Peringatan Arwah (4) Katekismus Gereja (4) Maria Diangkat Ke Surga (4) Minggu Palma (4) Misa Jumat Pertama (4) Misa Latin (4) Nasihat Bijak (4) Nyanyian Liturgi (4) Pentakosta (4) Sakramen Perkawinan (4) Seremonarius (4) Surat Gembala Paus (4) Surat Gembala Uskup (4) Tahun Iman (4) Tokoh Nasional (4) Tuhan Yesus (4) Beato dan Santo (3) Berita Nasional (3) Doa Litani (3) Doa Rosario (3) Dupa dalam Liturgi (3) Eksorsisme (3) Jalan Salib (3) Jumat Agung (3) Lektor (3) Liturgi dan Anak (3) Makna Homili (3) Malam Paskah (3) Masa Prapaskah (3) Misa Krisma (3) Misa Tridentina (3) Musik liturgi (3) Novena Natal (3) Pantang dan Puasa (3) Sakramen Tobat (3) Spiritualitas (3) Surat Gembala KWI (3) Tata Gerak dalam Liturgi (3) Tokoh Internasional (3) Toleransi Agama (3) Yohanes Paulus II (3) Cinta Sejati (2) Dasar Iman (2) Denominasi (2) Devosi Hati Kudus Yesus (2) Devosi Kerahiman Ilahi (2) Doa (2) Doa Angelus (2) Doa Novena (2) Doa dan Ibadat (2) Ekumenisme (2) Gua Natal (2) Hari Sabat (2) Homili Ibadat Arwah (2) How To Understand (2) Ibadat Syukur Midodareni (2) Inkulturasi Liturgi (2) Inspirasi Bisnis (2) Kanonisasi (2) Kasih Radikal (2) Keajaiban Alkitab (2) Keselamatan Gereja (2) Kisah Cinta (2) Korona Adven (2) Lagu Malam Kudus (2) Lagu Rohani (2) Lawan Covid19 (2) Lintas Agama (2) Madah dan Lagu Liturgi (2) Makna Natal (2) Maria Berdukacita (2) Maria Dikandung Tanpa Noda (2) Maria Ratu Rosario Suci (2) Motivator (2) Mujizat Kayu Salib (2) Mutiara Kata (2) New Normal (2) Nita Setiawan (2) Organis Gereja (2) Penyaliban Yesus (2) Perarakan dalam Liturgi (2) Peristiwa Natal (2) Perubahan (2) Pohon Natal (2) Renungan Paskah (2) Sakramen Gereja (2) Sakramen Imamat (2) Sakramen Minyak Suci (2) Sakramen Penguatan (2) Sekuensia (2) Sharing Kitab Suci (2) Tahun Liturgi (2) Tujuan dan Makna Devosi (2) Ucapan Selamat (2) Virus Corona (2) WYD 2013 (2) Youtuber Top (2) 2 Korintus (1) Aborsi dan Kontrasepsi (1) Abraham Linkoln (1) Adorasi Sakramen Mahakudus (1) Agama Kristiani (1) Ajaran Gereja RK (1) Alam Gaib (1) Alam Semesta (1) Alkitab (1) Allah Inkarnasi (1) Allah atau Mamon (1) Arianisme (1) Ayat Alquran-Hadist (1) Bapa Kami (1) Berdamai (1) Berhati Nurani (1) Berita (1) Berita Duka (1) Berita International (1) Bible Emergency (1) Bukan Take n Give (1) Busana Liturgi (1) Cara Mengatasi (1) Cinta Sesama (1) Cintai Musuhmu (1) D Destruktif (1) D Merusak (1) Dialog (1) Doa Bapa Kami (1) Doa Permohonan (1) Doa Untuk Negara (1) Documentasi (1) Dogma EENS (1) Doktrin (1) Dosa Ketidakmurnian (1) Dunia Berubah (1) Egois dan Rakus (1) Era Google (1) Evangeliarium (1) Filioque (1) Garputala (1) Gereja Orthodox (1) Gereja Samarinda (1) Godaan Iblis (1) Golput No (1) Hal Pengampunan (1) Hamba Dosa (1) Hari Bumi (1) Hari Raya / Solemnity (1) Haus Darah (1) Hidup Kekal (1) Hierarki Gereja (1) Homili Ibadat Syukur (1) Ibadat Kremasi (1) Ibadat Pelepasan Jenazah (1) Ibadat Pemakaman (1) Ibadat Rosario (1) Ibadat Tobat (1) Imam Kristiani (1) Imperialisme (1) Influencer Tuhan (1) Inisiator Keselamatan (1) Injil Mini (1) Inspirasi Hidup (1) Irak (1) Israel (1) Jangan Mengumpat (1) Kandang Natal (1) Karismatik (1) Kasih (1) Kasih Ibu (1) Kata Allah (1) Kata Mutiara (1) Katekismus (1) Keadilan Sosial (1) Kebaikan Allah (1) Kebiasaan Buruk Kristiani (1) Kedewasaan Kristen (1) Kehadiran Allah (1) Kejujuran dan Kebohongan (1) Kelahiran (1) Keluarkan Kata Positif (1) Kemiskinan (1) Kesehatan (1) Kesetiaan (1) Kesombongan (1) Kiss Of Life (1) Kompendium Katekismus (1) Kompendium Sejarah (1) Konsili Nicea (1) Konsili Vatikan II (1) Kremasi Jenazah (1) Kumpulan cerita (1) Lamentasi (1) Lectionarium (1) Mantilla (1) Maria Minggu Ini (1) Martir Modern (1) Masa Puasa (1) Masalah Hidup (1) Melawan Setan (1) Mengatasi Kesepian (1) Menghadapi Ketidakpastian (1) Menjadi Bijaksana (1) Menuju Sukses (1) Mgr A Subianto B (1) Misteri Kerajaan Allah (1) Misterius (1) Moral Katolik (1) Mosaik Basilika (1) Mukjizat Cinta (1) Mukzijat (1) Nasib Manusia (1) Opini (1) Orang Berdosa (1) Orang Jahudi (1) Orang Kudus (1) Orang Lewi (1) Orang Munafik (1) Orang Pilihan (1) Orang Sempurna (1) Ordo dan Kongregasi (1) Owner Facebooks (1) Pandangan Medis (1) Para Rasul (1) Pelayanan Gereja (1) Pembual (1) Pencegahan Kanker (1) Penderitaan Sesama (1) Pendiri Facebooks (1) Penerus Gereja (1) Penjelasan Arti Salam (1) Penyelamatan Manusia (1) Penyelenggara Ilahi (1) Perasaan Iba (1) Perdamaian Dunia (1) Perjamuan Paskah (1) Perjamuan Terakhir (1) Perkataan Manusia (1) Perselingkuhan (1) Pertobatan (1) Pesta Natal (1) Pikiran (1) Positik kpd Anak (1) Presiden Soekarno (1) Pusing 7 Keliling (1) Putra Tunggal (1) Rasio dan Emosi (1) Roh Jiwa Tubuh (1) Roti Perjamuan Kudus (1) Saat Pembatisan (1) Saat Teduh (1) Sabat (1) Sahabat lama (1) Sakit Jantung (1) Sakramen Baptis (1) Saksi Yehuwa (1) Salib Yesus (1) Sambutan Sri Paus (1) Sejarah Irak (1) Selamat Natal (1) Selamat Tahun Baru (1) Selingan (1) Siapa Yesus (1) Soal Surga (1) Surat Kecil (1) Surat bersama KWI-PGI (1) Surga Dan Akherat (1) Tafsiran Alkitab (1) Tamak atau Rakus (1) Tanda Beriman (1) Tanda Percaya (1) Tanpa Korupsi (1) Tanya Jawab (1) Teladan Manusia (1) Tembok Yeriko (1) Tentang Rakus (1) Teologi Di Metropolitan (1) Thomas Aquinas (1) Tim Liturgi (1) Tokoh Alkitab (1) Tokoh Gereja (1) Tolong Menolong (1) Tradisi Katolik (1) Tri Hari Suci (1) Triniter (1) True Story (1) Tugas Suku Lewi (1) Tugu Perdamaian (1) Tuguran Kamis Putih (1) Tuhan Perlindungan (1) Tulisan WAG (1) YHWH (1) Yesus Manusia (1) Yesus Manusia Allah (1) Yesus Nubuat Nabi (1) Yesus Tetap Sama (1)