Latest News

Showing posts with label Eksorsisme. Show all posts
Showing posts with label Eksorsisme. Show all posts

Saturday, July 20, 2019

EKSORSIS 24 JAM MELAWAN SETAN



EKSORSIS 24 JAM MELAWAN SETAN

“Saya bisa melakukan eksorsisme tapi dia pasti mati karena setan itu sudah melekat di organ tubuhnya”

Ini bukan adegan film The Conjuring atau film soal hantu-hantu di Indonesia. Ini kisah nyata di Indonesia. Seorang perempuan muda menatap lurus ke arah Lukas Bagus Taufik Dwiko Nanda Pratisto. Seolah mengajak duel, ia meninggikan wajahnya lebih dekat ke arah Romo Dwiko, begitu pria itu disapa. Dia melotot, seolah-olah bola matanya hendak melompat dari tempatnya.

Namun sejurus kemudian, sikap perempuan ini mulai melembek. Mulutnya tak lagi menggeram, tangan-tangan yang mencengkeram kuat pun mulai kendor. Ia malah melemparkan senyum dan menyapa hangat Romo Dwiko. Layaknya dua sahabat karib yang sudah tidak lama bersua. “Hai Romo, how are you?” dia menyapa dalam bahasa Inggris. Tak menggubris perempuan itu, Romo Dwiko terus membacakan doa dari sebuah buku saku. Sembari tangan kanannya menekan salib ke atas dahi sang perempuan, Romo Dwiko mencoba mengusir setan yang merasuki tubuhnya.

Sontak seluruh sudut ruangan dipenuhi suara jerit kesakitan. Bak seekor hewan yang disembelih mendekati sekarat. Anehnya, suara teriakan si perempuan mendadak berubah berat layaknya seorang laki-laki. “Stop it Romo! I hate you, you are stupid!” suara itu membentak. Jika tubuh perempuan ini tak dipegangi, entah hal buruk apa yang akan menimpa Romo Dwiko. Pada setiap sesi eksorsisme, ritual pembebasan dari setan, Romo Dwiko memang tidak pernah sendiri. Ia biasa ditemani sepuluh orang yang bertugas sebagai pendoa sekaligus penyanyi, enam orang yang memegangi orang kerasukan serta ditemani seorang romo eksorsis.

“Perempuan itu dirasuki Lucifer, malaikat yang jatuh alias the fallen angel. Lucifer agak kesulitan bicara dalam bahasa Indonesia. Makanya dia bicara dalam bahasa Inggris. Kadang dia berbicara dalam bahasa Spanyol, Italia Latin atau Ibrani. Untuk mengelabui kita agar tidak mengerti tujuannya,“ Romo Dwiko menuturkan beberapa waktu lalu di Pastoral Mahasiswa Surakarta atau Parmas, Jawa Tengah, terletak persis di belakang kantor Radio Republik Indonesia. Salah satu ciri orang kerasukan setan, menurut dia, adalah mendadak mampu berbicara dalam berbagai macam bahasa, termasuk bahasa kuno.

Orang mungkin kebanyakan mengenal eksorsisme dari film-film Hollywood, seperti The Exorcist, Constantine, The Conjuring, The Vatican Tapes, dan sebagainya. Apa yang dialami dan dilihat Romo Dwiko sebagai seorang eksorsis kadang lebih seram dari cerita di film. Kepada DetikX, Romo Dwiko menunjukkan beberapa rekaman video eksorsisme yang pernah dia lakukan pada 2014. Romo Dwiko memperingatkan untuk tidak mempublikasikan video ini. Dia sengaja merekam ritual pengusiran setan yang dia lakukan sebagai bukti bahwa eksorsisme memang dilakukan di Kapel St. Maria Magdalena, rumah ibadah yang menjadi bagian dari Parmas.

Pada dasarnya konsep ritual eksorsisme ini dipusatkan pada doa, memohon bantuan Tuhan untuk memulangkan setan ke rumahnya di neraka. Doa yang dipanjatkan, menurut Romo Dwiko, bukan untuk membuat setan bertobat, tapi justru untuk menggebahnya pergi. Dan biasanya setan tak dengan sukarela pergi dari orang yang dirasukinya. Orang yang kerasukan setan, saat dihadapkan dengan eksorsisme, memberikan reaksi yang berbeda-beda, di luar nalar dan logika. Ada yang mengamuk dan mengumpat, bahkan ada yang merasa punya sayap dan bisa terbang.

Sejak tahun 2014, tak terhitung lagi berapa banyak setan yang telah ditemui Romo Dwiko. “Setan itu ada ribuan jenis. Tapi bukan seperti yang kamu lihat di televisi. Mereka punya hierarki. Misalkan Lucifer, dibawahnya ada Belial, Beelzebul, Astaroth, dan lain-lain. Mereka bergerak dalam legion alias bala tentara. Jadi ketika seseorang dirasuki, bukan hanya ada satu setan tapi jumlahnya banyak. Ada koordinator lapangan, ada bawahannya,” kata Romo Dwiko. Belakangan, Romo Dwiko merasa kasus yang ia tangani makin kompleks dan berat. “Kalau dulu keroconya yang paling awal keluar. Kalau sekarang langsung sikat bossnya. Saya bertemu Lucifer langsung keluar saja sudah delapan kali.”

Dalam refleksi diri, Romo Dwiko baru sadar jika dia pernah berjumpa dengan Lucifer, bahkan jauh hari sebelum ia bergabung dengan Serikat Jesus (SJ) dan ditahbiskan menjadi imam. Perjumpaan Romo Dwiko dengan si setan ini terjadi ketika masih menempuh pendidikan SMA di sekolah swasta di Bandung, Jawa Barat. Ayahnya yang seorang tentara mendapat rumah dinas di Jalan Gedung Empat Cimahi. Romo Dwiko menempati kamar yang konon angker. Benar saja, malam hari ketika sedang terlelap dalam tidur, Romo Dwiko mendadak terbangun dan melihat penampakan.

Romo Dwiko terpaku memandang sosok menyerupai manusia dengan sekujur tubuh penuh darah merah dan nanah, persis seperti orang habis dikuliti. “Dia melihat saya, tatapannya marah sekali, hanya sebentar tapi jantung saya sudah kayak mau copot. Sekarang baru saya sadari sosok itu merupakan Lucifer. Dia tahu kalau suatu saat saya akan jadi rintangannya. Berarti ini memang panggilan hidup saya,” ujar Romo Dwiko. Selain sebagai eksorsis, sehari-hari dia mengajar mata kuliah agama Katholik di Universitas Sebelas Maret (UNS).

Setan itu ada ribuan jenis. Tapi bukan seperti yang kamu lihat di televisi. Mereka punya hierarki”

Ada banyak cerita bagaimana Dwiko menjadi seorang pendeta Katholik dan seorang eksorsis. Dia dibesarkan di tengah keluarga muslim, namun kedua orang tuanya tak pernah membatasinya mengenal agama lain. Karena tumbuh di lingkungan sekolah Katholik, ketika masih SMP, dia minta dibaptis secara Katholik. Setelah lulus dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Dwiko sempat mendapatkan posisi enak di berbagai perusahaan besar. Tapi dia merasa, jalan hidupnya bukan di sana.

Dia ingin mengabdikan hidup untuk agama. Namun ketika menyampaikan keinginan memilih hidup sebagai imam Katholik, sang ibu sempat tak rela melepaskan anaknya yang sudah hidup mapan. Tak disangka, Romo Dwiko kini justru mengemban misi khusus sebagai romo eksorsis. Keuskupan Agung Semarang telah memberikan kuasa penuh kepada Romo Dwiko untuk melakukan eksorsisme. Di lingkungan Gereja Katholik, hanya pastor yang mendapat izin dari Keuskupan yang boleh melakukan eksorsisme. Hal ini tertera dalam Kitab Hukum Kanonik Gereja Katholik. Uskup setempat akan memilih imam dengan beraneka ragam persyaratan, di antaranya memiliki integritas hidup, pengetahuan, menjaga pola hidup kesalehan, kesederhanaan, dan kehati-hatian.

