Latest News

Showing posts with label Beato dan Santo. Show all posts
Showing posts with label Beato dan Santo. Show all posts

Sunday, August 20, 2017

Peringatan Wajib Santo Pius X, 21 Agustus

Santo Pius lahir dengan nama Guiseppe (Yosef) Sarto di desa kecil yang bernama Riese (Venesia, Italia bagian utara) pada tanggal 2 Juni 1835. Orangtuanya bukanlah orang penting atau ternama di mata masyarakat, namun mereka adalah orang-orang Katolik yang saleh. Mereka mengasuh dan membesarkan anak-anak mereka yang sepuluh orang itu dalam suatu zaman �susah�.

Pastor paroki sangat tertarik pada diri Guiseppe, sang pemimpin para putera altar yang berperilaku baik itu. Dia membantu Guiseppe dalam pendidikannya. Pada tahun 1858 Guiseppe ditahbiskan sebagai seorang imam praja. Sembilan tahun lamanya dia bertugas sebagai imam tentara di Tombolo. Tombolo terletak di provinsi Padua di kawasan Veneto, 45 km sebelah barat laut Venesia dan sekitar 25 km sebelah utara kota Padua.

Romo Guiseppe mempunyai seorang Fransiskan besar sebagai �idola�-nya, yaitu Santo Leonardus dari Port Maurice (1676-1751). Santo Leonardus ini adalah model bagi Romo Guiseppe dalam hidupnya dan juga pada mimbar ketika berkhotbah. Kesalehan Romo Guiseppe juga patut diteladani. Pada jam 4 pagi, dia sudah kelihatan berlutut di depan tabernakel.

Sembilan tahun lamanya Romo Guiseppe berkarya sebagai pastor paroki di Salzano (sekitar 15 km dari kota Venesia). Pada waktu ditugaskan si Salzano inilah Romo Guiseppe bergabung dengan Ordo Ketiga Santo Fransiskus (sekular) dan kemudian mendirikan dua persaudaraan Ordo Ketiga Sekular.[2] Sejak saat itu Romo Guiseppe berupaya serius agar kata-kata yang diucapkannya serta tulisan-tulisannya diwarnai dengan kesederhanaan dan keugaharian standar-standar kehidupan Fransiskan, semuanya demi pencapaian cita-cita dari Bapak Serafik.

Seusai penugasan di Salzano � untuk kurun waktu sembilan tahun lamanya � Romo Guiseppe diangkat menjadi Vikjen, kanon dan wali-pengawas seminari di keuskupan Treviso (di kawasan Veneta, dekat Venesia). Banyak orang mengatakan, bahwa Romo Guiseppe tidak akan mati di Treviso. Ternyata memang demikianlah, karena kemudian Romo Guiseppe diangkat menjadi uskup Mantua , sebuah kota di Lombardy, untuk sembilan tahun lamanya. Sebagai seorang uskup, tidak ada perubahan yang terjadi dalam kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Uskup Guiseppe tetap tidak menunjukkan toleransi samasekali terhadap pesta-pesta perjamuan yang mewah. Baginya kegiatan kerasulan dalam bidang pers sangatlah penting karena merupakan mimbar zaman modern. Oleh karena itu Uskup Guiseppe mendedikasikan dirinya pada kegiatan kerasulan pers ini. Sementara itu orang-orang miskin adalah favorit-favoritnya.

Uskup Guiseppe kemudian diangkat menjadi seorang kardinal dan Patriark/batrik Venesia, juga untuk sembilan tahun lamanya. Meskipun berada begitu dekat dengan pucuk pimpinan Gereja, Kardinal Guiseppe tetap menjadi anak-rohani yang setia dari bapak-rohaninya, Fransiskus � si kecil miskin dari Assisi.

Kematian Paus Leo XIII pada tahun 1903 membawa Kardinal Guiseppe ke Roma/Vatikan untuk mengikuti pemilihan paus. Siapakah yang akan terpilih? Kardinal Guiseppe Sarto menjawab: �Leo XIII, yang mencerahkan dunia dengan hikmat-kebijaksanaannya akan digantikan oleh seorang paus yang akan membuat dunia terkesan dengan kesucian hidupnya.� �Nubuat� ini digenapi: ternyata dalam konklaf Kardinal Guiseppe Sarto terpilih sebagai paus yang baru dengan nama Pius X.

Tidak lama setelah dipilih menjadi pemimpin tertinggi Gereja, Paus Pius X mengumumkan program kerjanya, yaitu �memperbaharui semua hal dalam Kristus�. Pius X melakukan banyak hal dalam hal kebangunan-rohani Gereja, misalnya mendorong penyambutan komuni sejak usia muda dan juga komuni harian. Ia menetapkan pokok-pokok yang diperlukan dalam rangka pencapaian kesucian hidup para klerus. Ia mendorong perkembangan Ordo Ketiga. Yang paling penting, lewat kesucian hidupnya, Paus Pius X membuat dirinya sendiri menjadi contoh bagi orang-orang untuk melakukan pembaharuan hidup rohani mereka.

Paus Pius X terkadang dijuluki �Paus Ekaristi�. Beliau tercatat pernah mengucapkan kata-kata sebagai berikut: �Komuni Kudus adalah jalan yang paling singkat dan paling aman untuk menuju surga. Memang ada jalan-jalan lain: keadaan tidak bersalah (innnocence), namun hal ini diperuntukkan bagi anak-anak kecil; pertobatan, namun hal ini menakutkan kita; memikul banyak pencobaan-pencobaan hidup, namun begitu pencobaan-pencobaan itu tiba kita menangis dan mohon dikecualikan/diselamatkan. Jalan yang paling pasti, paling mudah, paling singkat, adalah Ekaristi.� Ucapan beliau ini tentunya mendukung pemberian gelar/ julukan sebagai �Paus Ekaristi�.

Meskipun paus, namun ia tetap romo paroki yang penuh pengertian dan cintakasih. Setiap Minggu ia berkhotbah secara sederhana menjelaskan Injil yang dibacakannya kepada hadirin di halaman Vatikan. Kebaikan hati dan kesederhanaannya sangat menonjol.

Kemudian pecah perang dunia yang pertama. Ketika menderita sakit, dari atas pembaringannya Paus Pius X berkata: �Saya ingin menderita. Saya ingin mati bagi para serdadu di medan tempur.� Pada tanggal 20 Agustus 1914 � enam belas hari setelah pecah Perang Dunia I � Paus Pius X dengan penuh kedamaian menghembuskan nafasnya yang terakhir. Wasiatnya mencerminkan jiwa Fransiskannya: �Saya dilahirkan miskin, saya telah hidup miskin, dan saya ingin mati secara miskin pula.�

Semasa hidupnya, Paus Pius X beberapa kali menyembuhkan secara ajaib orang-orang yang sakit jasmani maupun rohani. Setelah kematiannya, banyak terjadi mukjizat pada kuburannya. Proses beatifikasinya dimulai pada tahun 1923. Beatifikasinya dilakukan pada tahun 1951 dan kanonisasinya dilakukan pada tahun 1954.

