Latest News

Showing posts with label Sakramen Tobat. Show all posts
Showing posts with label Sakramen Tobat. Show all posts

Wednesday, July 1, 2015

Sakramen Tobat sebagai Sakramen Penyembuhan

Flu, pilek, batuk, sakit kepala, sakit lever, typhus, dan sebagainya adalah beberapa contoh penyakit fisik yang sering, kadang, atau pernah kita alami. Dan ketika muncul gejala-gejala yang sudah tidak enak di badan, kita segera pergi ke dokter dan atau ke apotik untuk memperoleh obat yang cocok, karena ingin segera sembuh. Dalam hal penyakit fisik, kita lebih mudah mengenalinya. Kemudian kita segera mengobatinya. Karena apabila dibiarkan, penyakit tersebut bisa berakibat semakin parah atau membawa kepada maut. Sebaliknya dalam hal penyakit non-fisik, spiritual, meskipun lebih sulit mestinya kita harus lebih jeli mengenalinya. Supaya kalau ada penyakit dalam diri kita, kita bisa segera mengupayakan obat untuk menyembuhkannya. Sebab kalau penyakit tersebut dibiarkan terus akan membawa kita kepada keadaan yang lebih buruk, bahkan mengakibatkan maut (bdk. 1 Kor 15:55b-56a).

Aneh tapi nyata! Terhadap penyakit yang bisa membawa maut ini, sering kita tidak merasa takut. Kita tenang-tenang saja. Kita membiarkannya tetap bercokol dan menggerogoti jiwa kita selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan sampai puluhan tahun. Kita menganggap bahwa itu bukan penyakit atau hanya penyakit biasa, �Cuman kecil koq, toh tidak akan sampai membahayakan.� Sangatlah bijaksana!

Apabila menderita penyakit spiritual (dosa) dan ingin segera disembuhkan supaya tetap sehat rohaninya, kita datang kepada �DOKTER� atau menghubungi �asisten DOKTER� untuk menerima�bukan sekedar resep obat tetapi� Sakramen TOBAT. Sebab dengan menerima Sakramen Tobat, kita akan mengalami daya penyembuhan Tuhan atas penyakit dosa-dosa kita.

Kita menerima Sakramen Tobat sebagai sakramen penyembuhan atas luka-luka dan penyakit batin-hati-jiwa kita. Sakramen penyembuh-Nya akan membawa kita kepada hidup dan keselamatan kekal. Untuk itu kita perlu mengenali dan merefleksikan bersama: kedosaan kita sebagai suatu penyakit dan belaskasihan serta kerahiman Allah Bapa sebagai suatu obat yang menyembuhkan jiwa kita.

1. BEBERAPA NAMA

Ada beberapa nama yang sering digunakan untuk Sakramen Tobat. Pertama, Sakramen Tobat itu sendiri. Disebut demikian, karena hal yang terpenting yang mau ditekankan di sini ialah tobat dan orang beriman yang bertobat. Konsili Vatikan II memakai kembali istilah �Sakramen Tobat� (lih. Sacrosanctum Concilium, No. 72; Lumen Gentium, No. 11).

Kedua, dinamakan �Sakramen Pengakuan Dosa� karena orang yang bertobat itu menyatakan sikap tobatnya kepada Allah dan mengakukan segala dosanya di hadapan imam selaku pelayan Gereja. Pengakuan atas dosa-dosanya ini menunjukkan bahwa dengan rendah hati dan jujur ia mengaku dirinya sebagai orang yang berdosa yang membutuhkan kerahiman Allah.

Ketiga, disebut juga dengan �Sakramen Pengampunan Dosa� karena dosa-dosa yang telah diakukan dengan jujur dan rendah hati itu�melalui absolusi imam�secara sakramental telah diampuni oleh Allah sendiri. Seperti dalam rumus absolusi disebutkan, ��Semoga lewat pelayanan Gereja, Ia (Allah) melimpahkan pengampunan dan damai kepada Saudara.�

Keempat, dinamakan juga �Sakramen Pendamaian� (rekonsiliasi) karena melalui pengampunan yang telah diterima oleh pentobat, Allah sendiri memperdamaikan pentobat dengan Diri-Nya dan Gereja. Seperti dikatakan oleh Konsili Vatikan II bahwa �mereka yang menerima Sakrarnen Tobat memperoleh pengampunan dan Allah dan sekaligus didamaikan dengan Gereja� (Lumen Gentium, No. 11). Pengampunan Allah adalah ungkapan cinta-Nya yang mendamaikan. Karena rasul Paulus memberi nasihat, �Berilah dirimu didamaikan dengan Allah� (2 Kor 5:20).

Kelima, Sakramen Tobat juga merupakan �Sakramen Penyembuhan� karena ia memberikan rahmat penyelamatan dan penyembuhan atas jiwa dan raga manusia (lih. Katekismus Gereja Katolik, No. 1420-1421).

2. SAKRAMEN TOBAT: BERANGKAT DARI PENYADARAN DAN PENELITIAN BATIN

Seorang katekumen yang berasal dari latar belakang Protestan pernah bertanya pada waktu pelajaran agama mengenai sakramen-sakramen demikian, �Romo, pembaptisan itu kan sudah menyucikan kita dari segala dosa. Kita sudah menjadi manusia baru. Kenapa sih masih ada lagi Sakrarnen Tobat segala. Maknanya khan sama, pengampunan dosa. Kemudian yang ingin saya tanyakan, apakah Sakramen Tobat itu sungguh perlu?� Di satu sisi dia benar. Bahwa Sakramen Baptis itu menyucikan kita dan segala dosa. Kita menjadi manusia baru, seperti kata rasul Paulus, �Kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita� (1 Kor 6:11).

Betapa besar anugerah Allah yang diberikan kepada kita lewat Sakramen Baptis ini. Namun pada sisi lain, kehidupan baru sebagai manusia yang disucikan lewat Sakramen Baptis itu tidak membuat kita menjadi manusia yang sempurna yang kebal dosa. Dalam hal ini diperlukan 2 sikap:

a. Penyadaran akan kelemahan dan dosa

Hidup yang disucikan, kehidupan baru yang diterima dalam Sakramen Baptis tidak menghilangkan kerapuhan dan kelemahan kodrat manusiawi kita. Kecenderungan kepada dosa (concupiscentia) pun tidak dihilangkan dari kodrat manusiawi kita. Kecenderungan ini tetap ada dan tinggal dalam diri kita. Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja mengingatkan bahwa Gereja itu kudus karena Kristus, Putera Allah, yang bersama dengan Bapa dan Roh Kudus membuatnya kudus (lih. Lumen Gentium, No. 39). Namun demikian, Gereja itu �merangkum pendosa-pendosa dalam pangkuannya sendiri. Gereja itu suci sekaligus harus selalu dibersihkan, serta terus-menerus menjalankan pertobatan dan pembaruan� (Lumen Gentium, No. 8).

Jelaslah bahwa Gereja itu kudus. Ia sudah �dikuduskan bagi Tuhan�. Tetapi Gereja tidak terbedakan dan semua orang lain justru karena kedosaan mereka dan karena �persekutuan Gereja (itu) mengalami dirinya sungguh erat berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya� (Gaudiurn et Spes, No. 1). Untuk itulah Gereja yang kudus sekaligus masih tetap mempunyai kecenderungan kepada dosa ini dipanggil untuk terus-menerus membersihkan dan membarui diri, menjalankan pertobatan yang tiada hentinya. Sebab pertobatan kristiani itu berlangsung sepanjang hidup.

Hal yang harus disadari di sini ialah bahwa kita ini hidup �dalam bejana tanah liat� (2 Kor 4:7). Kita ini manusia lemah, rapuh, mudah jatuh dan �pecah� dalam kecenderungan kita akan dosa. Dan lagi, kita ini masih hidup �dalam kemah kediaman kita di bumi ini� (2 Kor 5:1). Maka dengan menyadari akan semua ini, kita mau terus merindukan dan memperoleh rahmat kerahiman Allah lewat perayaan Sakramen Tobat.

b. Penelitian batin

Hal yang hendaknya juga tidak dilupakan dalam proses penyadaran diri akan kelemahan dan dosa yang selalu bisa saja terjadi setelah pembaptisan, yaitu penelitian batin. Kita mau masuk ke dalam lubuk hati yang terdalam, melihat dan memeriksa kembali bahwa temyata kita memang orang berdosa yang membutuhkan pertobatan dan pembaruan. Penelitian batin yang sungguh-sungguh seperti ini akan menyadarkan kita sebagai orang berdosa, baik dalam arti personal (dosa-dosa pribadi) maupun dalam arti komunal (dosa-dosa sosial).

Penelitian batin adalah sikap dasar yang penting. Karenanya, dalam Surat Apostolik Kedatangan Milenium Ketiga No. 36 (KMK, No. 36) Bapa Suci menegaskan bahwa �pada ambang milenium yang baru, orang kristen harus menempatkan din mereka sendiri berkenaan dengan tanggung jawab yang mereka punyai juga atas kejahatan-kejahatan sekarang ini�.

Bapa Suci, seperti dinyatakan oleh banyak Kardinal dan Uskup, mengajak kita�Gereja dewasa ini�agar mengadakan penelitian batin yang sungguh-sungguh (lih. Ibid.). Sebab dengan memiliki sikap batin demikian, kita akan �menghargai secara baru dan merayakan secara lebih intens Sakramen Pengakuan Dosa (Pendamaian) menurut maknanya yang paling dalam� (KMK, No. 50).