Secara teologis, menurut Romo Dwiko, manusia diciptakan baik serupa citra Allah. Artinya setan tidak akan bisa menganggu. Namun ada hal tertentu yang dapat merusaknya, yaitu melalui perjanjian atau kontrak dengan setan. Perjanjian ini bisa dilakukan oleh leluhur atau orang itu sendiri lewat praktik animisme, perdukunan, pesugihan, maupun peramalan. Orang yang gemar menyimpan dan menyembah benda pusaka adalah salah satu diantaranya. Tak heran jika di Parmas terdapat banyak barang pusaka hasil sitaan Romo Dwiko.

Kadang setan juga meleburkan diri dengan budaya setempat. “Di Indonesia, perjanjian dengan setan dibuat melalui dukun-dukun kecil…..Sebelum masuk ke tubuh orang, setan perlu pendahulu. Pendahulunya ya para dukun itu,” ujar Romo Dwiko. Dia seorang eksorsis otodidak. Romo Dwiko banyak belajar soal eksorsisme dari buku. Salah satunya buku karya Gabriele Amorth, eksorsis senior dari Keuskupan Roma. Romo Gabriele ini merupakan pendiri Asosiasi Eksorsis Internasional yang diakui oleh otoritas tertinggi Gereja Katholik di Vatikan.

Kebanyakan korban kerasukan setan yang menghadap Romo Dwiko didominasi oleh praktik pesugihan dan perdukunan. Ada satu kasus yang sampai sekarang belum terselesaikan. Sekitar satu setengah tahun lalu, ada seorang perempuan mendatangi Parmas. Dia mengeluhkan suaminya yang kesurupan. Sang suami datang dengan kondisi mengenaskan. Sekujur tubuhnya dipenuhi luka sulutan dupa. Namun anehnya ia tak merasa kesakitan. Romo Dwiko pun melakukan pemeriksaan. Karena ritual eksorsisme ini harus dilakukan dengan hati-hati. Salah satunya mengobservasi jika orang ini memang betul diganggu oleh kekuatan supranatural atau hanya mengalami gangguan kejiwaan.

“Kita harus sangat hati-hati membedakannya dengan penyakit psikologis karena gejalanya mirip. Beberapa di antaranya bahkan kayak orang normal, cuma hidupnya selalu penuh dengan penderitaan. …Orang yang dirasuki bisa pergi ke gereja, berdoa, tapi tidak terjadi gejolak apa pun dalam hatinya,” ujar Romo Dwiko. Dari pengalamannya, kasus kerasukan setan 99 persen dialami oleh perempuan.

Sebelum melakukan eksorsisme, Romo Dwiko mewawancarai perempuan itu. Dari wawancara terungkap bahwa kedua orang tua perempuan itu kerap mencari pesugihan. Suatu hari, ayahnya bertapa selama 40 hari 40 malam di Pantai Parangtritis, Yogyakarta. Pertapaan itu diakhiri dengan hubungan intim dengan sang istri. Namun istrinya berubah menjadi sosok perempuan lain yang sangat cantik.

Tak lama kemudian istrinya mengandung. Anak dalam kandungan itu lah yang kemudian jadi perempuan di hadapan Romo Dwiko. Saat lahir, dia bercerita, orang tuanya langsung memandikannya dengan air laut pantai selatan. Dia tumbuh normal dan banyak ikut ritual orang tuanya, tapi ada yang keliru dengan hidupnya. Dia tak pernah bisa hidup tenang. Sudah berapa kali ia mencoba bunuh diri, tapi tak satu pun yang berhasil. Saat SMA ia pernah tiga bulan mengurung diri di kamar karena frustasi tidak dapat melihat apapun kecuali kegelapan.

Setelah menikah,dia masih terus diganggu penampakan dan kesurupan. Ketika Romo Dwiko melakukan eksorsisme muncul lah si setan di hadapannya. Perempuan ini meraung kesakitan. Setiap kali doa dibacakan, muncul bekas cakaran di sekujur tubuhnya. Karena tak tega, Romo Dwiko terpaksa menghentikan eksorsisme. “Saya bisa melakukan eksorsisme tapi dia pasti mati karena setan itu sudah melekat di organ tubuhnya. Selama saya dampingi, tiap malam diganggu oleh jinnya, semacam penjaga Nyi Blorong. Dia sering mengintimidasi dengan bilang, 'Kamu ngapain menghadap ke romo goblok, tolol itu. Kalau kamu ikut romo itu, kamu akan menderita.’…. Setiap malam seperti itu, memang mengerikan sekali,” Romo Dwiko bercerita.

Intimidasi tak hanya terjadi pada si korban, melainkan juga kepada Romo Dwiko sebagai romo eksorsis. Sudah tak terhitung berapa kali Romo Dwiko menjadi korban balas dendam setan. Penyakit tipes sudah menjadi langganan yang menyebabkan Romo Dwiko sempat rutin bolak balik rumah sakit. Mendengar suara aneh dan pintu kamar diketuk tengah malam sudah menjadi makanan sehari-hari. Itu lah risiko seorang eksorsis.

“Berhadapan dengan yang nggak kelihatan, ancaman balas dendam 24 jam, ini risiko,” kata Romo Dwiko. Pekerjaan pelayanan sebagai seorang eksorsis memang tak menarik. Wajar jika tak banyak pastor eksorsis di seluruh dunia. “ Nggak mungkin ada stipendium alias amplop, malah harus saya tolak. Malah bisa memancing caci maki orang. Kami juga rentan difitnah, dicap romo klenik. Orang nggak bisa membedakan klenik dengan eksorsis. “

https://x.detik.com/detail/intermeso/20180708/Eksorsis-24-Jam-Melawan-Setan/index.php

Thursday, January 13, 2011

"The Exorcism of Emily Rose" Bukan Sekedar Film Pengusiran Setan

oleh: Rm A. Luluk Widyawan, Pr,*

Sebuah film baru tentang pengusiran setan, saat ini sedang menjadi bahan tontonan dan perbincangan, tak terkecuali bagi orang Katolik. Film berjudul The Exorcism of Emily Rose (TEER) berkisah tentang exorsisme (pengusiran setan) terhadap gadis berusia 20 tahun, bernama Emily Rose. Seorang pastor bernama Richard Moore yang berniat baik menolong Emily dan melakukan praktik eksorsisme justru dianggap lalai hingga diajukan ke pengadilan. Kematian Emily Rose yang misterius menimbulkan pertanyaan, antara ia meninggal karena penyakit psikis akut atau memang karena kerasukan setan.

TEER diliris pada bulan September 2005 lalu. Sutradaranya bernama Scott Derrickson seorang penganut Kristen. Film ini dibuat berdasarkan kisah nyata Anneliese Michel, seorang gadis Katolik Jerman yang mati pada tahun 1976. Ia meninggal beberapa minggu setelah gagalnya upaya pengusiran setan oleh pastor Richard Moore. Gereja Katolik sebenarnya menghendaki eksorsisme tergantung dari kondisi orang yang kerasukan setan dan sesuai permintaan si penderita. Namun telanjur sudah, pengadilan memutuskan bahwa kematiannya disebabkan oleh penghentian mengkonsumsi obat, sebagaimana saran Pastor Richard terhadap Emily. Padahal penghentian itu dimaksudkan untuk memuluskan eksorsisme. Kisah film ini menampilkan perjuangan pelepasan dari kekuatan supranatural sehingga tampak sebagai film horor. Film ini skenarionya ditulis Scott Derickson dan Paul Harris Boardman.

Alur Cerita

Gereja Katolik secara resmi mengenali kerasukan setan pada diri gadis mahasiswa berusia 19 tahun itu. Dengan alur flash back-nya, film ini diawali dengan seorang pastor yang dituduh bersalah dan seorang pengacara yang akan bertugas membelanya di pengadilan.