Sumber : http://www.mirifica.net/2014/08/20/peringatan-wajib-santo-pius-x-21-agustus/

Monday, May 2, 2011

Karol J�zef Wojtyla, Sang Maestro Kemanusiaan, Sang Putera Konsili

Pada tanggal 24 Desember 1959, Wojtyla mendapat tugas khusus dari Komisi Persiapan Konsili merancang sebuah bahan yang menyoroti soal seputar krisis humanisme (=krisis kemanusiaan) yang dialami dunia pada masa itu. Hal yang tentu saja menarik bahwa persoalan ini dilimpahkan kepada seorang dosen muda di wilayah berbasis komunisme. Amat ditekankan dalam tulisan itu persoalan persona manusia: makhluk yang unik, hidup di dunia ini dengan nutrisi spiritual, suatu misteri baik bagi dirinya sendiri maupun untuk yang lain, suatu ciptaan yang martabatnya tersingkap dari kedalaman hidupnya sebagai citra Allah. Krisis humanisme mendesak Gereja untuk tidak hidup hanya bagi dirinya sendiri. Gereja ada dan hadir di dalam dunia mesti memainkan peran humanisasi dalam gayanya agar dapat mengimbangi segala janji humanisasi yang mengandalkan sarana-sarana duniawi yang justru menciptakan dehumanisasi dan degradasi dalam banyak aspek kehidupan manusia. Inilah salah satu simpul perjuangan Uskup Wojtyla selama kehadirannya dalam ruangan konsili.

Seperti diketahui Konsili Vatikan II dibuka secara resmi pada tanggal 11 Oktober 1962. Dalam kurun waktu kurang lebih 3 tahun hingga penutupannya tanggal 7 Desember 1965, Uskup Wojtyla melakukan beberapa intervensi (=masukan/pertimbangan dalam suatu session sidang). Pada tanggal 7 November 1962 ia berbicara dalam suatu intervensi tentang �Pembaharuan Liturgi Gereja� dan menyusul tanggal 21 November 1962 tentang �Wahyu Ilahi�. Pada tanggal 3 Juni 1963 Paus Yohanes XXIII yang membuka pintu konsili meninggal dunia. Gereja yang sedang berupaya membuka diri tidak ingin terlalu lama berada dalam kevakuman (sede vacante). Tanggal 21 Juni 1963 Paus Paulus VI memegang kendali Gereja sekaligus melanjutkan cita-cita pendahulunya. Pada musim gugur 1963, kembali Uskup Wojtyla berbicara di hadapan konsili yang sedang membahas topik �Umat Allah�, sebuah tema yang memberi visi baru yang kaya mengenai Gereja. Selanjutnya tanggal 25 September 1964, ia melakukan sebuah intervensi mengenai �Kebebasan Beragama�. Intervensi yang terakhir ia berikan ketika para bapa konsili berbicara tentang kiprah �Gereja di tengan dunia kontemporer� pada tanggal 21 Oktober 1964, tema yang cukup mendapat sentuhan filsafat personalistis Wojtyla dan menempatkan Wojtyla sebagai salah seorang anggota tim perumus draft final konstitusi Gaudium et Spes, sebuah dokumen konsili yang membahas bagaimana Gereja yang sedang ber-aggiornamento ini mestinya berperan di tengah dunia kontemporer.

Dari intervensi-intervensi tersebut, kiranya dua yang berikut ini perlu diberi perhatian. Pertama, intervensinya pada sesion ketiga konsili yang bermuara pada dokumen Dignitatis Humanae. Dalam intervensi yang ia bawakan pada tanggal 25 September 1964 ini, Uskup Agung Krakovia amat menekankan penghargaan terhadap kebebasan beragama sebagai dasar dari gerakan ekumene. Kebebasan amat eksistensial bagi setiap manusia. Bukan saja �kebebasan dari� tapi terutama �kebebasan untuk�, khususnya kebebasan untuk mencari dan menemukan kebenaran. Kebebasan adalah unsur esensial dalam ziarah menuju kebenaran. Kebebasan membimbing kita kepada kebenaran. Karena itu kebebasan mesti bertanggung jawab. Seseorang bukan saya dapat berkata �saya bebas�, tapi mesti juga berkata �saya bertanggung tawab�. Orang bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan dalam kebebasannya. Semakin bebas, semakin orang harus bertanggung jawab. Itulah kebebasan eksistensial, kebebasan melekat pada martabat manusia. Dalam koridor demikian setiap orang secara bebas dapat mengekspresikan personalitasnya dan juga bertanggung jawab atasnya. Atas dasar itulah, manusia juga secara bebas berelasi di tengah dunia dengan agama yang diyakini dapat melambungkan dia kepada kebenaran sebagai puncak ekspresi kebebasannya. Judul dokumen konsili vatikan II Dignitatis Humanae yang secara harafiah berarti �kebebasan manusia� jelas menampilkan dimensi filosofis kebebasan setiap orang untuk beragama sebagai yang melekat erat erat pada martabat personalitasnya.

Kedua, Gaudium et Spes, sebuah dokumen konsili vatikan II yang berbicara tentang kiprah �Gereja di tengan tata dunia kontemporer�. Perdebatan seputar dokumen ini dimulai pada hari Rabu 22 September 1965. Selasa pada minggu berikutnya, 28 September 1965, Uskup Agung Wojtyla berbicara di hadapan Bapa-Bapa Konsili mengemukakan apa yang menurut sejumlah pengamat dinilai sebagai pidatonya yang paling terkenal selama konsili berlangsung. Dia tegaskan bahwa konstitusi pastoral yang baru mesti lebih sebagai sebuah permenungan dari pada suatu tuntutan doktrinal karena keprihatinan dasariahnya adalah pribadi manusia, manusia dilihat sebagai persona yang dimengerti dalam kebersamaan relasi dengan manusia lain dan segala yang mengitarinya. Penegasan persona manusia sebagai dasar meretas relasi Gereja dengan dunia kontemporer ini disampaikan sedemikian semangat dan berapi-api oleh mantan dosen etika Universitas Lublin ini sampai moderator sidang, Kardinal D�pfner dari M�nchen menginterupsi dengan mengatakan �waktu bicara sudah selesai�.