3. SAKRAMEN TOBAT, SAKRAMEN YANG MENYEMBUHKAN

Mengapa kita hendaknya merayakan Sakramen Tobat secara lebih intens, terus-menerus? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini muncul sebagai suatu refleksi atas penghayatan Sakramen Tobat dewasa ini. Romo Michael Scanlan, dalam bukunya yang berjudul �The Power in Penance� (Notre Dame: Ave Maria Press, 1972) menulis demikian, �Dewasa ini kita melihat bahwa Sakramen Tobat telah jatuh ke dalam kesia-siaan yang semakin besar, dan pentingnya sakramen ini secara umum tidak dilihat lagi baik oleh imam mau pun oleh umat� (lih. Alex I. Suwandi,�Penyembuhan dalam Sakramen Tobat�, BPK Keuskupan Padang, 1998:16).

Keadaan �dewasa ini�, yang dimaksud 27 tahun silam, saya kira tidak terlalu jauh berbeda dengan keadaan dewasa ini. Romo Alex I. Suwandi dalam buku tersebut di atas menyebutkan tiga alasan mengapa dewasa ini umat kurang menghargai Sakramen Tobat dengan tidak mengaku dosa.

Pertama, orang tidak mengaku dosa karena tidak mengerti konsep dosa secara jelas. Sehingga hal yang sebenarnya termasuk dosa, itu dilihat sebagai hal yang biasa dan tidak perlu diakukan kepada Tuhan dalam Sakramen Tobat.

Kedua, orang tidak mengaku dosa karena hilangnya pengakuan diri sebagai orang berdosa, yang masih tetap memiliki kecenderungan terhadap dosa (Ah, saya khan sudah suci karena dulu sudah dibaptis!). Dengan menganggap dirinya demikian saja, orang sudah jatuh dalam dosa kesombongan.

Ketiga, orang tidak mengaku dosa lagi karena tiadanya penyembuhan sesudah pengakuan dosa. Setelah menerima Sakramen Tobat toh masih tetap melakukan dosa yang sama. �Malu akh, selalu mengaku dosa yang sama melulu, itu-ituuuu�terus!�, komentar salah seorang umat yang pemah saya dengar.

Alasan ketiga ini perlu kita lihat lebih dalam, mengapa ada semacam �keluhan atau keputusasaan� dalam diri umat, yang sebenarnya dengan menerima Sakramen Tobat ingin menjadi manusia baru dan utuh. Sebabnya antara lain karena tidak adanya keterbukaan yang penuh dalam diri peniten atau pentobat sendiri. Ia hanya mengatakan beberapa dosa yang ringan-ringan saja, walaupun pengakuan yang terakhir sudah cukup lama atau malah belum pernah menerima Sakramen Tobat sejak dibaptis dewasa.

Di satu pihak, dosa-dosa yang telah diakukan kepada Tuhan dalam Sakramen Tobat itu sudah diampuni. Kita percaya itu. Tetapi dengan mengakukan dosa-dosa yang ringan-ringan saja, atau dengan menutupi (tidak mengatakan) dosa yang sebenarnya, yang jauh lebih pokok dan mengganggu hidupnya, membuat pengakuan itu tidak sampai pada akar-akar dosa. Misalnya kenapa masih saja ada rasa iri hati, perasaan bersalah yang tidak sehat, merasa diri tidak dicintai, sulit mengampuni, dan sebagainya.

Hal-hal tersebut harus dicari apa sebenarnya yang menjadi akar semua dosa. Dalam hal ini, imam perlu menangkap akar dari semua dosa yang diakukan itu atau yang tidak disebutkan dengan jelas oleh si peniten. Sehingga apabila akar dosa tersebut sudah ditemukan dan si peniten membutuhkan doa penyembuhan, doa penyembuhan itu bisa dilakukan segera sesudah absolusi. Dengan demikian Sakramen Tobat selalu memberi daya penyembuhan spiritual, yakni pengampunan dosa, juga memberikan penyembuhan luka-luka batin (misalnya dan sikap mudah marah, dendam, iri hati, merasa dibenci, dan sebagainya), atau penyembuhan relasi yang disharmonis dengan sesamanya ataupun pembebasan dan kuasa kegelapan (misalnya terlibat dalam ilmu hitam, perdukunan, dan sebagainya). Dalam hal ini Sakramen Tobat dapat memberikan daya penyembuhan secara integral, utuh. Orang sungguh-sungguh dapat merasakan hidup secara baru dan bebas dan beban-beban yang selama ini terasa berat dan menyesakkan.

Dalam pengalaman pastoral, terutama dalam menerimakan Sakramen Tobat, tidak sedikit saya menjumpai urnat yang setelah mengakukan dosa-dosanya dan menerima absolusi kemudian minta didoakan. Saya menangkap bahwa pada kesempatan itu sebenarnya umat merindukan suatu penyembuhan secara utuh lewat Sakramen Tobat yang diterimanya. Berdoa bagi segi-segi kehidupan yang terluka sebagai tambahan dan pemberian absolusi dan pernyataan pengampunan Tuhan atas semua dosa adalah kesempatan yang baik dan indah dalam pelayanan Sakramen Tobat.

4.BUAH-BUAH ROHANI SAKRAMEN TOBAT

Perayaan Sakramen Tobat menghasilkan buah-buah rohani seperti:
Orang mengalami pendamaian dengan Allah karena relasi kasih dengan Allah yang telah putus karena dosa (terjadi PHK: Putus Hubungan Kasih) telah dipulihkan kembali. Kasih Allah yang hidup sungguh-sungguh menjadi hidup kembali dan dialami secara pribadi.
Orang mengalami pendamaian dengan komunitas Gereja. Relasi dengan sesama saudara yang selama ini retak dan rusak, entah karena dendam, iri hati, tak mau mengampuni, difitnah, dan sebagainya, telah disembuhkan dan pulih kembali. Sebab Sakramen Tobat �menyembuhkan orang yang diterima kembali dalam persekutuan dengan Gereja yang menderita karena dosa dan salah seorang anggotanya� (Katekismus Gereja Katolik, No.1469).
Orang mengalami penyembuhan secara utuh: dan dosa, luka-luka batin, relasi yang disharmonis, dan ikatan ilmu hitam, perdukunan, dan sebagainya.
Orang mengalami pembebasan dari siksa abadi, yang akan diterimanya jikalau ia tetap berada dalam dosa berat (Katekismus Gereja Katolik, No. 1496).
Orang mengalami pembebasan�paling sedikit�dan sebagian siksa sementara yang diakibatkan oleh dosa.
Orang mengalami ketenangan hati nurani dan hiburan rohani. Orang mengalami pertumbuhan kekuatan rohani untuk perjuangan dalam menghayati iman kristianinya.

5. BEBERAPA HAL PRAKTIS

Ada beberapa hal praktis yang perlu diperhatikan berkaitan dengan Sakramen Tobat ini:
Pemberi Sakramen Tobat adalah Uskup dan para imam yang telah menerima wewenang berkat Sakramen Tahbisan. Tidak semua umat tahu hal ini. Pernah ada umat yang ingin mengaku dosa kepada frater atau suster, kemudian ia disarankan supaya datang kepada imam yang punya wewenang untuk itu.
Perlu adanya katekese mengenai surga, neraka, api penyucian, dosa, kerahiman Allah, dan sebagainya, sehingga umat memiliki penghargaan secara baru dan merayakan Sakramen Tobat secara lebih intens. Sakramen Tobat dirayakan bukan hanya sekurang-kurangnya sekali setahun (lihat perintah Gereja ke-4 dalam 5 perintah Gereja), tetapi lebih baik lagi kalau dilakukan lebih sering dan teratur.
Pastor Paroki (pelayan Gereja) perlu sekali menanamkan dalam diri umat kesadaran akan pentingnya merayakan Sakramen Tobat secara pribadi. Tentu saja hal ini menuntut kesediaan para imam untuk menerimakan Sakramen Tobat kapan saja umat memintanya secara wajar (bdk. Katekismus Gereja Katolik, No. 986).
Penyadaran akan kelemahan dan dosa serta penelitian batin perlu dibudayakan; juga ibadat tobat bersama pada kesempatan-kesempatan tertentu, misalnya kesempatan retret, rekoleksi, Adven, Prapaskah, dan sebagainya.
Sakramen Tobat adalah salah satu keunggulan dan kekhasan Gereja Katolik, yang tidak dimiliki oleh Gereja-Gereja Protestan. Kita sendiri harus menghargainya secara baru dan merayakannya secara lebih intens. Melalui Sakramen Tobat, bilur-bilur, penyakit, dan luka-luka dosa kita disembuhkan oleh Allah yang Mahabelaskasih. Pengampunan dan penyembuhan-Nya sungguh konkrit dan nyata.

Sumber :
http://www.carmelia.net/index.php/artikel/tanya-jawab-iman/71-sakramen-tobat-sebagai-sakramen-penyembuhan

Saturday, January 18, 2014

Indulgensi, harta kekayaan Gereja

Membersihkan lantai yang kotor

Pada waktu saya masih SD, saya sering bermain-main bersama-sama dengan teman-teman satu kampung. Karena saya tinggal di sebuah dusun yang kecil, maka permainan dengan teman-teman juga permainan dusun, yang notabene adalah permainan yang melibatkan permainan fisik, yang seringkali diakhiri dengan kaki, tangan, dan badan yang penuh lumpur. Suatu hari, dengan kaki yang penuh lumpur saya pulang ke rumah. Tanpa saya tahu, sebenarnya mama saya baru saja mengepel lantai rumah. Ketika saya berjalan untuk menuju kamar mandi, saya tidak menyadari bahwa saya meninggalkan jejak lumpur di lantai. Ketika ketika mama memarahi saya, maka dengan perasaan menyesal, saya meminta maaf akan kekotoran yang diakibatkan oleh kecerobohan saya. Mama memaafkan saya, namun lumpur tetap meninggalkan noda di lantai yang baru saja dipel oleh mama.