Pengacara Erin Bruner didudukkan di antara Gereja dan negara ketika dia membela hidup Pastor Richard Moore yang menjadi terdakwa. Erin harus menghadapi dua lawan sekaligus, berhadapan dengan jaksa penuntut dan juga berperang dengan setan yang pernah merasuki Emily. Sejak awal ia sadar bahwa pembelaannya tak akan bagus. Erin mengambil kasus ini, dengan sedikit keraguan, selain karena ingin mendapatkan posisi sebagai senior partner di firma hukumnya. Pastor Richard menyetujui pembelaan Erin dengan syarat, asal ia boleh melengkapi dengan menceritakan kisah Emily sendiri. Padahal Pastor Richard dilarang memberi kesaksian oleh Keuskupan dan lebih disarankan untuk mengakui kesalahannya. Karena dengan pengakuan itu Erin mudah membela dan meringankan hukumannya. Namun Pastor Richard bersikukuh dan Erin pun menerimanya.

Sidang pun berlangsung dengan tampilnya kesaksian para dokter yang dihadirkan jaksa penuntut, Ethan Thomas. Ethan Thomas ngotot Emily menderita epilepsi dan penyakit jiwa (psikosis). Tetapi Erin keras kepala membebaskan Pastor Richard.

Adegan kemudian beralih ke flashback menunjukkan bagaimana awal kejadian kerasukan. Seorang gadis sendirian di ruang tidurnya jam 3 dinihari, ia mencium bau terbakar, mendengar suara gaduh dan melihat kotak pensilnya bergerak-gerak sendiri. Gadis itu lalu berbaring lagi dan menarik selimutnya, tetapi sebuah kekuatan besar menekan, seolah ada yang menindihnya. Seperti halusinasi, ia menderita karena mendapatkan banyak penglihatan yang menakutkan. Emily lalu di bawa ke rumah sakit dan didiagnosa menderita penyakit jiwa. Maka, ia diberi obat anti psikotik. Namun sebenarnya tak memperbaiki keadaannya. Penglihatan yang menakutkan terus berlanjut, hingga mengakibatkan tubuhnya semakin melemah.

Emily meninggalkan sekolahnya, pulang ke rumah orang tuanya. Ia dan orang tuanya lama-lama sadar bahwa dirinya tidak sakit jiwa tetapi karena kerasukan setan. Karena itu, keluarganya memutuskan memanggil pastor paroki untuk mengupayakan pengusiran setan, dan pihak Gereja menyetujui. Dalam pesidangan, pengalamannya dikatakan sebagai kombinasi antara epilepsi (karena gejala kejang-kejang) dan psikosis (karena penglihatan yang dialaminya).

Pengalaman yang sama dialami Erin Bruner. Pembela Pastor ini mengalami kejadian aneh jam 3 dini hari, saat ia mencium bau terbakar dan mendengar suara yang gaduh. Pastor Richard menduga bahwa Erin juga diganggu setan. Dalam film itu diceritakan bagaimana Pastor Richard menjelaskan bahwa jam 3 dini hari merupakan saat yang tepat ketika setan mengolok-olok Tritunggal Mahakudus. Saat itu juga merupakan pertentangan dari jam 3 siang, jam ketika Yesus wafat.

Erin merasa bahwa proses pengadilan diarahkan ke kasus medis belaka. Ia berusaha keras untuk membuktikan bahwa Emily sungguh-sungguh kerasukan. Erin Bruner memanggil saksi ahli seorang ahli antropologi bernama Dr. Sidur Adani. Antropolog ini diminta menunjukkan aneka ragam aliran kepercayaan yang meyakini adanya fenomena kerasukan yang memang bersifat spiritual.

Di tengah kebingungan Erin Bruner, tanpa disengaja, seorang dokter ahli jiwa yang hadir saat eksorsisme, tiba-tiba menyerahkan rekaman audio rahasianya. Dukungan bagi Erin untuk membuktikan bahwa kematian Emily bukan bersifat medis pun bertambah. Pastor Richard yang selama ini bungkam, akhirnya memberi kesaksian saat peristiwa eksorsisme berlangsung.

Tampilan film pun beralih ke saat dilangsungkannya eksorsisme, bersamaan dengan diputarnya kaset rekaman. Kejadiannya tepat di malam Helloween, karena Pastor Richard Moore percaya bahwa setan sangat mudah dihadirkan pada malam itu. Pastor, kekasih dan ayah Emily ada di dalam kamar. Sementara Emily terikat di tempat tidurnya. Pastor memercikkan air suci dan mengucapkan aneka kutipan Kitab Suci. Emily membalasnya dengan suara berat dan keras dengan aneka bahasa Latin, Jerman, Yahudi dan Aram. Tiba-tiba beberapa ekor kucing meloncat ke arah sang Pastor hingga membuatnya terjatuh. Emily melepas ikatan dan meloncat memecah kaca jendela, keluar menuju kandang kuda. Mereka pun mengikuti Emily. Di kandang kuda itu, Pastor membentak setan untuk menunjukkan dirinya. Emily menyahut dengan suara keras bahwa ia dirasuki enam setan yang pernah merasuki Nero, Yudas dan Kain. Nama setan itu disebutnya a ialah �Legion� dan Belial. Dalam keadaan tak sadar itulah mulut Emily mengeluarkan suara pernyataan si setan: �Saya Lucifer, setan dalam daging !�

Penonton dibawa kembali ke ruang sidang. Pastor Richard mengatakan bahwa setelah gagal mengadakan pengusiran setan, ia menyarankan Emily menghentikan pengobatan anti-psikosis-nya agar pengusiran setan lancar. Namun kenyataannya, Emily Rose meninggal beberapa minggu berikutnya.

Erin Bruner sebenarnya ingin menghadirkan dokter ahli jiwa yang hadir bersama Pastor Richard saat berlangsungnya pengusiran setan. Tetapi sang dokter sudah meninggal tak lama setelah menyerahkan kaset rekaman untuk Erin. Sang dokter jiwa itu sempat mengatakan bahwa ia tak bisa membuktikan, tetapi mengakui setan itu ada. Erin Bruner yang memberi kesempatan Pastor bersaksi dipojokkan oleh pimpinannya. Pimpinan firma hukum Erin Bruner akan merontokkan karirnya jika memberi kesempatan Pastor Richard bersaksi lagi.

Pada hari berikutnya Erin Bruner mengunjungi Pastor di penjara. Pastor Richard menunjukkan surat yang ditulis Emily sebelum ia meninggal. Dalam suratnya Emily mengisahkan aneka penglihatan yang dialaminya, pada pagi hari sesudah malam pengusiran setan. Ia keluar rumah dan melihat Bunda Maria yang menghampirinya. Bunda Maria mengatakan: �Meskipun setan tak dapat keluar dari tubuhmu, kamu sebenarnya bisa memilih meninggalkan tubuhmu dan penderitaanmu akan berakhir. Tetapi jika kamu membiarkan setan tetap ada dalam tubuhmu dan menderita kerasukan sedemikian ini, maka sesungguhnya kamu memberi bukti kepada banyak orang bahwa Tuhan dan setan benar-benar ada�.

Adegan berikutnya menampilkan jiwa Emily memilih menderita dengan kembali ke dalam tubuhnya. Ini menunjukkan bahwa Emily rela menderita untuk memberi kesaksian kepada dunia bahwa Tuhan dan setan sungguh ada. Emily menuliskan akhir suratnya dengan kata-kata: �Orang berkata bahwa Tuhan tidak ada, tetapi bagaimana mungkin mereka mengatakan itu bila saya menunjukkan setan kepada banyak orang ?� Emily kemudian ditampilkan menerima stigmata (luka seperti luka Yesus karena penyaliban di kedua tangan dan kaki), yang dipercayai Pastor Richard sebagai suatu tanda bahwa Tuhan sungguh mengasihi Emily. Namun jaksa penuntut mengolok penjelasan itu bukan stigmata, melainkan karena Emily menyentuh kawat berduri yang mengelilingi rumahnya.

Pastor Richard tentu kecewa dengan olok-olok jaksa penuntut namun ia tetap rendah hati. Jaksa penuntut menganggap Emily tak sedemikian sebagaimana dikisahkan Pastor, karena yakin Emily tak sebodoh itu. Bahkan jaksa mengajak peserta sidang untuk tidak mempercayai setan, meskipun ia sebenarnya penganut Kristen Methodis. Erin Bruner yang bukan penganut agama dan kepercayaan apapun tentu heran dengan pernyataan jaksa. Meskipun bukan penganut agama, Erin Bruner meyakinkan tetap adanya dua kemungkinan, Emily sungguh kerasukan setan atau menderita karena penyakit jiwa. Ucapan Erin ini seolah mengajak penonton untuk menilai sendiri apakah Emily kerasukan setan atau menderita penyakit jiwa.