Woijtyla menyinggung realitas dunia kontemporer saat itu yang masih amat kuat dipengaruhi ateisme modern. Gereja bagaimana pun mesti juga berdialog dengan ateisme modern sebagai kenyataan yang tak bisa ditampik. Dialog dengan para ateis mesti berpijak pada fundamen yang diakui bersama yakni martabat manusia sebagai persona. Sebagai persona, setiap manusia memiliki kebebasan di dalam dirinya. Perbedaan antara orang beragama dan orang ateis terletak pada pemaknaan kebebasan itu sendiri. Bagi orang kristen kebebasannya dimaknai dalam keintiman hubungan dengan Allah, sedangkan kaum ateis dalam kebebasannya justru semakin menjauhkan diri dari Allah, mengingkari Allah dan dengan itu mereka justru semakin terpuruk dalam kesunyian yang radikal, kesunyian yang menakutkan. Di titik itulah, dalam dialog dengan kaum ateis, orang-orang beragama menawarkan jalan pemaknaan baru kebebasan bagi mereka yang keliru.

Gaudium et Spes adalah dokumen yang mendapat banyak sentuhan intelektual Karol Wojtyla. Agar lebih memahami nilai strategis dokumen ini, orang mesti memahami konteks dunia kontemporer masa itu. Gereja yang ingin membuka diri kepada dunia saat itu diharapkan untuk tidak saja turun dengan sejumlah doktrin atau tutuntan iman tapi dengan pemahaman yang brilian tentang manusia sebagai persona yang memiliki nilai-nilai ultim dalam dirinya sendiri. Gereja tampil dengan konsep humanisme baru, humanisme yang diilhami perjumpaan manusia dengan Kristus yang berinkarnasi bukan untuk mengasingkan manusia dari kemanusiaannya tetapi justru menyingkap tabir kebenaran yang utuh martabat manusia dan nasib akhirnya yang mulia dan bahagia. Dalam relasi dengan Kristus manusia tidak mengalami keterasingan atau rasa hampa makna yang radikal (sebagaiman nasib kaum ateis) tetapi justru mengalami kebersamaan sebagai suatu rahmat untuk saling memberi dan menerima diri. Di sana humanisme baru terbentuk, humanisme yang diwarnai oleh penghargaan terhadap tiap pribadi sebagai persona yang secara bebas mengada bersama dalam kesalingan memperkaya yang harmonis.

Wojtyla memberi suatu �visi dari dalam� yang begitu kuat terasa sehingga ada yang �membaptis� Konsili Vatikan II dengan �Konsili Personalistis�. Refleksinya seputar martabat manusia sebagai persona ia tuangkan juga dalam sebuah buku yang mengulas struktur tindakan manusia berjudul Osoba i czyn atau Pribadi dan Tindakan. Buku buah refleksi filosofis di sela-sela perhelatan konsili tersebut mengupas struktur tindakan manusia sebagai pengungkapan personalitasnya. Manusia mengungkapkan antara lain siapa dirinya melalui tindakannya. Buku ini dibahas dengan dua pendekatan filosofis yang saling memperkaya, filsafat Aristoteles-Thomas Aquino dan �filsafat fenomenologi� sebagaimana dikembangkan oleh Max Scheler. Seorang mantan murudnya, Tadeus Styczen berkomentar bahwa dalam karya ini, Wojtyla mengajak kita beralih dari afirmasi Rene Descartes: cogito ergo sum (saya berpikir maka saya ada) kepada cognosco ergo sum (saya mengenal/saya memahami maka saya ada). Pengenalan atau pemahaman yang dimaksud adalah pemahaman yang lahir dari tindakan-tindakan sadar manusia sebab dalam dan melaluinya manusia bukan saja mengenal sesamanya tetapi juga mengungkap siapa dirinya. Tindakan yang dimaksud bukanlah tindakan yang egosistis tapi yang terjadi dalam relasi dengan sesama yang juga saya hargai sebagai persona. Untuk itu Wojtyla menekankan dimensi sosialitas ini dengan menampilkan tida kta kunci �partisipasi, solidaritas dan transendensi�.

Penekanan terhadap persona manusia ini menjadi warna dasar karya kepausan Karol Wojtyla. Tidak perlu dideretkan lagi di sini apa saja yang pernah ia lakukan sebagai bentuk pembelaannya terhadap persona manusia. Ia adalah maestro di bidang kemanusiaan. Martabat manusia menjadi paradigma setiap bentuk interaksi dan relasi. Manusia sebagai pribadi yang bermartabat tidak pernah boleh meminjam istilah filsuf Immanuel Kant- digunakan sebagai sarana untuk kepentingan apapun. Inilah paradigma paling kokoh jika kita ingin membangun masyarakat bangsa dan dunia yang semakin manusiawi; suatu tatanan hidup bersama di mana individu-individu yang bergabung di dalamnya tidak hanya puas dalam kungkung subyektifisme, relativisme, komunalisme atau juga totalisme yang merusak kemanusiaan universal. Akan tetapi kenyataan bersaksi bahwa nilai-nilai kemanusiaan universal atau martabat manusia kadang hanya sebatas retorika yang menopeng maksud dan kepentingan-kepentingan tertentu. Dalam hal ini patut kita angkat topi sekali lagi kepada Immanuel Kant yang menegaskan �kehendak baik� sebagai yang amat penting dalam pemaknaan moralitas hidup manusia. Hanya sayang bahwa yang tahu tentang maksud baik seseorang ada orang itu sendiri. Kejujuran menjadi ciri kemartabatan dan mutlak penting bagi seseorang menampilkan personalitasnya apa adanya, bebas dan bertanggung jawab. Dimensi inilah yang antara lain diperjuangkan oleh almarhum Paus Yohanes Paulus II selama hayatnya masih di kandung badan. Peranan mantan Uskup Agung Krakovia ini selama Konsili Vatikan II mungkin tidak sehebat para Kardinal seperti Kardinal Franz K�nig, Kardinal Frings, Kardinal D�pfner, Kardinal Alfrink, Kardinal Suenens atau juga tidak segigih Kardinal Bea yang sangat besar pengaruhnya dalam meloloskan dokumen Nostra Aetate, dan tentu saja tidak sepengaruh Kardinal Alfredo Ottaviani, kepala Sanctum Officium yang dengan semboyangnya semper idem berupaya untuk mereduksi sejauh mungkin hasil-hasil sidang agar selaras dengan kehendak Curia Romana. Wojtyla hadir sebagai salah seorang Uskup dari Gereja lokal Polandia. Selain aktif, ia adalah pendengar yang setia dan kreatif. Ia amat menyadari betapa bernasnya Konsili Vatikan II. Ia adalah �Putera dari Konsili� yang tahu apa yang harus ia lakukan untuk menjawabi harapan-harapannya. Hal itu ia buktikan dalam 26 tahun lebih masa pontifikatnya yang berakhir pukul 21.37 tanggal 2 April 2005 waktu Vatikan, kurang lebih delapan bulan lima hari dari peringatan tahun ke-40 penutupan Konsili Vatikan II.