Akhirnya, mama menyuruh saya untuk mempertanggungjawabkan kesalahan saya dengan mengepel lantai yang kotor. Dari contoh sederhana ini, kita melihat bahwa akibat dari kesalahan yang saya perbuat, maka ada dua hal yang saya terima, yaitu: hukuman (siksa dosa) dan dosa (guilt)[1] Dosa (kesalahan) saya telah dimaafkan oleh mama saya, namun saya tetap harus menanggung hukuman � dengan mengepel lantai yang kotor � akibat kesalahan yang saya lakukan.

Dosa mempunyai konsekuensi ganda

Gereja Katolik mengenal adanya dua tipe dosa, yaitu 1) dosa ringan dan 2) dosa berat. Karena kodrat dari dua tipe dosa tersebut berbeda, maka hukuman dari dua tipe dosa tersebut juga berbeda. Memang setiap dosa menyedihkan hati Tuhan, namun tidak semua dosa membawa konsekuensi hukuman maut (Lih 1 Yoh 5:16-17).[2]. Kita bisa melihat contoh dalam kehidupan sehari-hari, di mana dalam beberapa hal, kita dapat membedakan tingkatan dosa dengan cukup mudah. Berikut ini adalah beberapa perbedaaan antara dosa berat dan dosa ringan:

1) Secara nalar dosa berat dan dosa ringan berbeda, misalkan: mencubit lengan seseorang lebih ringan dosanya dibanding dengan memukul kepala seseorang dengan kayu. Tentu, kita mengetahui bahwa membunuh seseorang adalah dosa yang lebih berat daripada ketiduran saat berdoa yang disebabkan oleh tidak-disiplinan dalam meluangkan waktu untuk berdoa.

2) Dari efek yang mempengaruhi tujuan akhir: dosa berat membuat seseorang berbelok dari tujuan akhir, sedang dosa ringan hanya membuat seseorang tidak terfokus pada tujuan akhir namun tidak sampai berbelok dari tujuan akhir. Atau dengan kata lain, dosa berat menghancurkan tatanan dan menghancurkan kasih, sedang dosa ringan memperlemah kasih.

3) Keseriusan (gravity) dari dosa yang membawa konsekuensi yang berbeda, dimana orang berdosa berat tanpa bertobat dapat masuk neraka, sedang dosa ringan membawa hukuman sementara, baik di dunia atau di Api Penyucian.

4) Cara pertobatan yang berbeda. Karena dosa berat menghancurkan tatanan untuk sampai ke tujuan akhir, maka hanya kekuatan Tuhan saja yang dapat membawa kembali orang ini ke tatanan yang baik, contohnya: bagi yang belum dibaptis melalui Sakramen Baptis, dan bagi yang telah dibaptis dapat melalui Sakramen Tobat. Sedang dosa ringan, karena tidak berbelok dari tujuan akhir, maka dapat diperbaiki dengan lebih mudah.

5) Obyek (object) dan kategori (genus) antara dosa berat dan dosa ringan berbeda. Dosa berat dimanifestasikan sebagi perlawanan terhadap Tuhan, seperti: hujatan, sumpah palsu, penyembahan berhala, kemurtadan, dan juga melawan hukum kasih terhadap sesama, seperti: membunuh, berzinah, dll. Sedang dosa ringan tidak secara langsung melawan kasih terhadap Tuhan dan sesama, yang mungkin dapat diwujudkan dalam: perkataan yang sia-sia, dll.

Kita melihat bahwa dosa ringan dan dosa berat mempunyai obyek, kategori dan cara penanganan yang berbeda. Oleh karena itu, efek atau akibat yang ditimbulkan juga berbeda. Dosa berat berakibat pada siksa dosa abadi di neraka, sedangkan dosa ringan membawa siksa dosa sementara di purgatorium (api penyucian).[3] Katekismus Gereja Katolik (KGK, 1472) mengatakan:

�Supaya mengerti ajaran [yaitu: purgatorium] dan praktik Gereja ini, kita harus mengetahui bahwa dosa mempunyai akibat ganda. Dosa berat merampas dari kita persekutuan dengan Allah dan karena itu membuat kita tidak layak untuk kehidupan abadi. Perampasan ini dinamakan �siksa dosa abadi�. Di lain pihak, setiap dosa, malahan dosa ringan, mengakibatkan satu hubungan berbahaya dengan makhluk, hal mana membutuhkan penyucian atau di dunia ini, atau sesudah kematian di dalam apa yang dinamakan purgatorium (api penyucian). Penyuciaan ini membebaskan dari apa yang orang namakan �siksa dosa sementara�. Kedua bentuk siksa ini tidak boleh dipandang sebagai semacam dendam yang Allah kenakan dari luar, tetapi sebagai sesuatu yang muncul dari kodrat dosa itu sendiri. Satu pertobatan yang lahir dari cinta yang bernyala-nyala, dapat mengakibatkan penyucian pendosa secara menyeluruh, sehingga tidak ada siksa dosa lagi yang harus dipikul�. Banyak ayat-ayat di Alkitab yang mendukung adanya siksa dosa abadi (eternal punishment). Dalam kitab Daniel dikatakan �Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal�(Dan 12:2). Kita juga mengingat akan pengadilan terakhir, di mana yang tidak menerapkan hukum kasih akan dicampakkan ke dalam api yang kekal (Mt 25:41).

Gereja Katolik percaya akan dimensi sosial dari rencana keselamatan Allah.

Ada sejumlah orang percaya bahwa keselamatan adalah urusan setiap orang secara pribadi dengan Tuhan. Namun, sesungguhnya, karya keselamatan Kristus ditujukan bagi semua orang, sehingga ada dimensi sosial dari rencana keselamatan Allah bagi manusia. Rasul Paulus menegaskan tentang hal ini dalam beberapa suratnya. Rasul Paulus mengatakan, �Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri.�(Rm 15:1). Paulus menegaskan bahwa kita semua adalah kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah (Ef 2:19). Bukankah di dalam keluarga kita jika ada anggota yang menderita, maka seluruh keluarga akan bekerjasama untuk meringankan penderitaan anggota keluarga. Sebaliknya, kalau salah satu anggota keluarga ada yang sukses, maka seluruh anggota bergembira dan mengecap kebahagiaan tersebut.

Persatuan kita di dalam keluarga Kristus yang diikat oleh kasih Kristus bersifat adi-kodrati (supernatural), dan persatuan ini tidak dapat dilenyapkan dengan apapun karena diikat oleh kasih Allah, yang dibayar dengan darah-Nya yang tertumpah di kayu salib. Rasul Paulus menegaskan �Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.� (Rm 8:38-39). Persatuan keluarga yang diikat dalam kasih Kristus adalah Gereja. Gereja Katolik mengajarkan bahwa Gereja adalah Tubuh mistik Kristus (Ef 5:23). Sama seperti perkawinan kudus, yang mempunyai satu mempelai pria dan satu mempelai wanita, maka Kristus adalah Kepala dari satu Tubuh mistik Kristus. Satu Tubuh mistik Kristus ini terdiri dari tiga keadaan, yaitu: 1) Gereja yang sedang mengembara di dunia ini, 2) Gereja yang sedang menderita di Api Penyucian (Purgatorium), dan 3) Gereja yang jaya, di Sorga. Katekismus Gereja Katolik (KGK, 954) mengatakan �Tiga status Gereja.

�Hingga saatnya Tuhan datang dalam keagungan-Nya beserta semua malaikat, dan saatnya segala sesuatu takluk kepada-Nya sesudah maut dihancurkan, ada di antara para murid-Nya, yang masih mengembara di dunia, dan ada yang telah meninggal dan mengalami penyucian, ada pula yang menikmati kemuliaan sambil memandang �dengan jelas Allah Tritunggal sendiri sebagaimana ada-Nya��. �Tetapi kita semua, kendati pada taraf dan dengan cara yang berbeda, saling berhubungan dalam cinta kasih yang sama terhadap Allah dan sesama, dan melambungkan madah pujian yang sama ke hadirat Allah kita. Sebab semua orang, yang menjadi milik Kristus dan didiami oleh Roh-Nya, berpadu menjadi satu Gereja dan saling erat berhubungan dalam Dia� (LG 49).

Oleh karena tiga status Gereja (mengembara, dimurnikan, dimuliakan) diikat oleh kasih Kristus, sedangkan pengertian kasih adalah menginginkan yang baik terjadi pada orang yang dikasihi, maka semua status Gereja tersebut saling bekerja sama atas dasar kasih untuk bersatu dalam kesatuan abadi di Sorga, dan menjadi persembahan yang murni dan tak bercela. (lih. Ef 5:27). Kalau kita mengatakan bahwa kita yang berada di dunia ini tidak dapat berhubungan dengan orang-orang yang telah memasuki Sorga atau sebaliknya, maka sama saja dengan kita mengatakan bahwa tempat dan status memisahkan kita dari kasih Kristus, yang berarti bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh oleh rasul Paulus. Sebaliknya rasul Paulus mengatakan �Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.� (Rm 8:38-39)

Dari ayat ini, akan sangat sulit untuk membayangkan bahwa para kudus di Sorga berpangku tangan melihat begitu banyak penderitaan di dunia ini maupun di Api Penyucian, atau sebaliknya,Gereja yang sedang mengembara di dunia ini hanya berpangku tangan melihat penderitaan anggota keluarga Gereja yang dimurnikan di Api Penyucian. Oleh karena itu, masing-masing status Gereja tidak hanya berpangku tangan, karena bertentangan dengan kasih. Yesus mengatakan, �Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.� (Yoh 5:17) Dan di dalam Kitab Wahyu dikatakan �Ketika Ia mengambil gulungan kitab itu, tersungkurlah keempat makhluk dan kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Anak Domba itu, masing-masing memegang satu kecapi dan satu cawan emas, penuh dengan kemenyan: itulah doa orang-orang kudus.� (Why 5:8). Dari sini kita melihat bahwa Yesus tidak akan duduk diam di dalam Sorga. Para kudus juga tidak akan tinggal diam dan menikmati kebahagiaan Sorga tanpa secara aktif turut mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Oleh karena itu, masing-masing status Gereja saling membantu, di mana Gereja yang telah jaya di Sorga membantu Gereja yang menderita di Api Penyucian dan Gereja yang sedang mengembara di dunia. Sedangkan Gereja yang sedang mengembara di dunia dapat juga membantu Gereja yang sedang dimurnikan di Api Penyucian. Dan inilah yang disebut harta milik Gereja. Katekismus Gereja Katolik mengatakan:

KGK, 955 �Persatuan mereka yang sedang dalam perjalanan dengan para saudara yang sudah beristirahat dalam damai Kristus, sama sekali tidak terputus. Bahkan menurut iman Gereja yang abadi diteguhkan karena saling berbagi harta rohani� (LG 49).�

KGK, 974 �Karena semua kaum beriman membentuk satu Tubuh saja, maka harta milik dari yang satu disampaikan kepada yang lain� Dengan demikian orang harus percaya� bahwa di dalam Gereja ada pemilikan bersama� Yang paling utama dari semua anggota Gereja adalah Kristus, karena Ia adalah Kepala� Jadi milik Kristus dibagi-bagikan kepada semua anggota, dan pembagian ini terjadi oleh Sakramen-Sakramen Gereja� (Tomas Aqu., symb. 10). �Kesatuan Roh, yang olehnya [Gereja] dibimbing, mengakibatkan bahwa apa yang telah ia terima, menjadi milik bersama semua orang� (Catech. R. 1, 10,24).�

Gereja Katolik diberikan kekuasaan oleh Kristus untuk mengampuni dosa

Bagaimana masing-masing status Gereja (mengembara, dimurnikan, dimuliakan) dapat saling membantu? Gereja yang telah dimuliakan, yang terdiri dari orang-orang kudus, dapat membantu dengan doa-doa mereka, karena doa orang yang benar besar kuasanya (Yak 5:16). Sedangkan Gereja yang sedang mengembara di dunia ini dapat membantu sesama anggota Gereja yang masih mengembara di dunia dan anggota yang sedang dimurnikan, sehingga dapat bersatu dengan Gereja yang telah dimuliakan. Untuk tugas inilah, Kristus sendiri telah memberikan kuasa kepada Gereja. Pertama Kristus memberikan kuasa-Nya kepada Petrus dan para penerusnya, dengan mengatakan, �Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.�(Mt 16:19). Dan kepada para murid-Nya yang diteruskan oleh para imam, Kristus mengatakan, �Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: �Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.�(Yoh 20:22-23) Semua kuasa-kuasa ini diberikan oleh Kristus kepada Gereja-Nya, sebagai Tubuh mistik Kristus, sehingga Gereja dapat mengantar seluruh anggotanya kepada persatuan abadi dengan Kristus. Oleh karena itu, Gereja juga diberikan kuasa untuk mengatur seluruh kuasa yang diberikan oleh Kristus. Kekuasaan yuridiksi ini diberikan oleh Kristus kepada Gereja untuk mengatur harta kekayaan rohani.

Indulgensi adalah manifestasi dari harta kekayaan rohani Gereja.

Pengaturan harta kekayaan rohani ini adalah bersumber pada Kristus dan para kudus. Seperti yang kita ketahui, bahwa kurban Kristus di kayu salib, bukan hanya cukup untuk menebus dosa manusia, namun merupakan penebusan yang berlimpah.[4] Rahmat berlimpah dari Kristus tidaklah kurang untuk memberikan rahmat kepada seluruh umat manusia, namun Rasul Paulus menekankan seluruh umat beriman untuk turut berpartisipasi dalam sengsara Kristus, dengan mengatakan, �Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat� (Kol 1:24). Para Santa-santo menjawab panggilan ini dengan sempurna mengikuti apa yang dilakukan oleh Kristus. Oleh karena itu, harta kekayaan rohani yang bersumber pada Kristus dan kekudusan dari para Santo-santa, mengalir secara melimpah kepada seluruh anggota Gereja. Dan distribusi kekayaan harta rohani ini dilakukan oleh Gereja, yaitu dengan indulgensi. Dengan indulgensi, Gereja memohon kepada Tuhan agar mengangkat siksa dosa sementara (seluruhnya atau sebagian) bagi orang-orang yang berada di dunia ini maupun yang berada di Api Penyucian, berdasarkan akan harta kekayaan Gereja dan kuasa yang diberikan oleh Kristus kepada Gereja-Nya.

Definisi indulgensi

Dari pemikiran di atas, mari sekarang kita masuk dalam definisi indulgensi. Secara jelas, Gereja mendefinisikan indulgensi sebagai berikut:

KGK, 1471: �Indulgensi adalah (1) penghapusan siksa-siksa temporal di depan Allah untuk (2) dosa-dosa yang sudah diampuni. (3) Warga beriman Kristen (4) yang benar-benar siap menerimanya, di bawah persyaratan yang ditetapkan dengan jelas, memperolehnya dengan (5) bantuan Gereja, yang sebagai pelayan penebusan membagi-bagikan dan memperuntukkan kekayaan pemulihan Kristus dan para kudus secara otoritatif�. �Ada indulgensi (6) sebagian atau seluruhnya, bergantung dari apakah ia membebaskan dari siksa dosa temporal itu untuk sebagian atau seluruhnya.� Indulgensi dapat diperuntukkan (7) bagi orang hidup dan orang mati (Paulus VI, Konst. Ap. �Indulgentiarum doctrina� normae 1-3).

KHK, 992: �Indulgensi adalah penghapusan di hadapan Allah hukuman-hukuman sementara untuk dosa-dosa yang kesalahannya sudah dilebur, yang diperoleh oleh orang beriman kristiani yang berdisposisi baik serta memenuhi persyaratan tertentu yang digariskan dan dirumuskan, diperoleh dengan pertolongan Gereja yang sebagai pelayan keselamatan, secara otoritatif membebaskan dan menerapkan harta pemulihan Kristus dan para Kudus.�

Dari definisi di atas, maka kita dapat menyimpulkan beberapa hal berikut ini:

1) Penghapusan siksa dosa temporal: berarti bahwa indulgensi tidak dapat merubah keputusan Tuhan bagi orang-orang yang berada di siksa dosa abadi atau neraka. Oleh karena itu, indulgensi hanya dapat diterapkan bagi orang-orang yang masih hidup di dunia ini dan juga yang masih berada di Api penyucian. Dengan indulgensi, orang-orang yang masih hidup di dunia ini dapat menghindari siksa dosa sementara (di Api Penyucian)

2) Dosa-dosa yang sudah diampuni: berarti indulgensi mensyaratkan dosa-dosa yang sudah diampuni dan bukan dosa yang akan datang. Ini berarti pada waktu kita mendapatkan indulgensi dan kemudian berdosa lagi, maka kita juga perlu untuk mendapatkan indulgensi lagi untuk menghapuskan siksa dosa temporal.

3) Warga beriman Kristen: dalam hal ini adalah umat yang telah dibaptis. Kita tahu bahwa Sakramen Baptis adalah gerbang untuk semua sakramen dan berkat-berkat yang lain. Persyaratan yang lain adalah tidak terkena ekskomunikasi, dan dalam kondisi rahmat pada waktu melaksanakan indulgensi yang ditetapkan.[5]

4) Yang benar-benar siap menerimanya, di bawah persyaratan yang jelas: Ini berarti Gereja tidak mengharuskan seseorang untuk menerima indulgensi. Namun Gereja memberikan kesempatan yang begitu banyak, sehingga umat beriman dapat menarik manfaatnya dari berkat ini. Dan Gereja juga memberikan persyaratan yang jelas tentang bagaimana untuk memperoleh indulgensi.

5) Dengan bantuan Gereja: Telah dibahas di atas bahwa Yesus sendiri yang memberikan kuasa kepada Gereja untuk memberikan indulgensi kepada umat Allah melalui Gereja. Indulgensi ini hanya dapat diberikan oleh Paus dan orang-orang yang mempunyai kuasa oleh hukum yang diberikan oleh Paus.[6]

6) Sebagian atau seluruhnya: Lama dari siksa dosa sementara di Purgatorium tidak dapat ditentukan jangka waktunya. Gereja Katolik hanya memberikan indulgensi kepada umat sebagian atau seluruhnya, di mana sebagian berarti mengurangi waktu yang harus dijalankan di Purgatorium, sedangkan seluruhnya berarti dibebaskan dari Purgatorium.

(7) bagi orang hidup dan orang mati, artinya indulgensi dapat diberikan kepada orang yang mendoakan (yang masih hidup di dunia) dan orang mati (yang didoakan, yang sudah meninggal dunia, dan sedang mengalami proses pemurnian di Purgatorium/Api Penyucian).

Karena begitu pentingnya indulgensi dalam mencapai tujuan akhir, maka Gereja mengharuskan seluruh umat beriman untuk percaya akan dogma indulgensi. Konsili Trente mengatakan, �Terkutuklah kepada siapa yang mengatakan bahwa indulgensi adalah tidak berguna atau mengatakan bahwa Gereja tidak mempunyai kuasa untuk memberikannya.�[7]

Perkembangan dari indulgensi

Perkembangan dari indulgensi dapat ditelusuri sejalan dengan perkembangan dari Sakramen Pengakuan Dosa. Pada awal perkembangannya, umat beriman harus mengaku dosa di depan umum dan kemudian uskup setempat memberikan suatu hukuman yang berat. Sebagai contoh orang yang melakukan dosa kemurtadan dapat dihukum selama tujuh tahun. Dan selama periode itu, orang tersebut harus melakukan penitensi, yang berat, seperti: berpantang dan berpuasa, berlutut dan berdoa di depan gereja, tidak diperkenankan untuk menerima Tubuh Kristus di dalam perayaan Ekaristi, dll. Namun, orang beriman yang lain dapat turut berpartisipasi untuk turut melakukan penitensi bagi orang tersebut, sehingga hukuman tersebut dapat diperingan. Hal ini juga diperkuat dengan para rahib yang dengan sukarela membantu orang-orang yang sedang sakit namun harus menjalankan penitensi. Semua ini membuktikan akan adanya ikatan dalam satu keluarga Tuhan.