Pengadilan memutuskan vonis, Pastor Richard Moore memang bersalah tetapi ia tidak dipenjara. Ia dinyatakan bersalah ketika menyuruh Emily Rose menghentikan minum obat pemberian dokter. Padahal maksud Pastor Richard penghentian minum obat itu untuk memuluskan proses pengusiran setan. Pengusiran setan tidak akan berhasil jika obat penenang telah mempengaruhi otak dan menghalangi fungsi otak. Pendapat ini dikuatkan oleh pendapat Dr Sidur Adani, ahli antropologi. Rupanya penjelasan itu tidak berarti bagi proses pengadilan. Karena dokter jiwa lainnya bersikukuh mengatakan bahwa jika Emily meneruskan minum obat maka ia tidak meninggal. Padahal kenyataannya tidak demikian, kondisi Emily tidak berubah sekalipun meminum obat dokter. Karena memang ia berkemungkinan kerasukan setan dan tidak butuh pengobatan dokter ahli jiwa, melainkan pengusiran setan. Sayang sekali, keberadaan setan dalam diri Emily dan upaya pengusiran setan oleh Pastor Richard seolah kalah bukti di pengadilan.

Dengan vonis itu, Erin Bruner dinyatakan sukses membela Pastor Richard Moore. Tetapi ia menolak promosi dirinya sebagai senior parter di firma hukumnya. Ia bersama Pastor Richard mengunjungi makan Emily. Di makam, Erin Bruner dan Pastor Richard Moore merefleksikan apa yang dialami dengan mengutip kalimat yang terukir di makam Emily dari kitab Filipi: �kerjakanlah keselamatanmu dengan takut dan gentar�

Aneka Sikap

Film TEER didasarkan dari kisah nyata seorang gadis muda bernama Anneliese Michel, yang tinggal di Klingenberg, Jerman. Sebagaimana film TEER, Anneliese mengalami penglihatan yang mengerikan dan dianggap sebagai kerasukan setan. Ia juga mendapatkan pertolongan psikiater sebelum beralih memohon pertolongan Gereja Katolik dan menjalani pengusiran setan. Selama pengusiran setan, Anneliese mengaku dirasuki setan yang hinggap dalam diri Kain, Nero, Judas, Hitler dan Lucifer. Anneliese juga menuliskan kisahnya, bahwa ia bertemu dan berbincang-bincang dengan Bunda Maria dan Yesus.

Diduga karena menjalani pengusiran setan dan penghentian obat itulah, Anneliese meninggal dunia pada tanggal 1 Juli 1976. Dua pastor yang memimpin pengusiran setan, Pastor Alt dan Renz serta ayah Anneliese dituduh bersalah karena memungkinkan terjadinya kematian. Mereka ditahan selama 6 bulan. Kini, makam Anneliese justru menjadi tempat ziarah tidak resmi. Kematian Anneliese memunculkan sikap bagi siapa mereka yang percaya, bahwa Anneliese Michel meninggal karena menyerahkan dirinya sebagai korban kepada Tuhan. Mereka percaya bahwa Anneliese mengalami kerasukan setan namun jiwanya yang suci tetap diselamatkan.

Kisah hidup Anneliese Michel memang menarik perhatian dunia selama 30 tahun terakhir sejak munculnya banyak tanggapan pro dan kontra, pasca persidangan untuk para pastor dan ayahnya. Terlebih sejak 24 tahun lalu, ketika buku karangan Dr. Felicitas D. Goodman berjudul The Exorcism of Anneliese Michel diterbitkan. Dr. Felicitas memberikan reportase antropologisnya, bukan novel, dan tinjauan kritis berdasar latar belakang sains dan psikologi di balik kisah Anneliese. Buku itulah yang menginspirasi film TEER. Dan Dr. Felicitas pun ditempatkan sebagai konsultan kepala pembuatan film tersebut.

Sebagaimana kisah nyatanya, film TEER bukan sekedar kisah pembunuhan murahan terhadap gadis muda yang sedang tergantung obat-obatan. TEER tetap mempertahankan keutuhan cerita dan mengajak penonton berpikir sendiri. Penonton akan menemukan banyak pertanyaan. Film ini terbuka untuk ditanggapi dengan pertimbangan penonton untuk percaya, tak percaya atau ragu-ragu. Meskipun peristiwanya telah tuntas di pengadilan, namun perbincangan mengenai apakah kerasukan setan itu nyata atau tidak, tetaplah sangat menarik. Tentu dibutuhkan pendamping atau nara sumber yang tepat untuk menjawab kegelisahan yang muncul setelah menontonnya film ini.

Hingga saat ini, Gereja Katolik mengakui bahwa kerasukan setan merupakan peristiwa yang sangat nyata dan mungkin terjadi. Senjata ampuh untuk melawan godaan setan yang ganas ialah doa. Inilah film segar yang patut dilihat bagi orang Kristiani, khususnya para pastor, untuk menyaksikan bagaimana pastor yang memiliki integritas peran justru menjadi terdakwa

Kenyataannya, mayoritas orang berpendapat bahwa Anneliese Michel, sungguh mengalami kerasukan setan. Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik no. 1172 artikel 1 mengakui itu dengan memberi catatan: �tiada seorang pun dengan legitim melakukan eksorsisme terhadap orang yang kerasukan, kecuali jika telah memperoleh ijin khusus dari Ordinaris wilayah�. Memang pada tanggal 16 September 1975, Uskup Wurzburg, Jerman, Josef Stangl memberikan ijin untuk proses pengusiran setan baginya.

Katekismus Gereja Katolik artikel 1673 menyatakan, �Kalau Gereja secara resmi dan otoritatif berdoa atas nama Yesus Kristus, supaya seorang atau satu benda dilindungi terhadap kekuatan musuh yang jahat dan dibebaskan dari kekuasaannya, orang lalu berbicara tentang eksorsisme. Yesus telah melakukan doa-doa semacam itu (Mrk 1:25-26); Gereja menerima dari Dia kekuasaan dan tugas untuk melaksanakan eksorsisme (Mrk 3:15;6:7.13;16:17). Dalam bentuk sederhana eksorsisme dilakukan dalam upacara Pembaptisan. Eksorsisme resmi atau yang dinamakan eksorsisme besar hanya dapat dilakukan oleh seorang imam dan hanya dengan persetujuan Uskup. Orang harus melakukannya dengan bijaksana dan harus memegang teguh peraturan-peraturan yang disusun Gereja. Eksorsisme itu digunakan untuk mengusir setan atau untuk membebaskan dari pengaruh setan, berkat otoritas rohani yang Yesus percayakan kepada Gereja-Nya. Lain sekali dengan penyakit-penyakit, terutama yang bersifat psikis; untuk mengangani hal semacam itu adalah bidang kesehatan. Maka penting bahwa sebelum seorang merayakan eksorsisme, ia harus mendapat kepastian bagi dirinya bahwa yang dipersoalkan di sini adalah sungguh kehadiran musuh yang jahat, dan bukan suatu penyakit (bdk. Codex Iuris Canonici, can. 1172).�

Pada tahun 1999 lalu, Cardinal Medina Estevez dalam jumpa persnya di Vatican City menunjukkan versi baru tentang Rituale Romanun (Ritus Romawi) yang telah dipakai oleh Gereja Katolik sejak tahun 1614. Versi baru ritus tersebut diluncurkan setelah lebih dari 10 tahun proses redaksional, yang kemudian disebut sebagai De Exorcismis et Supplicationibus Quibusdam, yang dikenal sebagai The Exorcism for The Upcoming Millennium (Pengusiran Setan untuk Menyambut Millenium Baru). Paus Yohanes Paulus II memaklumkan ritus eksorsisme baru, yang sekarang digunakan di seluruh dunia setelah 30 tahun kematian Anneliese Michel.