Sumber : http://programkatekese.blogspot.com/

Sunday, May 1, 2011

Menyambut Beatifikasi Paus Yohanes Paulus II (Karol J�zef Wojtyla)

Karol J�zef Wojtyla, yang dikenal sebagai Yohanes Paulus II sejak terpilih menjadi Paus, dilahirkan di Wadowice, sebuah kota kecil 50 kilometer jauhnya dari Cracow, pada tanggal 18 Mei 1920. Ia adalah yang bungsu dari dua putera pasangan Karol Wojtyla dan Emilia Kaczorowka. Ibunya meninggal dunia ketika melahirkan anaknya yang ketiga - bayinya lahir mati - pada tahun 1929. Kakaknya bernama Edmund, seorang dokter, meninggal pada tahun 1932 dan ayahnya seorang bintara angkatan bersenjata, meninggal pada tahun 1941.

Karol menerima Komuni Pertama pada usia 9 tahun dan Sakramen Penguatan pada usia 18 tahun. Setelah lulus dari SMA Marcin Wadowita di Wadowice, ia masuk Universits Jagiellonian, Cracow pada tahun 1938 dan juga belajar di sebuah sekolah drama.

Karol mengalami pergolakan perang di bawah pendudukan Nazi. Nazi menutup universitasnya pada tahun 1939 dan Karol yang masih belia harus bekerja sebagai buruh kasar di sebuah pertambangan (1940-1944), dan kemudian di pabrik kimia Solvay guna menyambung hidup dan menghindarkan diri dari deportasi, sebab sama seperti kebanyakan orang sebangsanya, Karol senantiasa berada dalam ancaman dideportasi ke Jerman.

Pada tahun 1942, di tengah kekacauan perang, ia merasakan panggilan untuk menjadi seorang imam. Karenanya ia belajar di Seminari Cracow yang dikelola secara sembunyi-sembunyi oleh Kardinal Adam Stefan Sapieha, Uskup Agung Cracow. Pada saat yang sama, ia dan teman-temannya merintis �Teater Rhapsodic�, juga secara sembunyi-sembunyi.

Sesudah Perang Dunia II berakhir, ia melanjutkan kuliahnya di Seminari Utama Cracow, setelah seminari dibuka kembali, dan di Fakultas Theologi, Universitas Jagiellonian, hingga ditahbiskan sebagai imam di Cracow pada tanggal 1 November 1946. Masa-masa ini Pastor Wojtyla banyak dipengaruhi oleh ajaran dan pemikiran St. Louis Marie de Montfort dan St. Yohanes dari Salib.

Segera setelah pentahbisannya, Kardinal Sapieha mengirimnya ke Roma di mana ia bekerja di bawah bimbingan Garrigou-Lagrange, seorang Dominikan Perancis. Ia menyelesaikan doktoratnya dalam bidang theologi pada tahun 1948 di Angelicum, Roma dengan thesis bertopik Iman dalam Karya-karya St. Yohanes dari Salib. Pada masa itu, selama liburannya, ia menjalankan tugas pastoralnya di antara para imigran Polandia di Perancis, Belgia dan Belanda.

Pada tahun 1948, ia kembali ke Polandia dan menjabat Vicaris dari beberapa paroki di Cracow, sekaligus menjadi imam mahasiswa hingga tahun 1951, saat ia memutuskan untuk memperdalam studinya dalam bidang filsafat dan theologi. Pada tahun 1953 ia mempertahankan thesisnya yang berjudul �Evaluasi mengenai kemungkinan membentuk etika Katolik dalam sistem etika Max Scheler� di Universitas Katolik Lublin. Kemudian ia menjadi professor Theologi Moral dan Etika Sosial di Seminari Utama Cracow dan di Fakultas Theologi Lublin.

Pada tanggal 4 Juli 1958, Pastor Wojtyla diangkat sebagai Pembantu Uskup di Cracow oleh Paus Pius XII dan ditahbiskan sebagai Uskup pada tanggal 28 September 1958 di Katedral Wawel, Cracow oleh Uskup Agung Baziak.

Pada tahun 1960, ia menerbitkan bukunya yang sangat terkenal, �Cinta dan Tanggung Jawab�. Paus Paulus VI sangat kagum atas cara Uskup Wojtyla mempertahankan ajaran-ajaran tradisional Gereja Katolik mengenai perkawinan.

Pada tanggal 13 Januari 1964 ia diangkat sebagai Uskup Agung Cracow oleh Paus Paulus VI. Bapa Suci banyak mengandalkan nasehat Uskup Agung Wojtyla dalam menuliskan Humanae Vitae. Tanggal 26 Juni 1967, Paus mengangkatnya menjadi Kardinal (Kardinal: jabatan kehormatan di atas Uskup, tugasnya memberi nasehat dan bekerja sama dengan pemimpin Gereja). Pada tahun 1976, Kardinal Wojtyla diundang oleh Paus Paulus VI untuk menyampaikan khotbah Masa Prapaskah kepada segenap anggota keluarga Kepausan.

Selain ambil bagian dalam Konsili Vatikan II dengan sumbangannya yang amat berharga dalam penyusunan konsep Konstitusi �Gaudium et Spes�, Kardinal Wojtyla juga ikut ambil bagian di seluruh pertemuan Sinode Uskup.

16 Oktober 1978, pukul 5:15 sore, Kardinal Karol Wojtyla terpilih sebagai Paus yang ke-264; penerus Tahta Petrus yang ke-263. Ia menjadi paus non-Italia pertama sejak Paus Adrianus VI. Untuk menghormati pendahulunya, Paus Yohanes Paulus I, Bapa Suci memilih nama Paus Yohanes Paulus II.

Sejak masa kepausannya, Sri Paus telah melakukan 104 kunjungan pastoral di luar Italia (mengunjungi 129 negara, termasuk ke Indonesia pada tahun 1989), dan 146 kunjungan pastoral dalam wilayah Italia. Sebagai Uskup Roma, beliau telah mengunjungi 317 dari 333 paroki.

Dokumen-dokumen utamanya meliputi 14 ensiklik, 15 nasehat apostolik, 11 konstitusi apostolik dan 45 surat apostolik. Paus juga menerbitkan lima buah buku: �Di Ambang Pintu Pengharapan� (Varcare la Soglia della Speranza, Oktober 1994), �Karunia dan Misteri: Pada Peringatan 50 tahun Imamat� (Dono e Mistero, November 1996), �Tritiko Romano - Sebuah Meditasi�, kumpulan puisi (Maret 2003), �Bangkit dan Berjalanlah!� (Alzatevi, andiamo!, Mei 2004), dan �Kenangan dan Identitas� (Memoria e Identit�, musim semi 2005).

Sri Paus telah memimpin 147 upacara beatifikasi (1338 orang kudus dinyatakan sebagai yang berbahagia (beata / beato) dan 51 upacara kanonisasi (482 orang kudus dinyatakan sebagai santa / santo). Bapa Suci mengadakan 9 konsistori di mana ia mengangkat 231 (+ 1 in pectore) kardinal. Ia juga menyelenggarakan enam sidang pleno Dewan Kardinal.