Di abad 11, Paus Urban II pada tahun 1095, memberikan indulgensi bagi orang-orang yang memperjuangkan tanah suci. Dan di abad ke 15, Paus Callistus III (1457) dan Paus Sixtus IV (1476) memberikan indulgensi kepada orang yang telah meninggal, yang masih berada di Api Penyucian.[8] Para teolog skolastik mendukung adanya kemungkinan untuk menerapkan indulgensi pada orang yang telah meninggal.[9] Kita telah melihat di atas, bahwa persatuan umat Allah tidak dapat dipisahkan oleh maut sekalipun. Oleh karena itu, adalah hal yang logis, kalau indulgensi bukan hanya diperuntukkan untuk orang yang masih hidup, namun juga orang yang telah meninggal, yang tetap menjadi bagian dari Gereja yang menderita, di Api Penyucian.

Bagaimana untuk mendapatkan indulgensi?

Mari, sekarang kita melihat, bagaimana seseorang dapat menerima indulgensi. Indulgensi dapat diberikan kepada seorang Katolik yang berada dalam kondisi rahmat (in a state of grace). Karena indulgensi adalah pengampunan yang diberikan oleh Kristus melalui Gereja-Nya, maka orang yang menerimanya harus berada di dalam Gereja-Nya. Kondisi rahmat diperlukan karena tanpa rahmat Tuhan, maka semua perbuatan yang dilakukan tidak mungkin berkenan di hadapan Allah. Dan sama seperti orang yang ingin mendapatkan pengampunan harus menyatakan niatnya itu di hadapan Tuhan, maka orang yang ingin mendapatkan indulgensi harus mempunyai intensi untuk mendapatkannya dan melakukan apa yang harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang digariskan di dalam indulgensi.

Bagaimana untuk mendapatkan indulgensi penuh?

Seperti yang telah dijelaskan di atas, indulgensi dapat berupa indulgensi penuh dan indulgensi sebagian. Untuk mendapatkan indulgensi penuh, secara umum seseorang harus melakukan 1) pengakuan dosa dalam sakramen Pengakuan dosa, 2) berpartisipasi dalam perayaan Ekaristi Kudus, 3) berdoa untuk intensi Paus, 4) melakukan apa yang ditentukan dalam ketentuan indulgensi dan melakukannya dengan hati yang menyesal, 5) bebas dari keterikatan akan dosa � bukan hanya dosa berat, namun juga dosa ringan. Kondisi terakhir inilah yang memang paling sulit untuk dilakukan. Jika hal ini tidak dipenuhi, maka seseorang akan mendapatkan indulgensi sebagian.

Bagaimana untuk mendapatkan indulgensi sebagian?

Beberapa hal di bawah ini adalah cara untuk mendapatkan indulgensi sebagian menurut the Handbook of Indulgences (New York: Catholic Book Publishing, 1991)

1) Doa (spiritual communion) yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.

2) Doa meditasi (mental prayer) yang dilakukan dengan teratur dan sungguh-sungguh.

3) Doa rosario yang dilakukan di gereja atau kapel atau dilakukan dalam keluarga, komunitas religius, atau komunitas yang lain.

4) Membaca Alkitab dengan penuh devosi dan hormat karena Alkitab adalah Sabda Tuhan dan sebagai bacaan rohani. Kalau membaca Alkitab dilakukan secara teratur minimal setengah jam, maka seseorang akan mendapatkan indulgensi penuh, jika kondisi yang lain juga dipenuhi.

5) Membuat tanda salib dengan sungguh-sungguh.

Menjawab beberapa keberatan indulgensi

Berikut ini mungkin adalah beberapa keberatan yang sering diajukan mengenai dogma indulgensi.

Keberatan (1): Upah dosa adalah maut, oleh karena itu tidak ada Api penyucian, yang ada hanyalah surga dan neraka.

Karena umat Kristen non-Katolik percaya bahwa hanya ada dua alternatif setelah kematian, maka indulgensi tidaklah diperlukan dan tidak berguna. Bagi orang yang telah masuk surga tidak memerlukan doa dan pengampunan, sedangkan bagi orang yang masuk neraka maka doa tidak akan mengubah keadaan mereka. Untuk menjawab keberatan ini, tidak ada cara lain kecuali mencoba menerangkan dari konsep dosa, yang memang terbagi menjadi dua seperti yang diajarkan dalam Kitab Suci. Pembahasan lengkap tentang hal ini, silakan membaca artikel tentang �Masih perlukah Sakramen Pengakuan Dosa � Bagian 1� (silakan klik). Dan dari pengertian akan dosa yang tidak membawa maut, maka Gereja Katolik mengenal adanya dogma �Api Penyucian�. Untuk menerangkan tentang dogma Api Penyucian, silakan untuk membaca artikel �Bersyukurlah, ada Api Penyucian!� (silakan klik).

Keberatan (2): Kristus telah membayar seluruh dosa kita, sehingga kita tidak perlu untuk membayarnya.

Dengan indulgensi seolah-olah penebusan Kristus tidaklah cukup untuk membayar seluruh dosa umat manusia. Lebih lanjut, karena umat Kristen percaya akan �hanya iman saja yang menyelamatkan/ sola fide� (lih. Rm 3:28; Rm 4:3-5; Rm 5:1-9, Ef 2:8), maka akan sulit menerima konsep indulgensi. Untuk menjawab keberatan ini, maka harus dimengerti bahwa indulgensi bukanlah membebaskan seseorang dari siksa dosa abadi atau neraka, namun dari siksa dosa sementara di Purgatorium. Dan semua jiwa yang ada di Purgatorium pasti masuk surga, hanya jiwa-jiwa tersebut perlu membersihkan diri mereka. Dan kalaupun kita masuk ke dalam Surga, maka semuanya itu adalah merupakan berkat dari Tuhan.

Keberatan (3): Indulgensi membuat pengorbanan Kristus seolah-olah tidak cukup.

Untuk memahami keberatan ini, maka ada suatu konsep mendasar yang berbeda antara Gereja Katolik dan non-Katolik, yaitu konsep mediasi (pengantaraan) dan partisipasi. Gereja Katolik, sama seperti gereja yang lain percaya bahwa pengorbanan Kristus di kayu salib bukan hanya cukup namun sungguh berlimpah, karena dilakukan oleh Kristus dengan didasari kasih yang sempurna. Prinsip mediasi dan partisipasi merupakan suatu prinsip bahwa seluruh bagian dari Tubuh Mistik Kristus berpartisipasi di dalam karya keselamatan Allah. Pada waktu kita dibaptis, kita sebenarnya juga menerima mandat dari Kristus untuk menjadi nabi, imam dan raja. Mandat ini merupakan partisipasi di dalam Kristus, tanpa mengurangi peran Kristus sendiri. Inilah sebabnya rasul Paulus mengatakan �Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat [=ekklesia/Gereja]� (Kol 1:24).

Kita tahu bahwa tidak ada yang kurang dalam penderitaan Kristus, karena penebusan Kristus adalah sempurna. Namun Rasul Paulus mengatakan bahwa dia turut berpartisipasi dalam membangun tubuh Kristus, yaitu Gereja. Bukan karena penebusan Kristus kurang sempurna, namun Kristus sendiri yang menginginkan agar kita semua turut berpartisipasi dalam karya penyelamatan. Tubuh Mistik Kristus atau Gereja adalah Gereja yang satu � yang terdiri dari Gereja yang mengembara di dunia ini, Gereja yang menderita di Purgatorium, dan Gereja yang jaya di Surga � semuanya terikat dalam kasih untuk membangun Gereja. (lih. Lumen Gentium, 49) Oleh karena itu, indulgensi yang melepaskan seseorang dari siksa dosa sementara di Purgatorium merupakan perbuatan kasih yang begitu nyata. Gereja yang sedang mengembara di dunia ini dan Gereja yang jaya dapat turut mendoakan Gereja yang sedang menderita di Purgatorium, sehingga karena belas kasih Allah, maka mereka dapat diangkat ke Surga.

Bukankah kalau ada salah satu anggota dari keluarga kita ada yang kesulitan, maka seluruh anggota keluarga juga turut membantu?

Keberatan (4): Indulgensi seolah-olah hanya memperhatikan sesuatu yang sifatnya lahiriah.

Mungkin ada sejumlah orang yang berkeberatan dengan indulgensi karena dianggap bertentangan dengan ajaran Kitab Suci, yaitu agar kita tidak mempercayai hal-hal yang bersifat lahiriah (Flp 3:1-11). Untuk menjawab keberatan ini, mungkin kita perlu melihat definisi dari indulgensi sendiri yang menekankan akan persyaratan untuk menerima indulgensi, yaitu �untuk dosa-dosa yang sudah diampuni�. Dan untuk menerima indulgensi-pun mesnysratkan sikap batin yang sesuai, yaitu pertobatan. Artinya, tindakan yang terlihat sebagai suatu persyaratan dalam indulgensi adalah merupakan suatu ekspresi dari apa yang ada di dalam hati. Bukankah kalau seseorang menyanyi dengan sukacita bagi Tuhan, adalah suatu ekspresi apa yang ada di dalam hati, yaitu hati yang ingin memuji Tuhan?

Atau kalau seseorang mempunyai dosa mencuri dan kemudian orang itu tertangkap oleh polisi, maka walaupun orang tersebut telah meminta ampun kepada Tuhan, dia tetap harus menjalankan hukuman, misalnya didenda atau dipenjara. Proses ini sama seperti indulgensi, di mana umat Katolik meminta ampun kepada Tuhan dalam Sakramen Tobat, dan kemudian indulgensi adalah untuk membayar siksa dosa sementara.