Konferensi Para Uskup Katolik Amerika (United States Conference of Catholic Bishop's) mengeluarkan pernyataan bahwa film TEER bukan film dangkal, tetapi terkait erat dengan iman dan misteri tentang setan. Meskipun kisah dalam film ini versi adaptasi yang memakai lokasi di kota-kota Amerika dengan mengubah nama pelaku-pelaku utamanya, mengubah kejadian dan kenyataan yang terjadi. Jadi sesungguhnya tidak 100 persen kisah nyata.

Para Uskup Katolik Amerika memuji sikap yang ditampilkan pengacara Erin Bruner, seorang agnostik yang tidak percaya Tuhan dan setan. Tetapi pengacara yang rendah hati itu berusaha keras membela Pastor Richard. Pengacara itu juga berupaya memenangkan Gereja Katolik, yang sebenarnya ingin menyimpan kasus dan menghalangi Pastor Richard bersaksi. Sosok Erin Bruner, seorang yang tak percaya setan dan berubah jadi ragu-ragu akan hal tersebut, menjadi cermin betapa ada kecenderungan spiritual terdalam dalam diri setiap orang. Lewat perannya, pengacara perempuan itu berupaya mengalahkan jaksa penuntut bernama Ethan Thomas. Jaksa beragama Kristen Methodis justru menolak ide pengusiran setan dari Gereja Katolik dan hendak melecehkan iman dengan argumen medis, nyata dan rasional. Demikianlah film ini menjadi menarik, karena kerasukan setan memang ambigu, namun bukan tidak nyata.

Para Uskup Katolik Amerika memuji kisah naratif film TEER tetap menghormati ritus dan ritual Katolik. Lain dengan film-film terdahulu yang menampilkan Gereja Katolik namun terkesan seenaknya, seperti film The Exorcist, The Prequel to the Exorcist serta House of Exorcism. Para Uskup Amerika menggaribawahi refleksi terbaru, bahwa penderitaan Emily Rose sebagai pengorbanan diri laksana martir. Refleksi tersebut mengandung arti bahwa percaya kepada Tuhan, kadangkala diteguhkan atau paling tidak harus difasilitasi dengan menampilkan keberadaan setan. Kantor Konferensi Para Uskup Katolik Amerika untuk urusan Film dan Penyiaran mengklasifikasikan film ini sebagai A III, untuk dewasa. The Motion Picture Association mengkategorikan sebagai PG-13, dimana orang tua harus sungguh memberi bimbingan. Banyak adegan yang tak boleh disaksikan oleh anak dibawah umur 13 tahun. Meskipun tetap ada kekurangan, Para Uskup Katolik Amerika menilai: The Exorcism of Emily Rose sebagai film yang dibuat dengan baik dan cerdas, membawa sebuah pesan dan tidak dimaksudkan untuk membingungkan orang. Bagaimana dengan anda?

* Imam Praja Keuskupan Surabaya tinggal di Ponorogo.
sumber : 1. Mirifica E-News; www.mirifica.net; 2. Katekismus Gereja Katolik edisi Indonesia, Propinsi Gerejani Ende 1995, Percetakan Arnoldus - Ende

Sunday, January 9, 2011

Kerasukan Setan dan Eksorsisme

oleh: Romo William P. Saunders *

Saya menonton film �Exorcist�. Dapatkah setan benar-benar merasuki seseorang? Apakah Gereja sungguh mempraktekkan eksorsisme?
~ seorang siswa menengah di Sterling

Setan dan roh-roh jahat memang sungguh dapat merasuki seseorang. Kata �eksorsisme� berasal dari kata Latin �exorcizare� yang berarti �mengusir� atau �menghalau�. Dalam Perjanjian Baru diceritakan beberapa kisah kerasukan setan dan Tuhan kita melakukan eksorsisme atau mengusir setan-setan dan roh-roh jahat tersebut. Sebagai contoh, Yesus mengusir roh-roh jahat (yang menyebut diri sebagai �Legion�) di Gerasa. Orang yang kerasukan roh jahat itu begitu kuat hingga dapat memutuskan rantai yang membelenggunya serta menghancurkannya. Pada akhirnya, roh-roh jahat itu memasuki kawanan babi serta membinasakan mereka (bdk Mrk 5:1-20). Dalam setiap kisah pengusiran setan, kita melihat bahwa Kristus dengan penuh kemenangan menaklukkan iblis dan roh-roh jahat.

Kristus juga memberikan kuasa kepada para Rasul untuk mengusir roh-roh jahat dalam nama-Nya, �Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan memberi kuasa kepada mereka untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan� (Mat 10:1). Praktek eksorsisme dicatat dalam tulisan-tulisan para Bapa Gereja awali, termasuk St Yustinus, Martir (wafat 165), Tertulianus (wafat 230) dan St Sirilus dari Yerusalem (wafat 386). Sepanjang abad, Gereja mendokumentasikan dengan baik kasus-kasus kerasukan setan dan eksorsisme, termasuk kasus yang menjadi dasar cerita film �Exorcist� (walau baik Hollywood maupun bukunya tidak mengisahkannya tepat seperti fakta yang sesungguhnya).

Berdasarkan data biblis dan dasar historis seperti di atas, kita dapat membahas masalah ini dengan lebih baik. Pastor Jordan Aumann, O.P., seorang professor teologi spiritual yang terkemuka, menawarkan definisi sebagai berikut, �Kerasukan setan merupakan suatu fenomena di mana setan memasuki tubuh seorang yang hidup serta menggerakkan pancaindera dan anggota-anggota tubuhnya seolah ia menggunakan tubuhnya sendiri. Setan sungguh tinggal dalam tubuh korban yang malang; setan mengendalikan serta memperlakukannya sebagai miliknya sendiri. Mereka yang menderita akibat dimasuki secara paksa oleh setan disebut kerasukan setan� (Spiritual Theology, 408). Walau demikian, jiwa orang tidak dapat dimasuki atau dikuasai, dan dengan demikian tetap bebas; dalam arti, jiwa - yaitu orang itu sendiri - bagaikan dalam keadaan melayang. Paus Benediktus XIV dalam pengajarannya �De servorum Dei beatificatione, et beatorum canonizatione� memaklumkan, �Roh-roh jahat, dalam diri orang yang mereka rasuki, bagaikan motor dalam tubuh yang mereka gerakkan, namun dengan suatu cara yang begitu rupa hingga roh-roh jahat itu tak dapat menanamkan suatu sifat apa pun pada tubuh atau memberinya suatu bentuk eksistensi baru, ataupun, tepatnya, menjadi suatu makhluk tunggal, bersama orang yang dirasukinya.�

Dalam menentukan apakah seseorang dirasuki oleh setan atau roh-roh jahat, Gereja akan pertama-tama memastikan bahwa orang tersebut menjalani pemeriksaan jasmani dan kejiwaan yang seksama. Para pejabat Gereja juga akan berusaha mendapatkan tanda-tanda lain: fenomena fisik yang tak dapat dijelaskan, misalnya orang melayang atau benda-benda bergerak tanpa sebab yang jelas; orang memperlihatkan kekuatan yang melampaui batas wajar; orang mengerti dan mempergunakan bahasa-bahasa kuno yang sebelumnya sama sekali tak dikenalnya, seperti berbicara dalam bahasa Aram; orang mengetahui rahasia hidup pribadi tertentu, khususnya sang eksorsis (= pengusir setan), yang tak mungkin diketahui orang lain. Tanda lainnya adalah orang dengan keras menolak Tuhan, Bunda Maria, para kudus, salib dan gambar-gambar kudus yang diwujudkannya dalam bentuk kata-kata hujat atau tindakan-tindakan sakrilegi. Setan juga menyatakan kehadirannya melalui tindakan-tindakan angkara murka dan kekerasan, serta melalui hujat, sakrilegi, kata-kata jorok dan cabul. Uskup akan memberikan wewenang eksorsisme hanya setelah pemeriksaan yang seksama dan pertimbangan yang matang atas segala bukti, dan kemudian menunjuk seorang imam guna melakukan eksorsisme.