Selama masa pontifikatnya, Paus Yohanes Paulus II memimpin 15 Sinode para Uskup: enam Sinode biasa (1980, 1983, 1987, 1990, 1994, 2001), satu Sinode luar biasa (1985) dan delapan Sinode khusus (1980, 1991, 1994, 1995, 1997, 1998 [2] dan 1999).

Tak ada Paus yang bertemu dengan begitu banyak orang seperti Paus Yohanes Paulus II: lebih dari 17.600.000 peziarah ambil bagian dalam Audiensi Umum yang diadakan setiap hari Rabu (lebih dari 1160 audiensi). Jumlah tersebut di luar audiensi-audiensi khusus dan upacara-upacara religius yang diselenggarakan (lebih dari 8 juta peziarah hanya pada Tahun Jubileum Agung 2000 saja) dan jutaan umat beriman sepanjang kunjungan-kunjungan pastoralnya baik di Italia maupun di seluruh dunia. Patut dicatat juga begitu banyak pertemuan dengan para pejabat negara dalam 38 kunjungan-kunjungan resmi, dan 738 audiensi serta pertemuan dengan pemimpin negara, dan bahkan 246 audiensi dan pertemuan dengan para perdana menteri.

Hingga akhir hidupnya pada tanggal 2 April 2005, beliau telah mengemban tugas mulia sebagai gembala tertinggi 1,1 miliar umat Katolik Roma sedunia selama 26 tahun 5 bulan; jabatan paus terpanjang ketiga setelah St. Petrus, Rasul (34 atau 37 tahun) dan Paus Pius IX (31 tahun 7 bulan).

TOTUS TUUS: CINTANYA KEPADA SANTA PERAWAN

Sebagai Vicaris Kristus, Bapa Suci Yohanes Paulus II mempersembahkan setiap tempat yang ia kunjungi kepada Santa Perawan Maria. Pada tanggal 13 Mei 1983, Bapa Suci pergi ke Fatima guna mempersembahkan seluruh dunia kepada Hati Maria Yang Tak Bernoda. Di kemudian hari, beliau sekali lagi mempersembahkan seluruh dunia kepada Bunda Maria, dalam persatuan dengan segenap Uskup Gereja Katolik, demi memenuhi permintaan Bunda Maria di Fatima.

Pada musim panas 1995, Paus Yohanes Paulus II memulai suatu katekese yang panjang mengenai Santa Perawan Maria dalam Angelus mingguannya, yang berpuncak pada tanggal 25 Oktober 1995, dengan penjelasannya akan peran-serta aktif Bunda Maria dalam Kurban Kalvari. Peran-serta aktif Bunda Maria di Kalvari ini disebut sebagai co-redemption. Sebelumnya, pada tahun 1982 dan 1985, Paus Yohanes Paulus II telah mempergunakan istilah "co-redemptrix" (penebus serta) dalam menyebut Santa Perawan di hadapan umat beriman. Hal ini sungguh luar biasa, mengingat beliau adalah paus pertama yang melakukannya sejak Paus Benediktus XV yang baginya Bunda Maria datang ke Fatima guna menyingkapkan Hatinya Yang Tak Bernoda. Sejak masa Paus Benediktus XV, istilah ini masih dalam pembahasan oleh Tahta Suci. Penggunaan istilah ini oleh Paus Yohanes Paulus II merupakan suatu penegasan atas pandangan tradisional Gereja terhadap peran Maria dalam sejarah keselamatan.

PAUS KERAHIMAN

�Ketika aku berdoa untuk tanah airku, Polandia, aku mendengar Yesus bersabda: 'Dari Polandia akan muncul `anak api' yang akan mempersiapkan dunia untuk kedatangan-Ku yang terakhir.'� ~ St Faustina Kowalska, Buku Catatan Harian VI, 93 Dan sungguh terjadi; dialah Karol Wojtyla, yang menjadi Paus Yohanes Paulus II

Pada tanggal 6 Maret 1959 Paus Yohanes XXIII memaklumkan dilarangnya penyebarluasan Devosi Kerahiman Ilahi dalam bentuk seperti yang diajarkan dalam tulisan-tulisan Sr Faustina. Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 21 Oktober 1965, Kardinal Karol Wojtyla selaku Uskup Agung Krakow, dalam upayanya mendukung Devosi Kerahiman Ilahi, membuka Proses Informatif, yaitu proses di mana dilakukan penelitian resmi atas hidup, keutamaan-keutamaan, tulisan maupun devosi yang diajarkan Sr Faustina Kowalska. Proses Informatif berhasil dengan gemilang hingga menghantar dibukanya Proses Beatifikasi Sr Faustina pada tanggal 31 Januari 1968.

Berkat perjuangan gigih Kardinal Karol Wojtyla, akhirnya pada tanggal 15 April 1978, Paus Paulus VI memaklumkan diterbitkannya �Notifikasi� yang menyatakan bahwa larangan yang dibuat pada tahun 1959 �tidak berlaku lagi�. Terima kasih Kardinal Karol Wojtyla! Enam bulan berselang, 16 Oktober 1978, kardinal dari Polandia ini diangkat sebagai Paus yang ke-264 dengan nama Yohanes Paulus II.

Sebagai Imam Agung di Roma, bukan saja Paus Yohanes Paulus II menggiatkan disebarluaskannya Devosi Kerahiman Ilahi, lebih lagi, dipengaruhi oleh Buku Catatan Harian St Faustina Kowalska, beliau menerbitkan ensiklik yang sangat indah, Dives In Misericordia (Kaya dalam Kerahiman), yang sepenuhnya bertutur mengenai Kerahiman Ilahi. Dalam ensiklik tertanggal 30 November 1980 ini, Sri Paus berbicara mengenai Kristus sebagai �inkarnasi kerahiman � sumber belas kasih yang tak habis-habisnya.� Lebih jauh ia menekankan bahwa �Program mesianik Kristus, program belas kasih� haruslah menjadi �program umat-Nya, program Gereja.� Sepanjang ensiklik, Bapa Suci menegaskan bahwa Gereja - teristimewa dalam masa modern sekarang ini - mengemban �tugas dan kewajiban� untuk �memaklumkan dan mewartakan belas kasih Allah,� untuk �memperkenalkan dan mewujud-nyatakannya� dalam hidup segenap umat manusia, serta untuk �datang kepada belas kasih Allah,� memohonkannya dengan sangat bagi seluruh dunia.