Keberatan (5): Gereja tidak mempunyai kuasa untuk mengampuni siksa dosa sementara.

Ada yang berpendapat bahwa Gereja tidak mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa maupun menghapus/ melepaskan siksa dosa sementara. Namun pendapat ini tidaklah tepat, karena Gereja sebenarnya diberi mandat oleh Kristus sendiri untuk mengampuni dosa (Yoh 20:23), mengikat dan melepaskan dosa (Mt 16:19). Kalau kita memperhatikan, sebenarnya hampir semua gereja beranggapan bahwa dengan dibaptis, maka seseorang menerima pengampunan dosa. Dalam hal ini maka gereja-gereja tersebut sebenarnya meyakini konsep mediasi, di mana Gereja menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk mengampuni dosa orang yang dibaptis. Kalau kita setuju bahwa Tuhan memberikan kuasa yang lebih besar untuk mengampuni dosa lewat Gereja dan Gereja Katolik diberikan kuasa untuk mengikat dan melepaskan dosa, maka adalah sangat wajar jika ini juga termasuk kuasa yang lebih kecil, yaitu untuk mengampuni akibat dosa lewat indulgensi.

Indulgensi, harta Gereja yang membantu umat Allah untuk bersatu dengan Tuhan.

Dari semua pemaparan di atas, kita melihat bahwa kita sebenarnya harus bersyukur atas harta kekayaan rohani Gereja, yaitu rahmat yang mengalir dari misteri Paskah Kristus kepada anggota-anggota Tubuh-Nya. Dan kita juga mensyukuri rahmat para kudus, yang berpartisipasi dalam penderitaan Kristus, sehingga dapat menambah harta kekayaan rohani Gereja. Pada saat yang bersamaan, kita semua juga dipanggil untuk mengisi pundi-pundi kekayaan rohani Gereja dengan hidup kudus, seperti yang dikehendaki oleh Kristus sendiri. Dan rahmat yang berlimpah ini dipercayakan oleh Kristus kepada Gereja agar dibagikan kepada umat Allah, sehingga dapat membawa umat kepada persatuan abadi dengan Allah di Sorga. Selanjutnya, Gereja menggunakan wewenang yang dipercayakan oleh Kristus, dengan indulgensi. Mari, kita bersama-sama mensyukuri dan menggunakan indulgensi ini dengan sebaik-baiknya.

CATATAN KAKI:

1. Reverend Peter M.J. Stravinskas, Ph.D., S.T.L. Our Sunday Visitor�s Catholic Dictionary. Copyright � 1994, Our Sunday Visitor: Guilt (GIHLT): (From Anglo-Saxon gylt: sin or offense) The condition of an individual who has committed some moral wrong and is liable to receiving punishment as a consequence of wrongdoing. [?]
2. Pembahasan lengkap tentang topik ini silakan membaca artikel �Masih perlukah sakramen pengakuan dosa bagian 1? � silakan klik [?]
3. Lihat KGK, 1031, 1472, 1861 [?]
4. lih. St. Thomas Aquinas, Summa Theology, III, q.46, a.2-3 [?]
5. Kanon 996: Kan. 996 � � 1. Agar seseorang mampu memperoleh indulgensi haruslah ia sudah dibaptis, tidak terkena ekskomunikasi, dalam keadaan rahmat sekurang-kurangnya pada akhir perbuatan-perbuatan yang diperintahkan. � 2. Namun agar orang yang mampu itu memperolehnya, haruslah ia sekurang-kurangnya mempunyai intensi untuk memperolehnya dan melaksanakan perbuatan-perbuatan yang diwajibkan, pada waktu yang ditentukan dan dengan cara yang semestinya, menurut petunjuk pemberian itu. [?]
6. Lihat Kan 995 [?]
7. Konsili Trente, sesi 25, Dekrit tentang Indulgensi/ Decree on Indulgences [?]
8. Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma (Rockford, Illinois: Tan Books & Publishers, 1974), hal. 444 [?]
9. St. Thomas Aquinas, Suppl, 71, 10 [?]

Sumber :
http://katolisitas.org/2193/indulgensi-harta-kekayaan-gereja

Friday, July 13, 2012

Pertobatan Sebuah Cara Untuk Memulihkan Relasi Dengan Allah



Sebagai umat Katolik kita mengimani bahwa Tuhan Yesus telah mendelegasikan kuasa pengampunan kepada imam. Harus diingat, bahwa ketika datang untuk mengaku dosa, kita datang  mengaku pada Tuhan Yesus bukan pada pribadi imam. Sebagaimana yang terjadi ketika Ekaristi pada saat konsekrasi, Tuhan Yesus  juga�meminjam pita suara� imam pada saat Sakramen Tobat, sehingga kata-kata  absolusi atau pengampunan yang diucapkan oleh imam, sebenarnya merupakan ucapan Yesus sendiri.

Sakramen Tobat harus dirayakan dengan penuh hormat dengan terlebih dahulu memeriksa batin kita. Jangan pernah menyiapkan Sakramen Tobat dengan asal-asalan, tanpa memeriksa batin.Sakramen Tobat hendaknya dipandang bukan sebagai sarana untuk mencuci jiwa kita dari dosa melainkan sebagai bentuk sesal kita apabila kita telah melukai Tuhan. Jadi, pengakuan dosa mengandaikan adanya RELASI PRIBADI DENGAN TUHAN. Bagaimana kita tahu kalau kita melukai hati Tuhan?

Berkat Sakramen Baptis, maka Roh Kudus berdiam di hati kita. Ia akan membimbing kita kepada seluruh kebenaran. Tidak mungkin Roh Kudus menolak untuk memberitahu dosa-dosa kita, jikalau kita memang berniat mengakuinya dengan tulus. Dalam pemeriksaan batin, kita menyerahkan hati nurani pada Roh Kudus karena "Di lubuk hati nuraninya manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri, tetapi harus ditaatinya. Suara hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan untuk menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara itu menggemakan dalam lubuk hatinya: jauhkanlah ini, elakkanlah itu. Sebab dalam hatinya manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu,... Hati nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya; di situ ia seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam batinnya" (GS 16). KGK 1776

Sesuatu yang indah dalam Gereja Katolik adalah bahwa keseluruhan keberadaan kita sebagai manusia, yaitu jiwa dan raga kita, dapat terlibat dalam karya penyelamatan Allah lewat Sakramen.  Manusia adalah makhluk jasmani sekaligus rohani. Kita mendengar bisikan Roh Kudus yg lembut dan menyadarkan kita akan dosa lewat telinga hati kita, kemudian kita mendengar suaraNya kembali dengan suara yg jelas lewat telinga jasmani kita, yaitu melalui suaraNya dalam Pribadi yang lain, melalui Pribadi Putra, yang mengampuni kita dengan perantaraan imam.

Seturut Katekismus Gereja Katolik (KGK 1454) yang berkata, �Sangat dianjurkan, agar orang mempersiapkan diri untuk penerimaan Sakramen Pengampunan, melalui pemeriksaan batin dalam terang Sabda Allah. Teks-teks yang paling cocok untuk itu terdapat di dalam nasihat-nasihat moral dari Injil-Injil dan surat-surat para Rasul: dalam khotbah di bukit dan nasihat para Rasul Bdk. misalnya Rm 12-15; 1 Kor 12-13; Gal 5; Ef 4-6.. �maka panduan-panduan yang digunakan untuk memeriksa batin dapat berdasar pada Sepuluh Perintah Allah, Lima Perintah Gereja, Tujuh Dosa Pokok, Empat Dosa yang Teriakannya Sampai ke Surga, Enam Dosa melawan Roh Kudus, Sembilan Cara Membuat Orang Lain Berdosa.

Berapa Kali Aku Melakukannya dalam 1 Bulan/Minggu/Hari Sejak Terakhir Kali Aku Mengaku Dosa?

Sepuluh Perintah Allah

Perintah Pertama
1.            Menyangkal atau meragukan iman?
2.            Menggerutu pada Allah?
3.            Putus asa dalam belas kasihanNya?
4.            Melewatkan doa harian pribadi?
5.            Pergi beribadah di tempat lain?
6.            Berbicara menentang imam, Gereja, atau iman Katolik?
7.            Pergi ke peramal?
8.            Terlibat dengan okultisme (kuasa gelap)?
9.            Terlibat praktik takhyul?
10.          Terlibat materialisme?
11.          Memilih secara bebas untuk berbuat jahat?
12.          Membaca buku yg bertentangan dengan iman?


Perintah kedua
1.            Mengutuk dengan menggunakan nama Tuhan/Yesus?
2.            Mengatakan pada orang lain: allah mengutukmu?
3.            Mengutuk anak/istri/suami?
4.            Mengutuk di depan anak kecil (sehingga memberi teladan buruk)?
5.            Bersumpah dengan terburu-buru?
6.            Memprovokasi orang lain untuk mengutuk?
7.            Tidak mencegah diriku sedapat mungkin untuk mengutuk?
8.            Berbicara menentang orang kudus, praktik-praktik kesalehan?

Perintah Ketiga
1.            Melewatkan Misa dan Hari Raya Wajib karena kesalahanku sendiri?
2.            Melewatkan Hari Mainggu dan Hari Raya Wajib dengan aktivitas dosa?
3.            Terlambat mengikuti Misa karena kesalahan sendiri?
4.            Tidak berkonsentrasi ketika Misa?
5.            Bekerja di hari Minggu / Hari Raya Wajib, walaupun sebenarnya tidak perlu?