Ritual Romawi menetapkan suatu Ritus Eksorsisme yang meliputi serangkaian doa, berkat dan seruan pengusiran setan. (Kongregasi Ibadat dan Tata Tertib Sakramen menerbitkan revisi ritual eksorsisme pada tanggal 26 Januari 2000, dengan sepersetujuan Paus Yohanes Paulus II). Perlengkapan senjata kudus yang dipergunakan dalam suatu eksorsisme meliputi: menerima Sakramen Tobat, menyambut Komuni Kudus, puasa dan doa (teristimewa mendaraskan rosario), penggunaan sakramentali (seperti memberkati dengan air suci, menghadirkan salib atau gambar-gambar religius lainnya), memberkati dengan reliqui para kudus, serta menyerukan nama Tuhan Yesus, Santa Perawan Maria dan Santo Mikhael. Guna menegaskan kuasa sakramentali, St Theresia dari Avila dalam Buku Riwayat Hidupnya mengatakan, �Seringkali kualami bahwa tak ada yang membuat iblis lari terbirit-birit - tanpa pernah kembali lagi - selain dari air suci� (Bab 31); ia mengajarkan bahwa setan tak dapat tahan akan nama Yesus, salib dan air suci. Ritual eksorsisme diulangi hingga setan berhasil diusir keluar dari orang yang kerasukan, kemudian eksorsis memohon kepada Tuhan untuk jangan pernah mengijinkan setan merasuki orang itu lagi.

Sepanjang peristiwa kerasukan dan bahkan saat eksorsisme, orang yang bersangkutan tak hanya mengalami masa-masa krisis di mana pergulatan dengan iblis tampak nyata, melainkan mengalami juga masa-masa tenang di mana orang mengira bahwa kerasukan telah berakhir. Yang menarik, setelah eksorsisme, orang yang kerasukan tak lagi ingat akan apa yang terjadi selama ia dirasuki setan.

Mengapakah Tuhan membiarkan setan merasuki seseorang? Kita patut ingat bahwa kita semua berjuang melawan godaan-godaan dari penguasa dunia ini. Bagaimanapun, kita adalah korban-korban tak berdaya dari dosa asal dan kita membutuhkan rahmat Tuhan untuk melakukan segala yang baik dan kudus. Ketika ritual eksorsisme yang baru diterbitkan, Kardinal Medina, Prefect Kongregasi Ibadat dan Tata Tertib Sakramen memaklumkan dengan sangat tegas, �� Saya hendak menegaskan bahwa pengaruh jahat setan dan para pengikutnya biasanya dilakukan melalui dusta dan kebimbangan. Yesus adalah Kebenaran; iblis adalah bapa segala dusta. Ia memperdayakan umat manusia dengan membuat manusia percaya bahwa kebahagiaan didapatkan dalam harta, kuasa atau keinginan daging. Ia memperdayakan manusia agar berpikiran bahwa mereka tidak membutuhkan Tuhan, bahwa rahmat dan keselamatan tidaklah perlu. Ia bahkan memperdayakan manusia dengan menyamarkan perasaan berdosa atau bahkan melenyapkannya sama sekali; ia menggantikan hukum Tuhan sebagai patokan moral dengan adat atau kebiasaan mayoritas.� Karenanya, para penulis rohani beranggapan bahwa orang rentan terhadap kerasukan yang demikian, melalui, misalnya, gaya hidup yang mengakibatkan dosa berat, biasa melakukan kejahatan, berhasrat mengenal ilmu gaib dan terpikat oleh bentuk-bentuk spiritisme, magi dan sihir. Sebagai contoh, dalam kisah nyata yang menjadi dasar dari kisah �The Exorcist�, si anak, sebelum kerasukan, biasa ikut serta dalam praktek memanggil roh-roh orang mati yang dilakukan oleh bibinya, dan ia sendiri mulai bermain jaelangkung.

Mengapakah setan merasuki seseorang? Dalam buku �The Exorcist�, imam senior, Pastor Merrin, berbicara kepada Pastor Karras muda yang bertanya kepadanya, �Mengapakah gadis ini? Sama sekali tak masuk akal.� Pastor Merrin, seorang eksorsis yang berpengalaman, menjawab, �Aku pikir, tujuannya adalah membuat kita putus asa - melihat diri kita sendiri sebagai binatang yang buruk, menolak kemungkinan bahwa Tuhan dapat mengasihi kita.� Walau teks ini adalah fiksi, namun demikian pesan yang disampaikannya benar. Entah melalui kengerian dosa atau kerasukan, setan hendak mematahkan keyakinan kita bahwa Tuhan mengasihi kita lebih dari yang dapat kita bayangkan dan Tuhan bahkan bersedia mengampuni dosa apapun, asal saja kita menyesalinya dengan sungguh. Kita wajib terus-menerus berpaling kepada Allah kita, biarlah mata kita menatap lekat kepada-Nya. Kita wajib mendayagunakan perlengkapan rahmat yang Tuhan percayakan kepada Gereja-Nya, teristimewa Sakramen Tobat dan Sakramen Ekaristi, sakramentali, seperti salib dan air suci. Doa setiap hari juga sangatlah penting, termasuk mendaraskan Doa kepada Malaikat Agung St Mikhael. Kita memiliki pengharapan yang besar, sebab Tuhan kita adalah �jalan dan kebenaran dan hidup� (Yoh 14:6) yang �telah mengalahkan dunia� (Yoh 16:33). Cinta kasih Allah akan senantiasa menaklukkan yang jahat.

�The Exorcist�, baik versi buku maupun film, bertolak dari suatu kisah nyata kerasukan setan. Kita patut ingat bahwa buku, dan terutama film, memiliki unsur-unsur ala �Hollywood� yang sensasional, yang adalah fiksi belaka.

Kisah nyata yang sebenarnya bermula pada bulan Januari 1949, melibatkan seorang anak laki-laki berusia 13 tahun bernama Robbie yang tinggal bersama kedua orangtua serta neneknya di Mt. Rainier, Md (Beberapa sumber menyebutkan bahwa keluarga tersebut sebenarnya tinggal dekat Cottage City; mungkin, pihak yang berwajib bermaksud merahasiakan tempat kejadian yang sesungguhnya guna melindungi si anak). Robbie sangat akrab dengan bibinya yang seringkali mengunjungi keluarga mereka dari St. Louis, Mo. Bibinya itu seorang medium yang biasa berhubungan dengan dunia roh. Tidak saja bibinya itu membangkitkan minat Robbie akan praktek gaib ini, melainkan ia juga mengajarinya bagaimana bermain jaelangkung.

Fenomena ganjil mulai terjadi pada tanggal 10 Januari 1949. Keluarga tersebut mendengar bunyi cakaran di dinding-dinding, tetapi para petugas pembasmi tidak mendapati bukti akan adanya binatang maupun serangga pengganggu. Barang-barang bergerak dengan sendirinya: meja akan terbalik, kursi akan bergerak melintasi ruangan, jambangan akan terbang di udara dan lukisan Kristus akan bergetar. Malam hari, Robbie merasakan cakaran-cakaran di tempat tidurnya; kerap kali ia diganggu mimpi-mimpi buruk.

Sesudah kematian bibinya yang tiba-tiba pada tanggal 26 Januari, Robbie terus bermain jaelangkung untuk berkomunikasi dengannya dan dengan roh-roh lainnya. Fenomena ganjil juga terus berlanjut. Di samping itu, perangai Robbie berubah - ia menjadi kacau, gelisah dan cepat marah.

Pada bulan Februari, orangtuanya mengajak Robbie menemui pendeta Lutheran mereka, Rev. Schulze. Karena minatnya pada ilmu gaib, pendeta berpikiran bahwa mungkin suatu roh jahat sedang mengganggu keluarga tersebut. Rev Schulze mengijinkan Robbie pindah ke rumahnya untuk pemeriksaan selama beberapa hari lamanya. Pendeta melihat sendiri kursi-kursi dan benda-benda lain bergerak dengan sendirinya. Melihat tempat tidur bergoncang, ia memindahkan kasurnya ke atas lantai, di mana kasur lalu meluncur dengan sendirinya. Rev Schulze menjadi curiga akan kehadiran roh jahat.

Sesuai saran Rev Schulze, keluarganya membawa Robbie ke Klinik Kejiwaan Universitas Maryland untuk menjalani pemeriksaan. Setelah dua rangkaian pemeriksaan, tak ditemukan suatupun yang abnormal. Rev Schulze kemudian menyarankan keluarga tersebut untuk menghubungi imam Katolik setempat.