Pada tanggal 22 November 1981, setahun setelah diterbitkannya Dives in Misericordia, Paus mengunjungi tempat ziarah Cinta yang Berbelas Kasih di Collevalenza, Italia, dalam perjalanan ziarah pertama di luar Roma setelah percobaan pembunuhan terhadap dirinya. Di sana Sri Paus menegaskan, �Sejak awal mula pelayanan saya di Tahta St Petrus di Roma, saya menganggap pesan ini [Kerahiman Ilahi] sebagai tugas istimewa saya. Penyelenggaraan ilahi telah mempercayakannya kepada saya dalam situasi manusia, Gereja dan dunia sekarang ini.�

Dalam audiensi umum pada tanggal 10 April 1991, Bapa Suci mengatakan �Pesan ensiklik mengenai Kerahiman Ilahi `Dives In Misericordia' secara istimewa dekat pada kita. Mengingatkan kita akan sosok Abdi Allah, Sr Faustina Kowalska. Biarawati yang bersahaja ini secara istimewa mendekatkan pesan Paskah dari Kristus yang Maharahim kepada Polandia dan kepada seluruh dunia.�

Pada tahun 1993, pada hari Minggu Kerahiman Ilahi yang jatuh pada tanggal 18 April, Paus Yohanes Paulus II memaklumkan Sr Faustina Kowalska, biarawati sederhana dari Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria Berbelas Kasih, sebagai beata. Tujuh tahun kemudian, juga pada hari Minggu Kerahiman Ilahi, pada tanggal 30 April 2000, Bapa Suci mengangkat Beata Faustina, yang disebutnya sebagai �Rasul Besar Kerahiman Ilahi di jaman kita�, ke dalam himpunan para kudus Gereja. Semuanya itu, baik beatifikasi maupun kanonisasi St Faustina Kowalska, dilakukan sri paus di Roma, bukan di Polandia, guna menggarisbawahi bahwa Kerahiman Ilahi diperuntukkan bagi seluruh dunia.

Dalam kanonisasi St Faustina, Paus secara resmi pula memaklumkan bahwa hari Minggu pertama sesudah Paskah wajib dirayakan Gereja semesta sebagai Minggu Kerahiman Ilahi. Pentingnya hari Minggu Kerahiman Ilahi ini ditandai juga dengan dikeluarkannya dekrit pada tanggal 13 Juni 2002 mengenai indulgensi yang diberikan Gereja, baik indulgensi penuh maupun sebagian, kepada mereka yang mempraktekkan Devosi Kerahiman Ilahi dengan syarat-syarat seperti yang ditetapkan.

Lebih jauh, pada tanggal 17 August 2002, Sri Paus bahkan mempersembahkan seluruh dunia kepada Kerahiman Ilahi saat beliau memberkati tempat ziarah internasional Kerahiman Ilahi di Lagiewniki, Polandia:

�`Bapa yang kekal, kupersembahkan kepada-Mu Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an PutraMu yang terkasih, Tuhan kami Yesus Kristus, sebagai pemulihan dosa-dosa kami dan dosa seluruh dunia; demi sengsara Yesus yang pedih, tunjukkanlah belas kasih-Mu kepada kami dan seluruh dunia' (Buku Catatan Harian, 476). Kepada kami dan seluruh dunia�. Betapa dunia sekarang ini membutuhkan Kerahiman Ilahi! Di setiap benua, dari penderitaan manusia yang terdalam, terdengar seruan mohon belas kasih Allah. Di mana kebencian dan hasrat dendam berkuasa, di mana perang mengakibatkan sengsara dan kematian orang-orang tak berdosa, di sana rahmat belas kasih dibutuhkan demi menenangkan hati dan pikiran manusia serta mendatangkan damai. Di mana tidak ada lagi rasa hormat terhadap harkat dan martabat manusia, di sana cinta Allah yang berbelas kasih dibutuhkan; dalam terang-Nya kita melihat nilai tak terkatakan dari setiap pribadi manusia. Belas kasih dibutuhkan guna menjamin bahwa setiap ketidakadilan di dunia akan berakhir dalam terang kebenaran.

Oleh karenanya, pada hari ini, dari tempat ziarah ini, dengan khidmad saya mempersembahkan dunia kepada Kerahiman Ilahi. Saya melakukannya dengan keinginan yang berkobar agar pesan cinta Allah yang berbelas kasih, yang diwartakan di sini melalui Santa Faustina, dikenal oleh segenap umat manusia di dunia dan memenuhi hati mereka dengan pengharapan. Kiranya pesan ini memancar dari tempat ini ke tanah air kita yang tercinta dan ke segenap penjuru dunia. Kiranya janji Tuhan Yesus digenapi: dari sini haruslah memancar `anak api yang akan mempersiapkan dunia bagi kedatangan-Nya yang terakhir' (bdk Buku Catatan Harian, 1732).

Anak api ini perlu dinyalakan oleh rahmat Tuhan. Api belas kasih ini perlu disampaikan ke seluruh dunia. Dalam belas kasih Allah dunia akan menemukan damai dan umat manusia akan menemukan kebahagiaan! Saya mempercayakan tugas ini kepada kalian, Saudara dan Saudari terkasih, kepada Gereja di Krakow dan di Polandia, dan kepada segenap pencinta Kerahiman Ilahi yang datang ke tempat ini dari Polandia dan dari seluruh dunia. Kiranya kalian menjadi saksi-saksi belas kasih Allah!�

Sepanjang 26 tahun masa pontifikat beliau, tak kunjung henti Bapa Suci Yohanes Paulus II menerangkan Kerahiman Ilahi kepada umat beriman, pula menyerukan pentingnya serta mendesaknya pesan Kerahiman Ilahi bagi segenap umat manusia, sebab itulah ia kemudian dikenal sebagai �Paus Kerahiman�.

�`Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu�. Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada' (Yoh 20:21-23).

Sebelum menyampaikan kata-kata ini, Yesus memperlihatkan kedua tangan dan lambung-Nya. Ia menunjuk pada luka-luka Sengsara, teristimewa luka yang menembusi Hati-Nya, sumber darimana memancar aliran deras belas kasih yang dicurahkan atas umat manusia. Dari Hati itu, Sr Faustina Kowalska, beata yang sejak saat ini akan kita sebut sebagai santa, melihat dua berkas sinar yang memancar dari Hati-Nya dan menyinari dunia: `Kedua sinar itu,' jelas Yesus Sendiri kepadanya suatu hari, `melambangkan darah dan air' (Buku Catatan Harian, Libreria Editrice Vaticana, h. 132).