Perintah Keempat
Untuk Anak
1.            Tidak menaati mereka?
2.            Membuat mereka marah?
3.            Menggunakan kata-kata kasar yang menghina?
4.            Menyia-nyiakan gaji yang kuperoleh yang seharusnya bisa kuberikan pada mereka?
5.            Tidak mendukung (atau menopang kehidupan) mereka?
6.            Memprovokasi saudara/i untuk melawan mereka?
7.            Mengabaikan untuk mengabari mereka (jika terpisah jauh)? Tidak mengirim bantuan?
8.            Mengabaikan mereka dalam sakit dan pada waktu mati?

Untuk Suami/Ayah
1.            Mendukakan atau menganiaya istri?
2.            Menuduh istri?
3.            Lalai menghidupi keluarga?
4.            Memberi contoh buruk pada anakku?
5.            Lalai mengkoreksi kesalahan anakku?
6.            Lalai mengajarkan agama?
7.            Ikut campur (tidak mendukung) terhadap panggilan religius yang mereka rasakan?

Untuk Istri
1.            Tidak menaati suamiku?
2.            Menyebabkan anakku tidak menghormati ayah mereka?
3.            Membicarakan kesalahan suamiku pada anak dan tetangga dengan tujuan tidak baik?
4.            Lalai mengkoreksi kesalahan anakku?
5.            Memberi contoh buruk pada anakku?
6.            Lalai mengajarkan agama?
7.            Ikut campur (tidak mendukung) terhadap panggilan religius yang mereka rasakan?


Perintah Kelima
1.            Aku marah?
2.            Aku menyebabkan orang lain marah?
3.            Bertengkar atau beradu mulut (tidak dengan tujuan baik)?
4.            Menginginkan kematian orang lain
5.            Menyebarkan kebencian pada orang lain?
6.            Menyetujui atau menggunakan alat kontrasepsi?
7.            Menolak untuk berdamai dengan orang lain?
8.            Lalai sehingga menyebabkan orang lain meninggal?
9.            Membuat malu  keluarga, sekolah, komunitas,atau Gereja?
10.          Menyebarkan kabar bohong tentang orang lain?
11.          Membuat orang lain berdosa dengan perkataan atau contoh hidup?
12.          Menggunakan narkoba?


Perintah Keenam dan Kesembilan
1.            Melakukan seks pranikah,termasuk oral seks?
2.            Menikmati pikiran kotor?
3.            Memiliki keinginan kotor?
4.            Berbicara yang tidak senonoh?
5.            Mengumbar dosa ketidakmurnian?
6.            Menyanyikan atau mendengarkan lagu yang tidak senonoh?
7.            Membaca buku atau tulisan yang tidak senonoh?
8.            Berpenampilan tidak senonoh?
9              Menyimpan, mempertunjukan, atau melihat pornografi?
10.          Pergi ke tempat yang menawarkan hiburan tidak senonoh?
11.          Melakukan tindakan tidakan senonoh?
12.          Melakukan seks sesama jenis?
13.          Melakukan tindakan senonoh seorang diri (melakukan masturbasi)?

Perintah Ketujuh dan Kesepuluh
1.            Mencuri barang?Senilai?
2.            Menimbulkan kerusakan barang, menipu perusahaan asuransi?
3.            Mengambil uang dari pegawaiku?
4.            Mencuri uang sekian namun hanya mengembalikan sekian, walau aku mampu?
5.            Aku membuang-buang waktu dalam pekerjaan?
6.            Mencelakakan orang lain dalam pekerjaan mereka?
7.            Dengan sengaja melalaikan pembayaran rekening atau utang?
8.            Memalsukan ukuran kuantitas?
9.            Menipu mereka yang saya pekerjakan?
10.          Tidak mendistribusikan upah pegawai dengan adil?
11.          Menginginkan milik sesama secara tidak adil?


Perintah Kedelapan
1.            Berkata bohong?
2.            Pembunuhan karakter dengan menyebar fitnah?
3.            Menimbulkan masalah dalam pergaulan?
4.            Dengan sengaja berbohong untuk menyakiti sesama?
5.            Membocorkan kesalahan orang lain, walaupun sebenarnya tidak perlu?
6.            Dengan sengaja melanggar janji?
7.            Memfitnah orang lain?
8.            Mendorong orang yang melakukan fitnah?
9.            Gagal memperbaiki dosa perkataan?

Lima Perintah Gereja
1.            Melalaikan pengakuan dosa minimal setahun sekali dan komuni pada Masa Paskah?
2.            Melakukan pernikahan yang berlawanan dengan hukum Gereja?
3.            Tidak mendukung Gereja, padahal mampu?
4.            Tidak berpantang dan berpuasa pada hari yang ditentukan?
5.            Menyebabkan orang lain tidak berpantang atau berpuasa?

Tujuh Dosa Pokok
1.            Apa aku rakus?
2.            Memiliki kebiasaan mabuk-mabukan?
3.            Menyebabkan orang lain mabuk-mabukan?
4.            Malas-malasan dalam latihan rohani?
5.            Apa aku malas?
6.            Apa aku iri?
7.            Apakah aku ingin menikmati kesenangan-kesenangan yang melanggar kemurnian?
8.            Apa aku terobsesi pada materi?
9.            Apa aku terobsesi untuk balas dendam?
10.          Apakah aku kurang rendah hati?

Empat Dosa yang Teriakannya Sampai ke Surga
1.            Apa aku melakukan pembunuhan terncana (termasuk aborsi)?
2.            Apa aku melakukan dosa sodom (hubungan sex yang tidak wajar)?
3.            Apa aku menekan orang miskin?
4.            Apa aku menahan upah pegawai/buruh?

Enam Dosa melawan Roh Kudus
1.            Melakukan dosa dengan anggapan bahwa Allah pasti mengampuni?
2.            Begitu putus asa sampai tidak percaya kerahiman Allah?
3.            Menyerang atau mempertanyakan kebenaran yang sudah diketahui?
4.            Iri hati akan keutamaan orang lain?
5.            Enggan untuk menolak sesuatu (padahal diriku sudah tahu kalau itu dosa)?
6.            Menolak rahmat Roh Kudus pada waktu mendekati ajal?

Sembilan Cara Membuat Orang Lain Berdosa
1.            Menasihati orang untuk berbuat dosa?
2.            Memerintahkan orang untuk berdosa?
3.            menyetujui orang berbuat dosa?
4.            Memprovokasi orang agar berdosa?
5.            Memuji orang yang berbuat dosa?
6.            Menutup mulut demi menyembunyikan dosa orang?
7.            Terlibat aktif dalam dosa orang?
8.            Diam saja apabila ada orang berbuat dosa?
9.            Mencoba untuk merasionalisasi dosa yang akan dilakukan atau dilakukan orang?

Bagaimana Sebaiknya Kita Mengaku Dosa?
Pengakuan dosa yang baik, yaitu melalui pemeriksaan batin, membuat kita mampu MENGHITUNG JUMLAH DOSA kita. Jangan menyembunyikan dosa atau membuat imam menjadi salah paham akan dosa kita ssehingga tidak tepat menilai keadaan jiwa kita. Berikut merupakan contoh pengakuan dosa yang tidak baik, yang kemungkinan besar tidak diawali dengan pemeriksaan batin yang sungguh.

Imam    : Kapan Anda terakhir kali mengaku dosa?
Peniten : Sudah lama
I     : Berapa lama?
P    : Beberapa tahun yang lalu.
I     : Tolong katakan dengan jelas
P     : Yaah,sekitar lima tahun yg lalu
>> Peniten seharusnya langsung berkata bahwa pengakuannya yang terakhir adalah lima tahun yg lalu. Yang penting kita berusaha mengingat semampu kita dalam pemeriksaan batin.

Imam    : Dosa apa saja yang Anda buat sejak itu?
Peniten : Banyak, Romo.
I      : Apa kau pernah mengutuk?
P     : Ya.
I      : Seberapa sering? Dan apa yang kau katakan?
P     : Ah, tidak terlalu sering.
I      : Berapa kali Anda mengucapkan nama Yesus dengan sembarangan?
P     : Sering dalam beberapa hari dan tidak sama sekali dalam beberapa hari lainnya.
I      : Tolong diperjelas berapa kali?
P    : Saya mengutuk, berkata bohong, tidak pergi ke misa, berpikiran buruk, dan marah   beberapa kali.Itu saja.

Pengakuan seperti ini salah, karena terlalu umum.  Bagaimana bisa seorang Imam menilai kondisi jiwa peniten? Peniten berkata telah mengutuk, namun tidak jelas mengatakan berapa kali. Peniten berkata bahwa ia tidak menghadiri Misa, namun berapa kali ia melakukannya dan dalam kondisi yang bagaimana ia menjadi lalai, tidak ia katakan. Hal semacam ini sebaiknya dihindari. Kita harus mengaku dosa secara JELAS walaupun tidak sampai harus dengan RINCI (misal:tidak perlu menyebut nama orang lain dalam pengakuan).Hindari kata-kata kadang-kadang, lumayan sering, sangat sering. Jika masih tidak bisa mengingat katakanlah dalam PERKIRAAN JUMLAH (misal:kira-kira lima kali).

Pengakuan dosa dapat dilakukan untuk dosa macam apa saja, berat (mortal) atau ringan (venial). Mengaku dosa ringan, dapat membantu seorang Katolik untuk bertahan di jalan kekudusan. Tidak ada ketentuan frekuensi mengaku dosa. Namun ada baiknya pengakuan dosa dilakukan secara rutin. Entah sebulan sekali, dua minggu sekali, tergantung bagaimana relasi Anda dengan Allah. Mendiang Beata Ibu Teresa dan mendiang Paus Yohanes Paulus II mengaku dosa seminggu sekali, bahkan St. Thomas Aquinas mengaku dosa setiap hari.