Robbie dan kedua orangtuanya menemui Pastor Hughes dari Gereja Katolik St Yakobus di Mt. Rainier. Sementara bertanya jawab dengan Robbie, Pastor Hughes melihat telepon dan benda-benda lain dalam kamar kerjanya bergerak dengan sendirinya. Robbie juga melontarkan kata-kata jorok dan hujat pada imam dalam suara yang aneh, seperti suara roh jahat. Ruangan menjadi ngeri serta menyeramkan. Pastor Hughes yakin bahwa Robbie kerasukan setan. Setelah mempelajari fakta dan juga catatan kesehatan yang ada, Kardinal O'Boyle menyetujui dilakukannya eksorsisme.

Robbie dibawa ke Rumah Sakit Georgetown di mana Pastor Hughes memulai ritual eksorsisme. Anak laki-laki itu menjadi buas, meludah dan muntah-muntah. Ia melontarkan kata-kata jorok dan hujat kepada Pastor Hughes. Walau dibelenggu di atas tempat tidur, Robbie berhasil melepaskan diri dan mencabut sebuah pegas logam yang ia cambukkan kepada Pastor Hughes dari bahu kiri hingga ke pergelangan tangannya. Dibutuhkan seratus jahitan guna menutup luka menganga di tubuh imam. Robbie tampak tenang setelah melakukan serangan ini, tak ingat akan aniaya yang ia lakukan. Robbie dilepaskan dan dihantar pulang.

Peristiwa aneh segera terjadi kembali di rumah mereka. Suatu malam, ketika Robbie sedang merapikan tempat tidurnya, tiba-tiba ia menjerit. Suatu kata berdarah telah digoreskan pada dadanya: Louis. Ibunya bertanya apakah ini artinya �St Louis�, dan suatu kata berdarah lainnya muncul: ya.

Hampir seketika itu juga, keluarga mereka berangkat untuk mengunjungi sepupu Robbie di St Louis. Fenomena ganjil yang sama mulai terjadi. Sepupunya, seorang mahasiswi di Universitas St Louis, membicarakan hal tersebut kepada salah seorang imam professor, Pastor Bishop, S.J. Imam kemudian menghubungi salah seorang sahabatnya, Pastor Bowdern, S.J., imam dari Gereja St Fransiskus Xaverius.

Kedua imam dan seorang frater Yesuit pergi mewawancarai Robbie pada tanggal 9 Maret 1949. Mereka melihat cakaran zig-zag berdarah pada dada anak itu. Mereka mendengar bunyi-bunyi cakaran. Mereka melihat sebuah lemari buku yang besar bergerak dan berputar dengan sendirinya, dan sebuah bangku bergerak melintasi ruangan. Tempat tidur Robbie bergoncang sementara ia berbaring di atasnya. Ia mencecarkan kata-kata jorok dan hujat kepada mereka. Para imam ini tahu bahwa mereka sedang berhadapan dengan si jahat.

Mereka mengajukan permohonan kepada Kardinal Ritter agar diijinkan melakukan eksorsisme. Setelah memeriksa semua bukti yang ada termasuk hasil pemeriksaan medis dan psikiatris, Bapa Kardinal mengabulkan permohonan mereka pada tanggal 16 Maret.

Sementara para imam memulai Ritus Eksorsisme, Robbie menjadi buas. Ia mengeluarkan suara lolongan dan geraman. Ranjang bergoncang turun naik. Di dadanya muncul cakaran-cakaran berdarah dengan kata-kata neraka dan iblis, dan bahkan gambar setan. Robbie meludahi para imam sementara ia mencecarkan kata-kata jorok dan hujat, sembari sesekali tertawa keji.

Demi keselamatannya sendiri dan keluarga, Robbie kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit Alexian Brothers dan ditempatkan dalam bangsal sakit jiwa. Pastor Bowdern terus melanjutkan eksorsisme. Dengan persetujuan keluarga, Robbie dibaptis Katolik. Ketika Pastor Bowdern berusaha memberinya Komuni Kudus-nya yang Pertama, lima kali Robbi meludahi Hosti Kudus; maka mereka berhenti untuk mendaraskan Rosario, dan pada akhirnya Robbie menyambut Ekaristi Kudus.

Pada tanggal 18 April, Senin Paskah, eksorsisme mencapai puncaknya. Sementara Pastor Bowdern melanjutkan ritual, setan mengenali kehadiran Malaikat Agung St Mikhael; roh jahat itu dihalau keluar dari Robbie. Suatu suara seperti ledakan terdengar menggema di seluruh rumah sakit. Setelah segala aniaya roh jahat ini, Robbie sama sekali tak ingat akan peristiwa kerasukan setan ini, kecuali penampakan St Mikhael. Yang menarik, The Washington Post pada tanggal 20 Agustus 1949 memuat berita di halaman depan dengan judul, �Imam Membebaskan Seorang Anak Mt. Rainier yang Dilaporkan Berada dalam Cengkeraman Iblis.�

Sudah pasti, kisah ini amat menyeramkan, tetapi benar adanya. Perlu dicatat juga bahwa tak peduli efek-efek sensasional apapun yang mungkin ditambahkan Hollywood dalam filmnya, namun demikian semua itu tak dapat dibandingkan dengan kengerian sesungguhnya atas kehadiran nyata roh jahat dalam fenomena kerasukan setan.

Jadi, menanggapi pertanyaan pembaca, jawabnya adalah ya, iblis dapat benar-benar merasuki seseorang, dan ya, Gereja memang mempraktekkan eksorsisme. Berjaga-jagalah! Jauhi segala sesuatu yang berhubungan dengan ilmu gaib, termasuk jaelangkung. Gunakanlah perlengkapan senjata kudus yang melindungi kita dari yang jahat, yaitu doa, Misa, Komuni Kudus, taat pada perintah Allah dan ajaran-ajaran Gereja, serta kerap menerima Sakramen Tobat. Jika kita mengandalkan perlengkapan senjata kudus ini demi mendapatkan rahmat-rahmat Tuhan, maka kita tak perlu khawatir: kasih Tuhan akan senantiasa menang atas yang jahat.

* Fr. Saunders is dean of the Notre Dame Graduate School of Christendom College in Alexandria and pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls.

sumber : �Straight Answers: Demonic Possession and Exorcism� by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright �2000 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: �diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.�

Tags

Renungan (53) Sejarah Gereja (45) Kepausan (42) Katekese (40) Para Kudus (39) Berita Katolik (37) Ekaristi (36) Kitab Suci (33) Yesus Kristus (33) Doa dan Hymne (30) Liturgi (29) Apologetik (26) Renungan Cerdas (25) Fransiskus (22) Santa Maria (22) Artikel Lain (19) Dokumen Gereja (19) Gereja Katolik (19) Katekese Liturgi (17) Ajaran Gereja Katolik (16) Komuni Kudus (16) Paskah (16) Benediktus XVI (13) Dasar Iman Katolik (13) Kisah Nyata (13) Renungan Poltik (13) Natal (11) Kompendium Katolik (10) Bapa Gereja (9) Katolik Indonesia (9) Katolik Timur (9) Petrus (9) Roh Kudus (9) Sakramen Gereja Katolik (9) Allah Tritunggal (8) Perayaan Ekaristi (8) Prapaskah (8) Prodiakon (8) Tradisi (8) Kesaksian (7) Pemazmur (7) Sakramen Ekaristi (7) Tuhan Allah (7) Adven (6) Kematian (6) Liturgi dan Kaum Muda (6) Misdinar (6) Paduan Suara Gereja (6) Pekan Suci (6) Rabu Abu (6) Ajaran Gereja (5) Hari Peringatan (5) Hari Pesta / Feastum (5) Kamis Putih (5) Maria Bunda Allah (5) Perayaan Natal (5) Piranti Liturgi (5) Seputar Liturgi (5) Tritunggal (5) EENS (4) Ibadat Kematian (4) Ibadat Peringatan Arwah (4) Katekismus Gereja (4) Maria Diangkat Ke Surga (4) Minggu Palma (4) Misa Jumat Pertama (4) Misa Latin (4) Nasihat Bijak (4) Nyanyian Liturgi (4) Pentakosta (4) Sakramen Perkawinan (4) Seremonarius (4) Surat Gembala Paus (4) Surat Gembala Uskup (4) Tahun Iman (4) Tokoh Nasional (4) Tuhan Yesus (4) Beato dan Santo (3) Berita Nasional (3) Doa Litani (3) Doa Rosario (3) Dupa dalam Liturgi (3) Eksorsisme (3) Jalan Salib (3) Jumat Agung (3) Lektor (3) Liturgi dan Anak (3) Makna Homili (3) Malam Paskah (3) Masa Prapaskah (3) Misa Krisma (3) Misa Tridentina (3) Musik liturgi (3) Novena Natal (3) Pantang dan Puasa (3) Sakramen Tobat (3) Spiritualitas (3) Surat Gembala KWI (3) Tata Gerak dalam Liturgi (3) Tokoh Internasional (3) Toleransi Agama (3) Yohanes Paulus II (3) Cinta Sejati (2) Dasar Iman (2) Denominasi (2) Devosi Hati Kudus Yesus (2) Devosi Kerahiman Ilahi (2) Doa (2) Doa Angelus (2) Doa Novena (2) Doa dan Ibadat (2) Ekumenisme (2) Gua Natal (2) Hari Sabat (2) Homili Ibadat Arwah (2) How To Understand (2) Ibadat Syukur Midodareni (2) Inkulturasi Liturgi (2) Inspirasi Bisnis (2) Kanonisasi (2) Kasih Radikal (2) Keajaiban Alkitab (2) Keselamatan Gereja (2) Kisah Cinta (2) Korona Adven (2) Lagu Malam Kudus (2) Lagu Rohani (2) Lawan Covid19 (2) Lintas Agama (2) Madah dan Lagu Liturgi (2) Makna Natal (2) Maria Berdukacita (2) Maria Dikandung Tanpa Noda (2) Maria Ratu Rosario Suci (2) Motivator (2) Mujizat Kayu Salib (2) Mutiara Kata (2) New Normal (2) Nita Setiawan (2) Organis Gereja (2) Penyaliban Yesus (2) Perarakan dalam Liturgi (2) Peristiwa Natal (2) Perubahan (2) Pohon Natal (2) Renungan Paskah (2) Sakramen Gereja (2) Sakramen Imamat (2) Sakramen Minyak Suci (2) Sakramen Penguatan (2) Sekuensia (2) Sharing Kitab Suci (2) Tahun Liturgi (2) Tujuan dan Makna Devosi (2) Ucapan Selamat (2) Virus Corona (2) WYD 2013 (2) Youtuber Top (2) 2 Korintus (1) Aborsi dan Kontrasepsi (1) Abraham Linkoln (1) Adorasi Sakramen Mahakudus (1) Agama Kristiani (1) Ajaran Gereja RK (1) Alam Gaib (1) Alam Semesta (1) Alkitab (1) Allah Inkarnasi (1) Allah atau Mamon (1) Arianisme (1) Ayat Alquran-Hadist (1) Bapa Kami (1) Berdamai (1) Berhati Nurani (1) Berita (1) Berita Duka (1) Berita International (1) Bible Emergency (1) Bukan Take n Give (1) Busana Liturgi (1) Cara Mengatasi (1) Cinta Sesama (1) Cintai Musuhmu (1) D Destruktif (1) D Merusak (1) Dialog (1) Doa Bapa Kami (1) Doa Permohonan (1) Doa Untuk Negara (1) Documentasi (1) Dogma EENS (1) Doktrin (1) Dosa Ketidakmurnian (1) Dunia Berubah (1) Egois dan Rakus (1) Era Google (1) Evangeliarium (1) Filioque (1) Garputala (1) Gereja Orthodox (1) Gereja Samarinda (1) Godaan Iblis (1) Golput No (1) Hal Pengampunan (1) Hamba Dosa (1) Hari Bumi (1) Hari Raya / Solemnity (1) Haus Darah (1) Hidup Kekal (1) Hierarki Gereja (1) Homili Ibadat Syukur (1) Ibadat Kremasi (1) Ibadat Pelepasan Jenazah (1) Ibadat Pemakaman (1) Ibadat Rosario (1) Ibadat Tobat (1) Imam Kristiani (1) Imperialisme (1) Influencer Tuhan (1) Inisiator Keselamatan (1) Injil Mini (1) Inspirasi Hidup (1) Irak (1) Israel (1) Jangan Mengumpat (1) Kandang Natal (1) Karismatik (1) Kasih (1) Kasih Ibu (1) Kata Allah (1) Kata Mutiara (1) Katekismus (1) Keadilan Sosial (1) Kebaikan Allah (1) Kebiasaan Buruk Kristiani (1) Kedewasaan Kristen (1) Kehadiran Allah (1) Kejujuran dan Kebohongan (1) Kelahiran (1) Keluarkan Kata Positif (1) Kemiskinan (1) Kesehatan (1) Kesetiaan (1) Kesombongan (1) Kiss Of Life (1) Kompendium Katekismus (1) Kompendium Sejarah (1) Konsili Nicea (1) Konsili Vatikan II (1) Kremasi Jenazah (1) Kumpulan cerita (1) Lamentasi (1) Lectionarium (1) Mantilla (1) Maria Minggu Ini (1) Martir Modern (1) Masa Puasa (1) Masalah Hidup (1) Melawan Setan (1) Mengatasi Kesepian (1) Menghadapi Ketidakpastian (1) Menjadi Bijaksana (1) Menuju Sukses (1) Mgr A Subianto B (1) Misteri Kerajaan Allah (1) Misterius (1) Moral Katolik (1) Mosaik Basilika (1) Mukjizat Cinta (1) Mukzijat (1) Nasib Manusia (1) Opini (1) Orang Berdosa (1) Orang Jahudi (1) Orang Kudus (1) Orang Lewi (1) Orang Munafik (1) Orang Pilihan (1) Orang Sempurna (1) Ordo dan Kongregasi (1) Owner Facebooks (1) Pandangan Medis (1) Para Rasul (1) Pelayanan Gereja (1) Pembual (1) Pencegahan Kanker (1) Penderitaan Sesama (1) Pendiri Facebooks (1) Penerus Gereja (1) Penjelasan Arti Salam (1) Penyelamatan Manusia (1) Penyelenggara Ilahi (1) Perasaan Iba (1) Perdamaian Dunia (1) Perjamuan Paskah (1) Perjamuan Terakhir (1) Perkataan Manusia (1) Perselingkuhan (1) Pertobatan (1) Pesta Natal (1) Pikiran (1) Positik kpd Anak (1) Presiden Soekarno (1) Pusing 7 Keliling (1) Putra Tunggal (1) Rasio dan Emosi (1) Roh Jiwa Tubuh (1) Roti Perjamuan Kudus (1) Saat Pembatisan (1) Saat Teduh (1) Sabat (1) Sahabat lama (1) Sakit Jantung (1) Sakramen Baptis (1) Saksi Yehuwa (1) Salib Yesus (1) Sambutan Sri Paus (1) Sejarah Irak (1) Selamat Natal (1) Selamat Tahun Baru (1) Selingan (1) Siapa Yesus (1) Soal Surga (1) Surat Kecil (1) Surat bersama KWI-PGI (1) Surga Dan Akherat (1) Tafsiran Alkitab (1) Tamak atau Rakus (1) Tanda Beriman (1) Tanda Percaya (1) Tanpa Korupsi (1) Tanya Jawab (1) Teladan Manusia (1) Tembok Yeriko (1) Tentang Rakus (1) Teologi Di Metropolitan (1) Thomas Aquinas (1) Tim Liturgi (1) Tokoh Alkitab (1) Tokoh Gereja (1) Tolong Menolong (1) Tradisi Katolik (1) Tri Hari Suci (1) Triniter (1) True Story (1) Tugas Suku Lewi (1) Tugu Perdamaian (1) Tuguran Kamis Putih (1) Tuhan Perlindungan (1) Tulisan WAG (1) YHWH (1) Yesus Manusia (1) Yesus Manusia Allah (1) Yesus Nubuat Nabi (1) Yesus Tetap Sama (1)