* Darah dan Air! Pikiran kita segera melayang pada kesaksian yang diberikan Yohanes Pengarang Injil, yang, ketika seorang prajurit di Kalvari menikam lambung Kristus dengan tombak, melihat darah dan air memancar darinya (bdk 19:34). Di samping itu, jika Darah mengingatkan kita akan Kurban Salib dan anugerah Ekaristi, maka Air, dalam simbolisme Yohanes, melambangkan bukan saja Pembaptisan, melainkan juga karunia Roh Kudus (bdk Yoh 3:5; 4:14; 7:37-39).
* Kerahiman Ilahi tercurah atas umat manusia melalui hati Kristus yang tersalib: �Puteri-Ku, katakanlah bahwa Aku adalah inkarnasi cinta dan belas kasih,� demikian pinta Yesus kepada Sr Faustina (Buku Catatan Harian, h. 374).� ~ Paus Yohanes Paulus II, 30 April 2000
* �Tak ada yang lebih dibutuhkan manusia selain daripada Kerahiman Ilahi - cinta yang berlimpah belas kasih, yang penuh kasih sayang, yang mengangkat manusia di atas segala kelemahannya ke ketinggian yang tak terhingga dari kekudusan Allah.� ~ Paus Yohanes Paulus II, 7 Juni 1997
* �Di mana, jika tidak dalam Kerahiman Ilahi, dunia dapat menemukan tempat pengungsian dan terang pengharapan? Umat beriman, pahamilah kata-kata itu dengan baik.� ~ Paus Yohanes Paulus II, 21 April 1993
* �Jadilah rasul-rasul Kerahiman Ilahi di bawah bimbingan keibuan penuh kasih sayang dari Santa Perawan Maria� ~ Paus Yohanes Paulus II, 22 Juni 1993

Melihat begitu kuat keterikatannya pada Kerahiman Ilahi, adakah kita heran bahwa menjelang akhir hayatnya, kala tubuhnya mulai rapuh dan gemetar dimakan usia serta didera penyakit, kala banyak pihak menuntut pengunduran diri beliau, Paus Yohanes Paulus II menegaskan kembali penyerahan dirinya, �Totus Tuus,� katanya, �Apakah Yesus pada saat-saat akhir penderitaan-Nya turun dari salib?� (bdk Buku Catatan Harian, 1484). Apakah kebetulan belaka bahwa Bapa Suci wafat pada malam vigili Minggu Kerahiman Ilahi, yang pada tahun ini jatuh pada tanggal 3 April 2005? Apakah kita juga merasa aneh jika Paus Kerahiman yang Agung ini meninggalkan bagi kita pesannya untuk Minggu Kerahiman, yang kemudian dibacakan pada pesta hari itu oleh seorang pejabat Vatican kepada umat beriman yang berkumpul di St Petrus sesudah Perayaan Misa Kudus yang dipersembahkan bagi kedamaian kekal jiwanya?

�Pesan Kerahiman Ilahi senantiasa dekat dan lekat di hati saya. Seolah sejarah telah mengukirkannya dalam pengalaman tragis Perang Dunia II. Dalam tahun-tahun sulit itu, belas kasih Allah sungguh merupakan suatu penopang dan sumber pengharapan yang tak habis-habisnya, bukan hanya bagi rakyat Krakow, melainkan bagi seluruh bangsa. Itulah juga pengalaman pribadi saya yang saya bawa ke Tahta St Petrus dan yang dalam tingkat tertentu membentuk gambaran akan Pontifikat ini. Saya mengucap syukur kepada Penyelenggaraan Ilahi bahwa saya dapat ikut ambil bagian secara pribadi dalam digenapinya kehendak Kristus, melalui penetapan Minggu Kerahiman Ilahi. Di sini, dekat jasad St Faustina Kowalska, saya juga mengucap syukur dapat memaklumkan beatifikasinya. Tak henti-hentinya saya berdoa kepada Tuhan: `kasihanilah kami dan seluruh dunia'� (Paus Yohanes Paulus II, 7 Juni 1997, saat berziarah ke makam St Faustina Kowalska)