Tags

Renungan (53) Sejarah Gereja (45) Kepausan (42) Katekese (40) Para Kudus (39) Berita Katolik (37) Ekaristi (36) Kitab Suci (33) Yesus Kristus (33) Doa dan Hymne (30) Liturgi (29) Apologetik (26) Renungan Cerdas (25) Fransiskus (22) Santa Maria (22) Artikel Lain (19) Dokumen Gereja (19) Gereja Katolik (19) Katekese Liturgi (17) Ajaran Gereja Katolik (16) Komuni Kudus (16) Paskah (16) Benediktus XVI (13) Dasar Iman Katolik (13) Kisah Nyata (13) Renungan Poltik (13) Natal (11) Kompendium Katolik (10) Bapa Gereja (9) Katolik Indonesia (9) Katolik Timur (9) Petrus (9) Roh Kudus (9) Sakramen Gereja Katolik (9) Allah Tritunggal (8) Perayaan Ekaristi (8) Prapaskah (8) Prodiakon (8) Tradisi (8) Kesaksian (7) Pemazmur (7) Sakramen Ekaristi (7) Tuhan Allah (7) Adven (6) Kematian (6) Liturgi dan Kaum Muda (6) Misdinar (6) Paduan Suara Gereja (6) Pekan Suci (6) Rabu Abu (6) Ajaran Gereja (5) Hari Peringatan (5) Hari Pesta / Feastum (5) Kamis Putih (5) Maria Bunda Allah (5) Perayaan Natal (5) Piranti Liturgi (5) Seputar Liturgi (5) Tritunggal (5) EENS (4) Ibadat Kematian (4) Ibadat Peringatan Arwah (4) Katekismus Gereja (4) Maria Diangkat Ke Surga (4) Minggu Palma (4) Misa Jumat Pertama (4) Misa Latin (4) Nasihat Bijak (4) Nyanyian Liturgi (4) Pentakosta (4) Sakramen Perkawinan (4) Seremonarius (4) Surat Gembala Paus (4) Surat Gembala Uskup (4) Tahun Iman (4) Tokoh Nasional (4) Tuhan Yesus (4) Beato dan Santo (3) Berita Nasional (3) Doa Litani (3) Doa Rosario (3) Dupa dalam Liturgi (3) Eksorsisme (3) Jalan Salib (3) Jumat Agung (3) Lektor (3) Liturgi dan Anak (3) Makna Homili (3) Malam Paskah (3) Masa Prapaskah (3) Misa Krisma (3) Misa Tridentina (3) Musik liturgi (3) Novena Natal (3) Pantang dan Puasa (3) Sakramen Tobat (3) Spiritualitas (3) Surat Gembala KWI (3) Tata Gerak dalam Liturgi (3) Tokoh Internasional (3) Toleransi Agama (3) Yohanes Paulus II (3) Cinta Sejati (2) Dasar Iman (2) Denominasi (2) Devosi Hati Kudus Yesus (2) Devosi Kerahiman Ilahi (2) Doa (2) Doa Angelus (2) Doa Novena (2) Doa dan Ibadat (2) Ekumenisme (2) Gua Natal (2) Hari Sabat (2) Homili Ibadat Arwah (2) How To Understand (2) Ibadat Syukur Midodareni (2) Inkulturasi Liturgi (2) Inspirasi Bisnis (2) Kanonisasi (2) Kasih Radikal (2) Keajaiban Alkitab (2) Keselamatan Gereja (2) Kisah Cinta (2) Korona Adven (2) Lagu Malam Kudus (2) Lagu Rohani (2) Lawan Covid19 (2) Lintas Agama (2) Madah dan Lagu Liturgi (2) Makna Natal (2) Maria Berdukacita (2) Maria Dikandung Tanpa Noda (2) Maria Ratu Rosario Suci (2) Motivator (2) Mujizat Kayu Salib (2) Mutiara Kata (2) New Normal (2) Nita Setiawan (2) Organis Gereja (2) Penyaliban Yesus (2) Perarakan dalam Liturgi (2) Peristiwa Natal (2) Perubahan (2) Pohon Natal (2) Renungan Paskah (2) Sakramen Gereja (2) Sakramen Imamat (2) Sakramen Minyak Suci (2) Sakramen Penguatan (2) Sekuensia (2) Sharing Kitab Suci (2) Tahun Liturgi (2) Tujuan dan Makna Devosi (2) Ucapan Selamat (2) Virus Corona (2) WYD 2013 (2) Youtuber Top (2) 2 Korintus (1) Aborsi dan Kontrasepsi (1) Abraham Linkoln (1) Adorasi Sakramen Mahakudus (1) Agama Kristiani (1) Ajaran Gereja RK (1) Alam Gaib (1) Alam Semesta (1) Alkitab (1) Allah Inkarnasi (1) Allah atau Mamon (1) Arianisme (1) Ayat Alquran-Hadist (1) Bapa Kami (1) Berdamai (1) Berhati Nurani (1) Berita (1) Berita Duka (1) Berita International (1) Bible Emergency (1) Bukan Take n Give (1) Busana Liturgi (1) Cara Mengatasi (1) Cinta Sesama (1) Cintai Musuhmu (1) D Destruktif (1) D Merusak (1) Dialog (1) Doa Bapa Kami (1) Doa Permohonan (1) Doa Untuk Negara (1) Documentasi (1) Dogma EENS (1) Doktrin (1) Dosa Ketidakmurnian (1) Dunia Berubah (1) Egois dan Rakus (1) Era Google (1) Evangeliarium (1) Filioque (1) Garputala (1) Gereja Orthodox (1) Gereja Samarinda (1) Godaan Iblis (1) Golput No (1) Hal Pengampunan (1) Hamba Dosa (1) Hari Bumi (1) Hari Raya / Solemnity (1) Haus Darah (1) Hidup Kekal (1) Hierarki Gereja (1) Homili Ibadat Syukur (1) Ibadat Kremasi (1) Ibadat Pelepasan Jenazah (1) Ibadat Pemakaman (1) Ibadat Rosario (1) Ibadat Tobat (1) Imam Kristiani (1) Imperialisme (1) Influencer Tuhan (1) Inisiator Keselamatan (1) Injil Mini (1) Inspirasi Hidup (1) Irak (1) Israel (1) Jangan Mengumpat (1) Kandang Natal (1) Karismatik (1) Kasih (1) Kasih Ibu (1) Kata Allah (1) Kata Mutiara (1) Katekismus (1) Keadilan Sosial (1) Kebaikan Allah (1) Kebiasaan Buruk Kristiani (1) Kedewasaan Kristen (1) Kehadiran Allah (1) Kejujuran dan Kebohongan (1) Kelahiran (1) Keluarkan Kata Positif (1) Kemiskinan (1) Kesehatan (1) Kesetiaan (1) Kesombongan (1) Kiss Of Life (1) Kompendium Katekismus (1) Kompendium Sejarah (1) Konsili Nicea (1) Konsili Vatikan II (1) Kremasi Jenazah (1) Kumpulan cerita (1) Lamentasi (1) Lectionarium (1) Mantilla (1) Maria Minggu Ini (1) Martir Modern (1) Masa Puasa (1) Masalah Hidup (1) Melawan Setan (1) Mengatasi Kesepian (1) Menghadapi Ketidakpastian (1) Menjadi Bijaksana (1) Menuju Sukses (1) Mgr A Subianto B (1) Misteri Kerajaan Allah (1) Misterius (1) Moral Katolik (1) Mosaik Basilika (1) Mukjizat Cinta (1) Mukzijat (1) Nasib Manusia (1) Opini (1) Orang Berdosa (1) Orang Jahudi (1) Orang Kudus (1) Orang Lewi (1) Orang Munafik (1) Orang Pilihan (1) Orang Sempurna (1) Ordo dan Kongregasi (1) Owner Facebooks (1) Pandangan Medis (1) Para Rasul (1) Pelayanan Gereja (1) Pembual (1) Pencegahan Kanker (1) Penderitaan Sesama (1) Pendiri Facebooks (1) Penerus Gereja (1) Penjelasan Arti Salam (1) Penyelamatan Manusia (1) Penyelenggara Ilahi (1) Perasaan Iba (1) Perdamaian Dunia (1) Perjamuan Paskah (1) Perjamuan Terakhir (1) Perkataan Manusia (1) Perselingkuhan (1) Pertobatan (1) Pesta Natal (1) Pikiran (1) Positik kpd Anak (1) Presiden Soekarno (1) Pusing 7 Keliling (1) Putra Tunggal (1) Rasio dan Emosi (1) Roh Jiwa Tubuh (1) Roti Perjamuan Kudus (1) Saat Pembatisan (1) Saat Teduh (1) Sabat (1) Sahabat lama (1) Sakit Jantung (1) Sakramen Baptis (1) Saksi Yehuwa (1) Salib Yesus (1) Sambutan Sri Paus (1) Sejarah Irak (1) Selamat Natal (1) Selamat Tahun Baru (1) Selingan (1) Siapa Yesus (1) Soal Surga (1) Surat Kecil (1) Surat bersama KWI-PGI (1) Surga Dan Akherat (1) Tafsiran Alkitab (1) Tamak atau Rakus (1) Tanda Beriman (1) Tanda Percaya (1) Tanpa Korupsi (1) Tanya Jawab (1) Teladan Manusia (1) Tembok Yeriko (1) Tentang Rakus (1) Teologi Di Metropolitan (1) Thomas Aquinas (1) Tim Liturgi (1) Tokoh Alkitab (1) Tokoh Gereja (1) Tolong Menolong (1) Tradisi Katolik (1) Tri Hari Suci (1) Triniter (1) True Story (1) Tugas Suku Lewi (1) Tugu Perdamaian (1) Tuguran Kamis Putih (1) Tuhan Perlindungan (1) Tulisan WAG (1) YHWH (1) Yesus Manusia (1) Yesus Manusia Allah (1) Yesus Nubuat Nabi (1) Yesus Tetap Sama (1)