Dikutip dari : http://programkatekese.blogspot.com/

Tags

Renungan (53) Sejarah Gereja (45) Kepausan (42) Katekese (40) Para Kudus (39) Berita Katolik (37) Ekaristi (36) Kitab Suci (33) Yesus Kristus (33) Doa dan Hymne (30) Liturgi (29) Apologetik (26) Renungan Cerdas (25) Fransiskus (22) Santa Maria (22) Artikel Lain (19) Dokumen Gereja (19) Gereja Katolik (19) Katekese Liturgi (17) Ajaran Gereja Katolik (16) Komuni Kudus (16) Paskah (16) Benediktus XVI (13) Dasar Iman Katolik (13) Kisah Nyata (13) Renungan Poltik (13) Natal (11) Kompendium Katolik (10) Bapa Gereja (9) Katolik Indonesia (9) Katolik Timur (9) Petrus (9) Roh Kudus (9) Sakramen Gereja Katolik (9) Allah Tritunggal (8) Perayaan Ekaristi (8) Prapaskah (8) Prodiakon (8) Tradisi (8) Kesaksian (7) Pemazmur (7) Sakramen Ekaristi (7) Tuhan Allah (7) Adven (6) Kematian (6) Liturgi dan Kaum Muda (6) Misdinar (6) Paduan Suara Gereja (6) Pekan Suci (6) Rabu Abu (6) Ajaran Gereja (5) Hari Peringatan (5) Hari Pesta / Feastum (5) Kamis Putih (5) Maria Bunda Allah (5) Perayaan Natal (5) Piranti Liturgi (5) Seputar Liturgi (5) Tritunggal (5) EENS (4) Ibadat Kematian (4) Ibadat Peringatan Arwah (4) Katekismus Gereja (4) Maria Diangkat Ke Surga (4) Minggu Palma (4) Misa Jumat Pertama (4) Misa Latin (4) Nasihat Bijak (4) Nyanyian Liturgi (4) Pentakosta (4) Sakramen Perkawinan (4) Seremonarius (4) Surat Gembala Paus (4) Surat Gembala Uskup (4) Tahun Iman (4) Tokoh Nasional (4) Tuhan Yesus (4) Beato dan Santo (3) Berita Nasional (3) Doa Litani (3) Doa Rosario (3) Dupa dalam Liturgi (3) Eksorsisme (3) Jalan Salib (3) Jumat Agung (3) Lektor (3) Liturgi dan Anak (3) Makna Homili (3) Malam Paskah (3) Masa Prapaskah (3) Misa Krisma (3) Misa Tridentina (3) Musik liturgi (3) Novena Natal (3) Pantang dan Puasa (3) Sakramen Tobat (3) Spiritualitas (3) Surat Gembala KWI (3) Tata Gerak dalam Liturgi (3) Tokoh Internasional (3) Toleransi Agama (3) Yohanes Paulus II (3) Cinta Sejati (2) Dasar Iman (2) Denominasi (2) Devosi Hati Kudus Yesus (2) Devosi Kerahiman Ilahi (2) Doa (2) Doa Angelus (2) Doa Novena (2) Doa dan Ibadat (2) Ekumenisme (2) Gua Natal (2) Hari Sabat (2) Homili Ibadat Arwah (2) How To Understand (2) Ibadat Syukur Midodareni (2) Inkulturasi Liturgi (2) Inspirasi Bisnis (2) Kanonisasi (2) Kasih Radikal (2) Keajaiban Alkitab (2) Keselamatan Gereja (2) Kisah Cinta (2) Korona Adven (2) Lagu Malam Kudus (2) Lagu Rohani (2) Lawan Covid19 (2) Lintas Agama (2) Madah dan Lagu Liturgi (2) Makna Natal (2) Maria Berdukacita (2) Maria Dikandung Tanpa Noda (2) Maria Ratu Rosario Suci (2) Motivator (2) Mujizat Kayu Salib (2) Mutiara Kata (2) New Normal (2) Nita Setiawan (2) Organis Gereja (2) Penyaliban Yesus (2) Perarakan dalam Liturgi (2) Peristiwa Natal (2) Perubahan (2) Pohon Natal (2) Renungan Paskah (2) Sakramen Gereja (2) Sakramen Imamat (2) Sakramen Minyak Suci (2) Sakramen Penguatan (2) Sekuensia (2) Sharing Kitab Suci (2) Tahun Liturgi (2) Tujuan dan Makna Devosi (2) Ucapan Selamat (2) Virus Corona (2) WYD 2013 (2) Youtuber Top (2) 2 Korintus (1) Aborsi dan Kontrasepsi (1) Abraham Linkoln (1) Adorasi Sakramen Mahakudus (1) Agama Kristiani (1) Ajaran Gereja RK (1) Alam Gaib (1) Alam Semesta (1) Alkitab (1) Allah Inkarnasi (1) Allah atau Mamon (1) Arianisme (1) Ayat Alquran-Hadist (1) Bapa Kami (1) Berdamai (1) Berhati Nurani (1) Berita (1) Berita Duka (1) Berita International (1) Bible Emergency (1) Bukan Take n Give (1) Busana Liturgi (1) Cara Mengatasi (1) Cinta Sesama (1) Cintai Musuhmu (1) D Destruktif (1) D Merusak (1) Dialog (1) Doa Bapa Kami (1) Doa Permohonan (1) Doa Untuk Negara (1) Documentasi (1) Dogma EENS (1) Doktrin (1) Dosa Ketidakmurnian (1) Dunia Berubah (1) Egois dan Rakus (1) Era Google (1) Evangeliarium (1) Filioque (1) Garputala (1) Gereja Orthodox (1) Gereja Samarinda (1) Godaan Iblis (1) Golput No (1) Hal Pengampunan (1) Hamba Dosa (1) Hari Bumi (1) Hari Raya / Solemnity (1) Haus Darah (1) Hidup Kekal (1) Hierarki Gereja (1) Homili Ibadat Syukur (1) Ibadat Kremasi (1) Ibadat Pelepasan Jenazah (1) Ibadat Pemakaman (1) Ibadat Rosario (1) Ibadat Tobat (1) Imam Kristiani (1) Imperialisme (1) Influencer Tuhan (1) Inisiator Keselamatan (1) Injil Mini (1) Inspirasi Hidup (1) Irak (1) Israel (1) Jangan Mengumpat (1) Kandang Natal (1) Karismatik (1) Kasih (1) Kasih Ibu (1) Kata Allah (1) Kata Mutiara (1) Katekismus (1) Keadilan Sosial (1) Kebaikan Allah (1) Kebiasaan Buruk Kristiani (1) Kedewasaan Kristen (1) Kehadiran Allah (1) Kejujuran dan Kebohongan (1) Kelahiran (1) Keluarkan Kata Positif (1) Kemiskinan (1) Kesehatan (1) Kesetiaan (1) Kesombongan (1) Kiss Of Life (1) Kompendium Katekismus (1) Kompendium Sejarah (1) Konsili Nicea (1) Konsili Vatikan II (1) Kremasi Jenazah (1) Kumpulan cerita (1) Lamentasi (1) Lectionarium (1) Mantilla (1) Maria Minggu Ini (1) Martir Modern (1) Masa Puasa (1) Masalah Hidup (1) Melawan Setan (1) Mengatasi Kesepian (1) Menghadapi Ketidakpastian (1) Menjadi Bijaksana (1) Menuju Sukses (1) Mgr A Subianto B (1) Misteri Kerajaan Allah (1) Misterius (1) Moral Katolik (1) Mosaik Basilika (1) Mukjizat Cinta (1) Mukzijat (1) Nasib Manusia (1) Opini (1) Orang Berdosa (1) Orang Jahudi (1) Orang Kudus (1) Orang Lewi (1) Orang Munafik (1) Orang Pilihan (1) Orang Sempurna (1) Ordo dan Kongregasi (1) Owner Facebooks (1) Pandangan Medis (1) Para Rasul (1) Pelayanan Gereja (1) Pembual (1) Pencegahan Kanker (1) Penderitaan Sesama (1) Pendiri Facebooks (1) Penerus Gereja (1) Penjelasan Arti Salam (1) Penyelamatan Manusia (1) Penyelenggara Ilahi (1) Perasaan Iba (1) Perdamaian Dunia (1) Perjamuan Paskah (1) Perjamuan Terakhir (1) Perkataan Manusia (1) Perselingkuhan (1) Pertobatan (1) Pesta Natal (1) Pikiran (1) Positik kpd Anak (1) Presiden Soekarno (1) Pusing 7 Keliling (1) Putra Tunggal (1) Rasio dan Emosi (1) Roh Jiwa Tubuh (1) Roti Perjamuan Kudus (1) Saat Pembatisan (1) Saat Teduh (1) Sabat (1) Sahabat lama (1) Sakit Jantung (1) Sakramen Baptis (1) Saksi Yehuwa (1) Salib Yesus (1) Sambutan Sri Paus (1) Sejarah Irak (1) Selamat Natal (1) Selamat Tahun Baru (1) Selingan (1) Siapa Yesus (1) Soal Surga (1) Surat Kecil (1) Surat bersama KWI-PGI (1) Surga Dan Akherat (1) Tafsiran Alkitab (1) Tamak atau Rakus (1) Tanda Beriman (1) Tanda Percaya (1) Tanpa Korupsi (1) Tanya Jawab (1) Teladan Manusia (1) Tembok Yeriko (1) Tentang Rakus (1) Teologi Di Metropolitan (1) Thomas Aquinas (1) Tim Liturgi (1) Tokoh Alkitab (1) Tokoh Gereja (1) Tolong Menolong (1) Tradisi Katolik (1) Tri Hari Suci (1) Triniter (1) True Story (1) Tugas Suku Lewi (1) Tugu Perdamaian (1) Tuguran Kamis Putih (1) Tuhan Perlindungan (1) Tulisan WAG (1) YHWH (1) Yesus Manusia (1) Yesus Manusia Allah (1) Yesus Nubuat Nabi (1) Yesus Tetap Sama (1)